"Kim Dokja"
Panggilan bernada tajam membuatnya menunduk, menatap seorang laki-laki yang tengah berbaring di bangku panjang dengan pahanya yang dijadikan bantalan. Halaman belakang sekolah sangat sepi sekarang, karena sebenarnya jam pelajaran sedang dilaksanakan.
"Aku sedang berbicara padamu"
"Ah..."
Laki-laki dengan surai lembut itu tersenyum. Cahaya matahari yang lolos membuat kulitnya tampak berkilau.
"Aku hanya berpikir sebentar. Kamu, apa yang barusan kamu katakan?"
Yoo Jonghyuk mengerutkan kening dalam. Ia meraih sebelah tangan Kim Dokja kemudian menggunakannya untuk menutup wajahnya dari sinar matahari. Suhu yang sejuk membuatnya damai, satu senyum tipis terbit di bibirnya.
"Kim Dokja, apa ada seseorang yang kau sukai?"
"Kenapa kamu menanyakan itu?"
"Hanya karena penasaran"
"Lalu setelah kamu tau jawabanku, apa yang akan kamu lakukan dengan itu?"
"Ada hal yang ingin aku tanyakan padamu"
Kim Dokja menatap wajah yang berada di pangkuannya lama, seperti sudah kebiasaan, tangannya terulur mengusap surai hitam legam Yoo Jonghyuk kemudian menjawab dengan nada dalam.
"Ada. Ada seseorang yang aku sukai"
Mendengar itu Yoo Jonghyuk langsung bangkit dari duduknya. Menatap wajah Kim Dokja dengan raut terkejut.
"Kenapa kau tidak memberitahuku?"
Kim Dokja terkekeh. "Apa untungnya bagiku jika aku memberitahumu?"
"Aku kira kita teman" balas Yoo Jonghyuk setengah hati.
Satu daun gugur dari sebuah pohon, kemudian di ikuti daun-daun lain. Mereka jatuh dan akan terlahir kembali menjadi sebuah pohon baru.
"Kamu sudah tau jawabanku. Apa yang ingin kamu tanyakan?"
"Jika orang yang kau sukai sekarang ada di depanmu, bagaimana caramu memberi tahu perasaanmu padanya?"
Kim Dokja tersentak. Ia menoleh dengan cepat dan mendapati mata Yoo Jonghyuk yang memandangnya penuh arti. Di mata itu, terefleksi wajahnya dengan jelas.
Seakan di mata itu, hanya akan menatapnya.
Kim Dokja menelan ludah dengan susah payah. Mungkin kali ini memang waktu yang tepat untuk mengatakan semuanya. Ia menarik nafas panjang.
"Jonghyuk-ah, aku mencintaimu"
Angin sepoi menerpa keduanya, memberi rasa hangat dan sejuk di saat bersamaan.
"Sejak lama. Aku tidak tau dengan pasti kekaguman yang aku miliki berubah menjadi rasa cinta. Aku, aku salah satu orang yang ingin merasakan sinarmu dari dekat, Jonghyuk-ah"
Setelah kalimat pengakuan itu selesai, Kim Dokja menutup kedua matanya. Tangan terkepal dengan sedikit getaran. Kemudian suara lain terdengar.
"Itu kalimat yang bagus"
Kalimat yang akan...
"Aku akan meniru kalimatmu dan menyatakan perasaanku pada Lee Seolhwa sekarang!"
...membuatnya sadar, bahwa orang yang ia cintai tidak lebih menganggapnya sebagai seorang sahabat dari masa kecil.
Derap langkah terdengar semakin jauh. Meninggalkan tempat yang beberapa menit lalu masih keduanya gunakan untuk merajut cerita baru.
Kim Dokja mengadah menatap langit kemudian tertawa.
"Haha"
Dunia ini tidak jahat. Ia hanya seorang konyol dan penuh fantasi. Bagaimanapun, hidup yang ia jalani adalah realita. Dan realita tidak akan membuat seseorang yang pantas menjadi seorang protagonis bersanding dengan pembacanya.
Sang protagonis hanya bisa disandingkan dengan Heroine-nya.
Seperti Yoo Jonghyuk hanya bisa di sandingkan dengan Lee Seolhwa.
Setelah memastikan tidak ada lagi air mata yang turun, Kim Dokja bangkit. Berjalan menuju keramaian seorang diri. Ke keramaian yang penuh dengan sorakan nama seseorang yang ia cintai dengan nama orang lain yang bukan dirinya.
Dan ternyata, di tempat yang tidak jauh itu Yoo Jonghyuk tersenyum lebar ketika menggenggam tangan cantik milik seseorang.
Jarak mereka tidaklah jauh, tapi tidak akan pernah bisa Kim Dokja raih.
Saat Kim Dokja melihat semua itu, sesuatu yang manis dan sedikit asam masuk kedalam mulutnya. Ia menoleh, mendapati seorang gadis berambut pendek yang tidak menatapnya.
"Kau gapapa?" Tanyanya.
"Iya"
Kim Dokja kembali menatap kedepan. Dua belas tahun yang ia dan Yoo Jonghyuk habiskan bersama seolah siap pudar kapan saja sekarang.
Bersamaan dengan matanya yang terkunci pada punggung lebar yang membelakanginya, lengan kekar yang merangkul bahu kecil milik seorang gadis dengan rambut indah seputih salju, Kim Dokja kembali tersenyum.
"Sinar bulan memang paling indah saat dilihat dari kejauhan, iya kan?"