Pacaran?

937 32 4
                                    

Geya berjalan memasuki kamar Seyla yang nuansanya pinky sekali. Wanita itu duduk di tepi ranjang Seyla, menatap gadis yang saat ini menonton film dengan laptop di pangkuannya. Mata gadis itu sembab, mungkin efek dari menangis berjam-jam.

“Gua mau pamer nih,” ucap Geya dengan tubuhnya yang bergeser tepat di sebelah Seyla.

“Gak nanya,” ketus Seyla tanpa menghiraukan pelacur kakaknya itu yang mulai ikut menonton.

“Gue dikasih ini sama kakak lo, beruntung banget kan gue? Bebas belanja sepuasnya.” Geya memamerkan kartu kredit milik Figo.

Seyla berdecih. “Abis diewe? Pantes aja dikasih itu. Dasar jalang. Jangan ganggu gue deh ya? Sana keluar.” Perkataan Seyla terdengar ketus, sampai membuat Geya mulai kesal.

“Lo gak tanya kabar baiknya apa?”

“Gak minat.”

“Yakin?” goda Geya membuat Seyla muak dan melempar kesal laptopnya ke arah Geya.

“GANGGU LO BANGSAT!”

Geya tertawa puas karena berhasil membuat adek Figo itu kesal. “Selow dong. Makin jelek lo ah.”

Dengan kejam Seyla berkata, “Mending jelek daripada jiwa perek kayak lo!”

“Hahaha emang kenapa kalo gue perek? Kakak lo aja mau tidur sama gue.”

“B-A ba C-O-T bacot!”

“Yuk lah keluar, kita belanja bareng,” ajak Geya seraya mengelus rambut coklat milik Seyla.

Seyla tentu saja menepis kasar tangan Geya. “Mana mungkin Kak Igo ngijinin.”

“Apa sih yang kakak Lo gak bolehin kalo gua yang ijin?”

“Najis!”

Geya lagi-lagi tertawa, sudah ia katakan bukan kalau membuat Seyla kesal adalah suatu kesenangan tersendiri bagi Geya. “Kakak lo yang nyuruh gue ngajak lo. Kapan lagi kan dia ngijinin lo keluar, mending pikir pikir lagi deh kalau mau nolak ajakan gue.”

Seyla terdiam, tumben sekali Figo mengijinkannya keluar. Apalagi mereka habis cekcok, mana mungkin Figo sebaik itu?

“Bener?”

“Iya lah bego, ngapain gua boong.” Geya menutup laptop yang tadi Seyla lempar padanya. Lalu meletakkan kembali ke atas nakas.

“Sana siap-siap, bentar lagi kita jalan,” suruhnya. Geya tahu Seyla pasti sangat kesepian karena terus berada di rumah.

“Kalo kak Igo marah, gua matiin lo ya sialan!”

***

Seyla menuruni tangga lalu duduk di meja makan. Di sana sudah ada Figo dan Geya, Seyla menatap sinis ke arah Geya yang ikut duduk di kursi makan ini.

“Ngapain lo disini? Lancang banget main duduk,” cibir Seyla. Entahlah, hanya sekedar melihat pelacur kakaknya itu saja sudah berhasil membuat darahnya mendidih, padahal Geya baik padanya, walaupun wanita itu menyebalkan.

“Kenapa? Lo takut gue rebut kakak Lo?” goda Geya yang semakin membuat Seyla kesal.

“Pelacur gak tau diri,” umpatnya pelan.

“Ngomong apa?” Figo menatap Seyla datar. Memang, ia membiarkan adeknya ini berbicara kasar pada siapapun, tapi tidak saat di depannya.

“Sey gak ngomong sama kak Igo,” ketusnya.

“Umur lo berapa sih? Lo bukan anak-anak lagi Seyla. Jangan buat gaduh yang kekanakan kaya gini.”

“Kok kak Igo bela dia?! Biasanya kak Igo biasa aja tuh kalo Sey ngatain Geya.” Seyla menatap heran kakaknya itu. “Kak Igo juga belum minta maaf sama Seyla.”

Figo terkekeh pelan, lelaki itu menyuapkan makan malamnya. “Ngapain minta maaf?”

“Ihhh ngeselin!” pekiknya gadis itu lalu memakan makan malamnya.

“Lo gak makan?” tanya Figo pada Geya yang hanya memainkan ponselnya tanpa menyentuh makanan.

“Aku diet go,” jawab wanita itu tanpa menatap sang lawan bicara.

“Ngapain diet? Badan Lo udah bagus montok gini.” tangan Figo dengan gemas meremas payudara Geya membuat gadis itu sedikit terpekik.

Seyla memutar bola matanya malas. “Plis deh ya, ada gue disini.”

“Mau juga?” goda Figo membuat Seyla tersedak. “Gila ya kak Igo!”

Figo tertawa pelan lalu menatap Geya kembali. “Makan sana, mau berangkat sekarang apa besok?”

“Maunya sih sekarang, tapi kayanya udah kemaleman juga.”

Figo menyiapkan makanan Geya. Nasi dengan ayam Laos diatasnya. “Makan!”

“Ihhh,” rengek wanita itu. Perlakuan keduanya membuat Seyla heran sendiri.

“Spesial banget ya lo,” sindir Seyla dengan mata menatap keduanya malas.

“Sey,” tegur Figo.

“Kak Igo kenapa sih? Aneh banget.” Seyla menatap Figo dan Geya penuh selidik. “Kalian pacaran?”

Keduanya sama sama diam. Figo yang malas menanggapi dan Geya yang tidak tau ingin menjawab apa. “Fix kalian pacaran!” tuduh Seyla setengah teriak.

“Kak Igo gak bisa cari cewe yang baik dikit apa? Masa mau sama modelan Tante girang gini,” sinis Seyla yang mendapat tatapan sebal dari Geya.

“Emang kenapa kalo gue kaya tante-tante? Emang lo? Muka lo buluk tuh perlu dibasuh. Lo iri kan gara-gara gak boleh pake makeup sama Figo?!”

“Heh! gue mau pake make up atau engga pun tetep cakep. Beda sama Lo. Lo mah kalo dempul sekilo dimuka Lo itu dihapus ya gak beda lah sama kambing kurang conge!”

“Sok cakep lo sialan. Kakak lo aja mau sama gua.”

“Oh jadi beneran pacaran? Gila ya kalian. Cocok sih, brengsek sama pelacur.”

“Apaan sih Sey!” sentak Figo.

“Lagian mau gua sama siapa juga bukan urusan lo.” Seyla menatap Figo sedikit kecewa. “Oh iya lupa, gue kan bukan siapa-siapa lo, gue cuma benalu dihidup lo!”

“Shut up! Masuk kamar sekarang!”

“Kak Igo selalu ikut campur semua urusan Sey, kak Igo juga selalu nakutin semua cowo yang Deket sama Sey. Terus kenapa kak Igo marah kalo Seyla urusin kak Igo juga?!”

Figo menatap tajam Seyla. “MASUK KAMAR!”

“Kak Igo egois!” Seyla menatap Geya sinis. “Sampe kapanpun yang namanya pelacur tetep pelacur. Gak usah sok paling penting deh Lo! Lo itu cuma butuh waktu buat dibuang sama kakak gue!”

“Bangsat!” umpat Figo lalu menarik kasar tangan Seyla menuju kamar.

“Gak ada yang namanya keluar! Gak ada juga belanja. Gue heran, sekali aja jadi penurut bisa gak?!"

Seyla menutup telinganya dengan kedua tangan. “Kalo kak igo masih mau marah-marah, keluar dari kamar Sey sekarang!” teriaknya.

Figo sudah kehabisan cara untuk mengatur Seyla, ia keluar dari kamar Sey tanpa menghiraukan Seyla yang saat ini kecewa. “Perek sialan!”

Dunia SeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang