-
"Papa, apa harus kami pindah?"
Pemuda yang masih mengenakan seragam sekolah itu berdecak sebal dengan kedua tangan yang terlipat didada. Sedang pemuda disebelahnya hanya menyimak perdebatan Ayah dan anak itu.
"Junkyu, kita sudah bahas ini. Kamu dan Doyoung akan pindah ke Korea dan akan bersekolah disana." Ucap pria dewasa yang mencoba membuat putra sulungnya mengerti.
"Kenapa harus ke Korea? Aku sudah besar, aku masih bisa tinggal sendiri disini, Pa." Junkyu menghempaskan tubuhnya disofa lalu memalingkan wajah tak mau menatap Ayahnya.
Suho menghela nafas lelah. Anaknya ini benar-benar keras kepala.
"Sayang.."
Seorang wanita yang juga sedari tadi ikut menyimak itu pun akhirnya membuka suara. Irene mendekati putra sulungnya kemudian duduk disebelahnya.
"Mama dan Papa bukan tanpa alasan kirim kamu kesana. Dengar, Mama dan Papa akan pergi untuk perjalanan bisnis entah sampai kapan, siapa yang akan menjaga kalian ketika kami pergi? Kami khawatir jika hanya meninggalkan kalian berdua disini, sedang disana akan ada Paman dan Bibi yang akan menemani kalian. Mohon mengerti ya." Ucap Irene ikut membujuk sembari mengelus kepala Junkyu sayang.
"Yaudah, terserah." Junkyu langsung berdiri dan pergi ke kamarnya.
Suara debuman keras pintu yang tertutup terdengar sampai lantai bawah. Irene serta Suho hanya menatap nanar ke arah tangga rumah mereka. Irene seketika menggeleng lalu mengalihkan pandangnya kini pada putra keduanya.
"Doyoung," Irene bangkit dari duduknya lalu menghampiri putra bungsunya, "Kau mengerti maksud Mama dan Papa mengirimu ke Korea kan?"
Doyoung mengangguk, "Iya, Ma."
Irene tersenyum lalu menangkup salah satu pipi putranya. Sebenarnya ia pun tak ingin meninggalkan kedua putranya, namun karena tuntutan pekerjaan mau tak mau ia harus melakukan ini.
"Mama akan segera kembali, sayang." Lalu Irene membawa Putra bungsunya kedalam pelukannya. Ia melirik ke arah Suho yang dibalasnya dengan senyuman.
°°°
📍Incheon airport, South Korea
Dua pemuda berdarah Jepang itu mulai menapaki kaki mereka di negara kelahiran orang tua mereka.
Tak heran jika marga kedua anak ini adalah Kim, yang juga marga Suho. Suho dan Irene mulai pindah ke jepang seminggu setelah mereka menikah. Karena waktu itu perusahaan miliknya yang di Jepang hampir jatuh, dan Irene yang juga punya andil tanggung jawab pun akhirnya mereka memutuskan untuk menetap di negara Jepang.
Terkadang mereka juga sesekali mengunjungi Korea jika sedang berlibur ataupun urusan pekerjaan, tentu saja Irene dan Suho selalu membawa kedua putranya karena umur mereka masih belum cukup dewasa untuk ditinggal sendiri.
"Kyu, kita tunggu Paman disana saja yu. Aku lelah berdiri." ucap Doyoung menunjuk bangku kosong yang berada diluar bandara.
"Oke, ayo"
Dua Kim bersaudara itu lalu duduk ditempat yang tadi Doyoung tunjuk. Doyoung dan Junkyu hanya terpaut usia 1,5 tahun, sehingga terkadang Doyoung selalu memanggil Junkyu dengan sebutan nama. Junkyu pun tak mempersalahkannya.
"Anak-anak!"
Junkyu dan Doyoung mengalihkan pandangan mereka pada seorang pria, yang sepertinya seumuran dengan Ayah mereka tengah berjalan menghampiri sembari melambaikan tangan.
"Maaf baru datang, kalian sudah menunggu lama?"
Junkyu menggeleng, "Tidak terlalu."
"Ayo cepat ke mobil, Paman tahu kalian sudah lapar. Koper kalian biar Paman yang bawa."
Chanyeol- Paman Junkyu dan Doyoung yang juga adik ipar Irene, dengan segera mengambil dua koper besar milik dua keponakannya. Ia berjalan lebih dulu menuju mobil yang terparkir tak jauh dari tempat Kim bersaudara duduk, Chanyeol kemudian menyimpan dua koper itu ke bagasi mobil lalu menuju kursi kemudi, sedang Junkyu dan Doyoung telah duduk anteng dikursi belakang.
Chanyeol mulai menyalakan mobil itu lalu menjalankannya, ia kemudia melirik dua keponakannya melalui kaca spion didepannya, "Bagaimana kabar Mama dan Papa?"
"Mama dan Papa baik-baik saja, Paman." jawab Doyoung.
"Ah, baguslah." Chanyeol manggut-manggut lalu kembali melirik ke arah kaca spion. "Beristirahatlah, perjalanan kita masih panjang. Oh iya, Paman sudah mendaftarkan kalian disekolah yang sama dengan Renjun dan besok kalian sudah bisa pergi jika ingin."
"Ah begitu, baik Paman terimakasih." Doyoung lalu tersenyum setelahnya. Junkyu? dia sudah terlelap sejak mobil Chanyeol mulai dilajukan.
Setelah itu tak ada lagi percakapan, Doyoung ikut menyusul Junkyu ke alam mimpinya sampai mereka tiba dikampung halaman orang tuanya yaitu Cheongju.
°°°
Mungkin sepertinya definisi gila untuk kebanyakan orang hanyalah mereka yang tidak waras. Ya, itu semua sudah menjadi fakta dalam kehidupan orang awam.
Tapi, mereka tidak mengetahui jika ada hal yang lebih gila daripada dia yang tidak mempunyai akal sehat. Sudah menjadi sifat manusia jika selalu merasa tidak puas dengan apa yang mereka dapatkan dan terus merasa ingin memiliki lebih.
"Baiklah, mari kita coba dengan tikus kecil ini."
Diruangan serba putih, seorang pria dengan balutan jas putih khas seorang profesor dengan kacamata bulat diwajahnya terlihat sedang menyuntikan sesuatu pada seekor tikus putih.
Setelah itu ia buru-buru memasukan tikus itu kedalam wadah kaca lalu menutupnya, hanya ada empat lubang kecil didalamnya untuk memberikan oksigen bagi si tikus, meskipun sepertinya itu tak perlu.
Pria itu mengamati tikus itu dengan seksama. Tak berlangsung lama, tikus itu terlihat sudah mulai bereaksi dan terus memberontak seperti ingin menyerang si pria.
Sementara pria berjas putih tersenyum puas dengan apa yang sudah ia lakukan. Lalu kemudian ia menutup wadah itu menggunakan kain hitam dan segera keluar dari ruangan tersebut.
•••
TBC...
KAMU SEDANG MEMBACA
Virus of Dead
FanfictionJunkyu dan Doyoung, dua saudara yang pindah sekolah lalu tinggal dirumah sepupu mereka yaitu Renjun. Mereka berada disekolah yang sama. Namun, bagaimana bisa salah satu virus paling diantisipasi kian menyebar dan menyerang sekolah mereka.