Sejak kejadian Jalu berbisik di telinganya, Sasa kelihatan biasa-biasa saja, bahkan terkekeh pelan sambil memuji, "Analisa lo bagus, Jal. Kalau lo nulis, gue dukung banget!".Jalu tersenyum tipis, tapi perasaannya sangat senang. Pertama, karena Sasa merespon positif‐-jawabannya tidak buruk-buruk amat--dengan memuji dan menyemangati analisisnya. Kedua, karena setidaknya dia sudah memberitahu tentang perasaannya pada Sasa walau masih rancu.
"Kita mau nonton Fantastic Beast, lo udah baca Harry Potter belum?" tanya Jalu sambil menatap buku bawaan Sasa.
"Udahlah, Harry Potter gue udah tamat. Kalau Fantastic Beast sih gue belum sempat baca bukunya, tapi udah nonton 2 film sebelumnya." Sasa menjawab dengan mata yang masih fokus menatap rak-rak buku.
"Lo udah baca Hujan karya Tere Liye belum?"
Sasa memicingkan matanya, lalu tersenyum bangga. "Udah dong, gue udah baca seenggaknya 30 judul buku Tere Liye, menurut gue ceritanya ringan, tapi bisa mengaduk perasaan pembaca. Bagus."
"Setuju, gue paling suka Soke Bahtera, sih." Jalu mengangguk-angguk, membayangkan Soke Bahtera di kepalanya.
"Kan, Esok tuh memang punya pelet tersendiri deh kayaknya." Sasa menyetujui ucapan Jalu. "Tapi gue juga suka Bumi Series. Seru. Banget. Karena gue suka genre fantasy gitu, sih."
"Seri Anak-anak Mamak juga seru, banget malah," tambah Jalu, Sasa lagi-lagi setuju.
"Tapi gue juga suka Ambo Uleng, Zaman Zulkarnaen, Hakan, Ali, Ily, Bujang, Thomas, aduh siapa lagi ya? Banyak deh!" seru Sasa antusias, Jalu menyambut seruan Sasa dengan senyuman antusiasnya.
"Nih, gue juga suka Juang." Sasa menunjuk buku Fiersa Besari yang menceritakan tentang Juang dan Ana.
"Gue juga suka Ana." Jalu menanggapi dengan santai, tapi senyumannya tidak luntur dari wajahnya.
"Lo kalau di Harry Potter suka sama siapa?" tanya Sasa sambil masih berkeliling-keliling di antara rak-rak buku tersebut.
"Luna Lovegood, Ginny Weasley, Ron Weasley. Top 3 gue itu, sih." Jalu terkekeh, lalu menatap Sasa sambil bertanya, "Kalau lo?"
"Ah, gatau deh, tapi gue rasa Cedric Diggory itu keren banget, Nymphadora Tonks juga, soalnya gue Hufflepuff." Sasa tersenyum. "House lo apa?"
"Hufflepuff juga," jawab Jalu sambil tersenyum tipis.
Sasa terkekeh, "Kayaknya seru ya kalau kita jadi couple, hufflepuff x hufflepuff."
Jalu sempat diam sesaat, membeku atas perkataan Sasa, tetapi kembali tersadar ketika Sasa kembali melanjutkan perkataannya.
"Kayak gue sama Cedric Diggory, Newt Scamander atau Theseus, wih, pasti seru." Sasa terkekeh, menertawakan idenya sendiri.
***
Mereka berdua akhirnya duduk di kursi bioskop sambil memangku popcorn masing-masing, Sasa memegang yang asin, sedangkan Jalu memegang popcorn caramel.
Sengaja, mereka membeli 2 popcorn dengan rasa yang berbeda, agar bisa saling mencicipi popcorn satu sama lain.
Film berlansung lumayan panjang, dan Sasa serta Jalu dimanjakan dengan visualisasi dari film-nya, menurut Sasa, latar pengambilan film tersebut sangat indah.
Tak terasa popcorn asin yang dipangku Sasa lebih dulu habis, sehingga Sasa sengaja menyandarkan kepalanya di bahu Jalu, sambil memakan popcorn.
Jalu tentu kaget, tapi tidak mengeluarkan aksi spontan yang membuat Sasa merasa tidak nyaman. Dia hanya diam, sesekali meminum minumannya. Hingga akhirnya berani bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anatomi Rasa [✔]
Teen FictionBertahun-tahun lamanya, Sasa masih saja terpaku pada bayang-bayang masa lalunya dengan sang mantan gebetan yang sudah tertinggal di belakang. Sebenarnya Sasa tidak berniat mencari pengganti, tapi yang hilang memang akan selalu berganti, maka dari...