Keempat, Tangan

17 1 0
                                    


  Jalu mengusap-usap wajahnya kasar, masih malu mengingat bahwa Sasa menyadari bahwa sedari tadi, dirinya ketahuan memperhatikan Sasa.

"Kunaon?" tanya Gani yang sedang merokok.

Jalu menoleh, lalu menggelengkan kepalanya. "Ga, gapapa."

"Mikirin cewek ya?" timpal Sandi yang sedang membenarkan senar gitarnya yang rusak.

"Awewe wae, beunghar henteu, gélo heeuh," celetuk Gani. "Mikirkeun kabogoh bisa naon? Bisa gelo."
(Perempuan terus, kaya raya engga, gila iya)
(Mikirin pacar bisa apa? Bisa gila)

"Berhasil ga PDKT sama Sasa, Jal?" Ari bertanya sambil menyisir rambutnya.

Jalu menggeleng. "Belum juga."

"Gak gercep lo," kesal Yoga, "keburu diambil orang mampus lo."

"Sasa tuh susah suka sama orang. Tapi sekalinya suka, biasanya di waktu yang enggak bisa diduga." Rimba menimpali, sambil menatap Jalu. "Dia nggak gampang baper, tapi kadang perlakuan sederhana bisa buat dia luluh. Jadi, ya lo berusaha jadi diri sendiri aja, bro."

  Tanpa disadari, Rara sudah berdiri di pintu sambil mengamati percakapan para lelaki tersebut.

"Gebetan lo namanya Sasa, Jal?" Rara menyeletuk, tiba-tiba masuk ke dalam percakapan.

Jalu mengempaskan punggungnya pada sandaran kursi. "Iya. Kenapa?"

"Penasaran." Rara tersenyum lebar. Bukan, dia tidak penasaran dengan siapa Sasa, dia jelas tahu siapa Sasa. Hanya dia penasaran tentang bagaimana jika seorang Jalu yang terkenal pintar ini berpacaran.

"Lo mah apa-apa penasaran. Sampe gebetan orang aja dicari-cari," ejek Nasda. Rara tersenyum tidak peduli, raut wajahnya seakan mengatakan 'bodo amat'.

"Ah, udah deh, gue mau ke kelas aja." Jalu berdiri, berjalan keluar dari ruang Sekretariat Yharawana.

  Sasa sedang berjalan menuju kelasnya, memakai earphone yang memutar lagu Secret Love Song milik Little Mix. Sampai seseorang memberhentikan langkahnya.

"Sa, aku panggil dari tadi, kamu ga denger ya?" Putra berdiri di depannya, melepas earphone yang dipakai Sasa.

  Jalu menyaksikan kejadian itu, berdiri dengan tenang di antara beberapa orang yang sedang berlalu lalang.

Sasa mematikan musiknya, beralih menatap Putra. "Apa?"

"Bantuin aku dong, bantu aku buat perbaikin hubungan aku sama Luna. Please," mohon Putra.

"Gak."

Putra mengernyitkan dahinya, menatap kecewa pada Sasa. "Kenapa, Sa? Nggak bisa banget ya?"

"Gak."

"Kok kamu jadi gini, sih? Kamu semenjak aku sama Luna, jadi kayak gini, apa sih penyebabnya?" Putra menatap Sasa dengan pandangan memelas, berharap Sasa luluh.

"'Cause I'm not yours."

  Sasa menyingkirkan Putra dari hadapannya, kembali memasang earphone-nya, lalu berjalan seolah tidak terjadi apa-apa.

  Putra mematung, tidak menyangka bahwa Sasa akan menolak permintaannya mentah-mentah.

  Sementara Jalu kembali membenarkan letak ranselnya, kembali berjalan menuju kelasnya.

  Masa lalu Sasa masih ada.

___

"Kenapa, Rim?" Jalu mengangkat telepon dari Rimba sambil memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. "Oh, iya, gampang kok. Sip."

Anatomi Rasa [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang