Chapter 2

15.5K 1.5K 113
                                    

Danbi punya dua alternatif yang bisa dilakukan saat ini. Pertama, ia bisa menubrukkan dahinya ke dinding dan memaksa dirinya bangun dari mimpi aneh ini. Kedua, ia bisa menubrukkan dahi Chanyeol ke dinding dan memaksa laki-laki itu keluar dari mimpinya. Kedua-duanya sama-sama tidak masuk akal.

Tangan Chanyeol masih di pinggangnya. Danbi tidak berani menyentuhnya. Ia tidak berani bergerak sama sekali. Bahkan, ia bernapas sepelan mungkin agar tidak menimbulkan gerakan apa pun.

Ini hanya mimpi. Kalau bukan, Danbi pasti sudah gila. Atau jangan-jangan laki-laki yang memeluknya ini adalah hantu. Danbi tidak percaya hantu, dan rasanya mustahil ada hantu yang tidur dengan mulut sedikit terbuka seperti itu.

Jam digital di atas nakas tahu-tahu berdering ketika menitnya mencapai 30. Bunyinya tidak keras, tapi Danbi tersentak, dan gerakan tiba-tibanya membuat Chanyeol menggeliat terbangun dari tidurnya.

"Matikan benda itu, Kyungsoo-ya... aku baru saja tidur..." gerutu Chanyeol dengan suara mengigau sambil menarik kembali tangannya dan berbalik memunggungi Danbi.

Kyungsoo? Maksudnya Do Kyungsoo, kan? Teman satu tenda Chanyeol? Jadi memang bukan Danbi yang salah di sini!

Dengan panik, Danbi mendesis memanggilnya, "Park Chanyeol."

"Lima menit... aku masih mengantuk..."

"Ya, Park Chanyeol!"

Melihat Chanyeol tidak menunjukkan reaksi, Danbi mengguncang bahunya sekuat mungkin dengan dua tangan. "Park Chanyeol, bangun. Cepat bangun!"

Seruan mendesak Danbi berhasil mengejutkan Chanyeol. Laki-laki itu menegakkan punggung dan memandang gadis itu dalam sedetik. "Ryu Danbi?" Kemudian ia menyadari bahwa mereka berdua berada di bawah selimut yang sama. Matanya membelalak dan ia beringsut mundur ketakutan ke tepi ranjang sambil menarik selimut sampai ke dagunya. "APA YANG KAU LAKUKAN PADAKU?"

"Jangan bodoh!" Danbi menyambar bantal dan menimpuk Chanyeol keras-keras. Wajahnya merona. "Seharusnya aku yang bertanya begitu! Apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku? Ini tenda...."

Kalimat Chanyeol  terputus ketika ia memandang sekitarnya. Bingkai-bingkai foto, beberapa lukisan, dan sebuah poster film asing menghiasi dindingnya yang bukan kaca. Televisi layar tipis menempel di dinding berhadapan dengan tempat tidur, lemari pakaian besar dengan cermin panjang di pintunya disandarkan di sudut ruangan, perangkat komputer di atas sebuah meja belajar, serta barang-barang yang tidak mungkin ada di dalam tenda abu-abu di mana terakhir kali Chanyeol memejamkam mata.

"Di mana kita?" tanya Chanyeol, ia terdengar antara panik dan bingung. "Apa yang kita lakukan di sini?"

Cara Chanyeol menanyakannya membuat wajah Danbi memanas lagi. "Ma-mana kutahu. Masalah yang paling penting, bagaimana bisa kita berada—"

Perkataan Danbi terhenti ketika ia mendengar suara samar denting bel entah dari mana. Mereka serentak membeku.

"Kau dengar itu?" tanya Danbi setengah berbisik.

Bel itu berdenting sekali lagi, menegaskan pendengarannya.

Chanyeol meneguk ludah dan mengangguk.

"Kedengarannya seperti bel pintu," bisik Danbi lagi. "Asalnya dari luar."

"Kau saja yang lihat," kata Chanyeol langsung.

"Apa? Tidak mau. Kau saja sana."

"Aku takut."

Danbi mengambil kembali bantal yang tadi dilemparkan pada Chanyeol dan menggunakannya untuk memukulnya berkali-kali sambil menggerutu kesal, "Kau-ini-laki-laki-kenapa-begitu-penakut!"

Ten Years ForwardedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang