Awal mula

297 16 3
                                    

Seyla menatap ke arah jendela sambil sesekali menghisap nikotin di jarinya. Pikirannya kalut,  bagaimana bisa kakaknya itu bermain perasaan dengan salah satu pelacurnya. Sangat tidak higienis.

“Tapi kalo dipikir-pikir itu perek baik juga.” Sey mengangguk-anggukkan kepala saat mengingat geya yang sering membelanya di depan Figo.

“Ahh gak jadi keluar deh, mulut bego mulut bego!” teriak gadis itu sambil memukul-mukul mulutnya.

Sekolah sedang libur, dan sekarang ia gabut di rumah. Kalau saja hari ini sekolah, ia bisa mengambil kesempatan bolos bersama kedua curutnya. Eh tapi mereka tidak asik, pasti Cepu ke Figo.

Dengan langkah malas, ia keluar kamar dan mencoba mencari kegiatan. “Nasib jadi tawanan. Kaya orang bego ngalor ngidul gajelas,” umpatnya.

Terlihat ada beberapa pelacur yang duduk menunggu pelanggan. Sey menghela nafas malas. “Lagi nungguin gadun ya?” tanyanya dengan nada remeh.

Siska, salah satu pelacur itu menjawab. “Lagi nunggu duit berjalan nihh...” Sey berdecih. 

“Ewe terus sampe lower. Udah tua bukannya tobat juga.” mereka tertawa, itu umpatan tapi bagi mereka adalah candaan menjijikkan.

“Kapan Lo gabung? Gue denger Lo mau dijual sama yang paling kaya di sini.”

Seyla melotot “Najis! Cukup rumah gue aja yang menjijikkan. Sisanya jangan.”

“Kali aja orang yang katanya pengen bebas, dibebasin beneran.” mereka tertawa saat Sey meninggalkan tempat dengan misuh-misuh.

“Gak ada privasinya banget ini rumah. Kesana kesini ketemunya musang birahi,” umpatnya.

Dari arah berlawanan ada Geya yang berjalan dengan beberapa paperbag ditangannya. “Halo calon adik ipar. Gue abis ngabisin duit kakak Lo nih,” pamer wanita itu.

Sey memutarkan mata malas. “Duit haram dibanggain. Tuh gadun Lo nungguin giliran. Sana gih jual diri biar bisa makan.” Seyla menatap iri Geya yang sengaja memamerkan hasil belanjanya.

“Kakak Lo kan yang dimaksud? Tenang aja gue bahkan bisa biayain makan Lo seumur hidup pake uang hasil ewean kakak lo.” geya tertawa puas melihat Sey makin emosi.

“Bangsat!” Sey berpose ingin mencakar Geya sebelum melihat Figo yang jalan ke arah mereka.

Sey langsung memasang muka sedih. “Liat deh kak igo, PEREK kak igo resek.” Seyla menekan kata perek.

Figo menghela napas malas. Ia menarik tangan Geya meninggalkan Sey tanpa menghiraukan aduan gadis itu. “Brengsek,” maki Seyla.

Geya yang melihat itu tertawa mengejek. “Kayaknya beneran kakak Lo gue rebut deh Sey. Siap-siap aja lo.”

“Geya siallan! Jangan sok asik deh Lo. Jablay gapunya otak!”

Seyla menutup mulutnya dengan tangan saat Figo menghentikan langkahnya. “Ngomong apa Lo?”

Sey menggeleng. Mendadak hatinya sakit memikirkan kakaknya yang terlihat tidak peduli lagi padanya, bahkan pagi ini tidak ada sapaan baik. “Terserah kak igo mau ngapain aja, Sey gak ikut campur.”

Figo menghela nafas, dari ucapan Sey membuatnya merasa bersalah. “Gue didik Lo buat jadi lebih baik dari gue. Bukan malah denger Lo ngomong sekotor itu.”

Seyla tersenyum sinis. “Iya deh si paling baik. Gak usah munafik deh kak igo. Katanya kak igo mau jual Seyla? Itu yang katanya mau Sey jadi lebih baik?”

Seyla berbalik hendak meninggalkan keduanya. “Kakak mana yang tega nelanjangin adeknya sendiri?” ucap Sey menekankan kata menelanjangi.

Figo lagi lagi menghela nafas. Sedikit sakit hati dengan ucapan Sey namun teralihkan dengan usapan Geya di dadanya. “Aku tau, sakit kan?”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 7 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dunia SeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang