Pertanda Buruk

1.1K 84 0
                                    



Bang Kemal hanyalah laki-laki biasa. Dia bukan lelaki kaya, bisa dibilang miskin. Tak punya apa-apa selain sebuah motor butut peninggalan ayahnya.

Perawakan sedang, perhatian serta senyum manisnya berhasil membuatku jatuh cinta.

Aku sangat menyayangi Bang Kemal. Lelaki itu hadir dalam hidupku pada waktu yang tepat. Saat aku butuh bahu untuk bersandar, saat aku butuh dada untuk menangis.

Sejak pertama mengenal Bang Kemal, pekerjaannya cuma tukang ojek pengkolan. Aku sendiri waktu itu masih terlunta di jalanan dipermainkan oleh nasib.

Dalam keadaan putus asa, kuterima uluran tangan Bang Kemal. Dia menawarkanku menempati kontrakannya. Sedang Bang Kemal sendiri mengalah, numpang tidur di rumah seorang teman.

Tak lama, aku kemudian berhasil dapat kerjaan di sebuah ritel belanja sebagai SPG. Kulit bersih serta wajah lumayan cantik memudahkanku mendapat pekerjaan itu. Gajinya lumayan.

Hubunganku dengan Bang Kemal semakin dekat. Kami berpacaran lalu menikah. Aku tak masalah kalau dia hanya seorang tukang ojek. Menurutku Bang Kemal lelaki baik. Harapanku Bang kemal menjadi suami yang akan mengayomi hidupku.

Prahara mulai berdatangan. Krisis moneter. Banyak perusahaan yang pailit termasuk perusahaan tempatku bekerja. Aku kena PHK tanpa pesangon. Apesnya lagi motor yang biasa dipakai Bang Kemal untuk ngojek tiba-tiba ngadat karena sudah tua. Tabungan kian menipis. Keuangan kami benar-benar terpuruk.

Jadi pengangguran membuat suamiku mulai uring-uringan. Bang Kemal lebih suka menghabiskan waktu keluyuran tak jelas bersama teman-temannya. Sedang aku terpaksa jadi buruh cuci harian supaya tetap bisa bertahan hidup.

Penampilanku yang biasa terawat kini berubah lusuh. Kulit putihku berubah legam bersisik. Muka kuyu, tanpa polesan. Rambut kusam. Jauh dari menarik. Tanpa uang sangat sulit untuk tetap terlihat cantik. Miris memang.

Meski begitu, rumah tangga kami masih baik-baik saja. Atas nama cinta aku ingin tetap mendampingi Bang Kemal dengan segala kekurangannya. Sampai pelacur itu sekarang tiba-tiba datang mengacau, mengganggu ketenangan hidupku.

***


Dari jauh kulihat punggung lelaki itu berbelok melewati portal gang kecil. Di situlah rumah petak tempat tinggal kami. Tampaknya dia sangat kesal padaku sampai-sampai tak mau menoleh lagi ke belakang. Aku masih tertatih-tatih beberapa puluh meter di belakangnya.

Bisa tinggal di rumah petak itu pun berkat kemurahan hati Bik Farida,  saudara sepupu dari ibunya Bang Kemal. Kami masih bisa menempatinya walaupun sudah berbulan-bulan menunggak uang kontrakan.

Aku sudah berdiri di depan pintu rumah. Kuputar pelan handle pintu dengan hati terbalut kecewa. Sebenarnya aku ingin membuat kejutan untuk Bang Kemal. Tapi, kelakuannya malam ini sudah membuat hatiku sakit.

Bukan baru kali ini aku tahu kalau Bang Kemal mulai mengejar biduan itu. Kemarin aku masih tenang, kupikir wajar jika Bang Kemal  mengagumi Shela sebatas penggemar. Lagi pula bukan cuma suamiku yang suka nonton dangdutan di lapangan itu. Suami tetangga, para pemuda, mereka pun suka dangdutan di sana.

Tapi, kasak-kusuk tetangga membuat telingaku panas. Ternyata di belakangku, Bang Kemal sudah pernah jalan berduaan dengan janda itu. Shela menyukai suamiku.

Banyak mulut yang sudah mengadu tentang kedekatan keduanya. Terutama si Rendi anaknya Mbah Darmi, diapun sering nonton orkes dangdut di Lapangan Timur. Tapi, Bang Kemal selalu ngeles setiap ditanya. Aku dituduhnya cemburu berlebihan.

JANDA TUJUH KALI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang