Chapter 9

12.9K 1.4K 138
                                    

"Apakah kau mencintaiku?"

Pertanyaan langsung itu mengusir kantuk Danbi lebih dari apa pun. Ia mematung dengan mata membelalak seperti baru saja tersambar petir. "Apa?"

"Apakah kau mencintaiku?" ulang Chanyeol, lebih tegas dan jelas agar Danbi mendengarnya.

Sebenarnya Danbi sudah mendengarnya dari tadi, hanya saja pertanyaan itu terdengar begitu salah sampai-sampai otaknya menolak percaya Chanyeol baru saja menanyakannya.

"Kau sering bertingkah aneh belakangan ini," kata Danbi dan sudah akan beranjak dari sana, kalau saja tangan Chanyeol tidak menggenggam pergelangan tangannya sekeras itu.

"Kau tidak suka aku menanyakannya?"

Danbi mencoba tertawa sinis. Tidak berhasil. Ia bisa merasakan dadanya berdebar keras dan cepat di balik kausnya. Danbi menarik tangannya dari genggaman Chanyeol dan bersedekap. "Cinta bukan hal yang bisa kau tanyakan dan kau mintai jawaban setiap saat seperti ini."

"Lalu bagaimana aku harus mengetahuinya?" tanya Chanyeol serius. "Apakah jika aku memeluk atau menciummu, aku akan tahu?"

Danbi mundur selangkah secara refleks. "Apa yang salah denganmu?" tanyanya, gugup.

"Kenapa?" Chanyeol balas bertanya. "Bukankah itu yang dilakukan orang-orang yang saling mencintai?"

"Kau gila."

"Apakah kau mencintaiku?"

Danbi merasa napasnya tersendat. Pertanyaan yang tidak masuk akal itu hanya menuntun dirinya pada satu kenangan. Ketika ia melihat wajah Chanyeol di depan api unggun bersama Jinhye. Bagaimana Chanyeol menyanyikan lagu sambil menatap gadis itu dan tersenyum padanya. "Apa kau seperti ini karena Baek Jinhye?"

Chanyeol tidak menjawab. Tepatnya, Danbi tidak memberinya kesempatan menjawab.

"Kau mengalihkan perasaanmu untuk Baek Jinhye padaku karena kau terjebak tanpa pilihan, bukan begitu? Karena kau masih menyesal menikah denganku, bukan Jinhye."

Danbi tidak tahu apa pemicunya, tahu-tahu semua yang dipendamnya mengalir begitu saja.

"Aku sudah menahan begitu banyak hal selama ini. Pertama kau bertingkah seolah kau menyukaiku dan membuatku berpikir kalau kita mungkin memang punya kesempatan di sini. Tapi kemudian Jinhye datang, dan aku bukan lagi siapa-siapa. Saat aku sudah memutuskan untuk berhenti berkhayal, kau bertingkah peduli dan membuatku berharap sekali lagi. Apa kau harus membuat segalanya jadi sulit untukku?" Danbi menarik napas dalam-dalam. "Aku bukan Baek Jinhye, dan tidak akan pernah menggantikannya apa pun yang kau lakukan. Kalau kau begitu ingin bersamanya, pergi saja. Aku mungkin sakit hati, tapi akhirnya aku akan baik lagi. Lebih menyakitkan, kau tahu, berpikir kau mencintaiku ketika kenyataannya aku hanya pengganti seseorang dari masa lalu."

Keheningan yang menyusul terasa mencekik. Danbi mengangkat matanya untuk menatap Chanyeol, dan ketika menemukan ekspresi terluka—ia tidak bisa memikirkan kata lain untuk mendeskripsikan tatapan yang laki-laki itu berikan padanya—kemarahan dalam dadanya surut, digantikan cengkeraman rasa bersalah.

Barulah Danbi menyadari apa saja yang ia katakan, dan bahwa ia mungkin telah kelewatan. Ia berpikir ia harus mengatakan sesuatu untuk meralat ucapannya, atau sekadar minta maaf, tapi hela napas Chanyeol menghentikannya.

"Aku tidak pernah mencoba menjadikanmu pengganti Baek Jinhye," Chanyeol berkata pelan. "Jika kau merasa begitu, aku minta maaf."

Oh, demi Tuhan. Apa yang sudah Danbi lakukan?

"Kurasa aku memang banyak menyulitkan hidupmu," kata Chanyeol dengan suara yang lebih pelan lagi. Ia berbalik dan beranjak dari tempatnya berdiri menuju pintu. Di bibir pintu, ia berhenti sejenak untuk berkata, "Tapi aku ingin kau tahu satu hal. Ketika aku bersikap seolah-olah aku menyukaimu, aku tidak pura-pura. Mungkin ini terdengar seperti omong kosong sekarang, tapi kuharap nanti kau bisa percaya."

Ten Years ForwardedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang