Benar saja, acara ini berlanjut hingga malam. Sasa tidak memperhatikan susunan acara, ngikut saja. Masalahnya, karena dia masih saja numpang dengan Nina dan Rizkand, dia terpaksa harus ikut ke mana mereka berjalan."Nyesel gue, harusnya gue bawa motor aja ke sini," kesal Sasa.
"Katanya tadi kalau pergi sendiri sepi, boring." Nina mencibir, sambil memakan kripik pedasnya.
Sasa hanya ber-puh pelan, malas menanggapi.
"Lo beneran belum makan, Sa? Mau gue pesenin apaan? Malam-malam begini adanya kopi, Sa." Rizkand bergabung, memberikan sebotol air putih pada pacarnya.
"Santai, Kand. Gue gak laper," jawab Sasa santai.
"Laper gak laper, harus makan, Sa." Nina berkata tegas.
"Gue pesenin go-food aja ya, Sa? Gapapa nanti gue aja yang bayar," tawar Rizkand. Sasa tetap menggeleng.
"Keras kepala nih anak," kesal Nina, "makan aja Sasa, ya Tuhan susah banget."
Sasa tersenyum simpul. Dia tidak nafsu makan.
Sasa belum bertemu Jalu lagi, dia sibuk dengan panitia Yharawana, membicarakan beberapa hal. Namun, Jalu sempat mengirim pesan pada Sasa, yang meminta maaf bahwa dia sepertinya akan sampai malam.
Rizkand akhirnya mengajak Nina dan Sasa ke meja di dekat panggung, ditemani lampu-lampu yang menerangi tempat tersebut.
"Yo, Rizkand, my man," sapa salah satu teman Rizkand. Rizkand ber-tos dengan mereka semua.
"Eh, kenalin, cewek gue," ujar Rizkand, "namanya Nina."
"Gila, cewek lo dua bro, maruk juga lo!" ejek salah satu temannya.
"Enggak, yang satu ini Sasa, ini mah temen gue." Rizkand menjelaskan kepada teman-temannya, meluruskan.
"Ya udah, gabung aja sini, tadi ada si Rara tuh, tapi lagi ke minimarket." Teman Rizkand mempersilakan mereka duduk. "Anak Yharawana lagi di dalam, rapat. Ntar juga keluar."
Suasana di sini tidak ramai, tapi tidak sepi juga. Hanya ada satu stand yang buka, stand kopi. Itu milik Garang, yang sedang dijaga oleh salah satu teman yang sekaligus staff-nya.
Omong-omong, soal percakapannya dengan Rara tadi, Sasa belum memutuskan apa-apa, dia hanya berterima kasih atas kesediaan Rara memberitahunya, dan dia bilang akan memikirkannya lagi.
"Tuh, si Jalu udah keluar," bisik Nina. Arah pandang Sasa langsung melihat ke arah gerombolan yang baru keluar dari sekretariat Yharawana.
"Hey, Bro. Udah, nih, rapatnya?" tanya salah satu lelaki di ujung meja sambil menyalami tangan Ketua Yharawana, Kang Chiko.
"Udah." Kang Chiko menjawab sambil terkekeh, berlanjut menyalami semua yang ada di meja panjang itu.
"Eh, Kand. Gilak lu, akhirnya lo ikut acara Lintas Alam, kapan-kapan gue ke bengkel deh." Kang Chiko menyalami Rizkand, di saat itu pula Jalu mengambil posisi duduk di sebelah Sasa.
"Ayolah, ke bengkel lagi, kapan lagi bengkel gue didatengin Ketua Yharawana yang sibuk ini," canda Rizkand.
Setelah selesai dengan Rizkand, Kang Chiko beralih menyalami Nina.
"Cewek lo, Kand?" tanya Kang Chiko, Rizkand mengangguk mantap.
"Gokil. Sering-sering lah kumpul bareng anak Yharawana. Gapapa lo bukan anggota, lo tetep bagian dari kita." Kang Chiko berkata ramah, postur tubuhnya yang tinggi tegap, rambut gondrong, garis muka tegas, Kang Chiko tetap ramah dalam bertutur kata—setidaknya saat acara seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anatomi Rasa [✔]
Novela JuvenilBertahun-tahun lamanya, Sasa masih saja terpaku pada bayang-bayang masa lalunya dengan sang mantan gebetan yang sudah tertinggal di belakang. Sebenarnya Sasa tidak berniat mencari pengganti, tapi yang hilang memang akan selalu berganti, maka dari...