Kasar

979 24 0
                                    

Hanya butuh waktu beberapa menit saja untuk Geya datang ke tempat yang Figo maksud. Sebuah apartemen yang isinya bukan layaknya rumah untuk berpulang. Apartemen itu lebih terlihat seperti club' khusus untuk dugem.

Ada beberapa rekan Figo di sana. Tentu saja mereka bukan orang sembarangan, style mereka brended tapi tidak norak. Apalagi tampang mereka yang tidak bisa dibilang jelek, membuat Geya kegirangan ingin segera menjadi pelacur yang baik.

Seperti biasa, Geya memasang senyum menggoda ke arah beberapa pria di sana. Beberapa hanya menatapnya datar, ada juga yang sudah tidak sabar ingin menuntaskan hasratnya pada wanita sexy itu.

"Lama," cetus Figo saat Geya sudah berdiri di hadapannya yang saat ini duduk di sebuah sofa single.

"Jakarta macet ih," ucapnya manja, wanita itu bahkan dengan berani duduk di paha Figo. "Mana iPhonenya?"

Figo menunjuk ke arah meja dengan dagu. "Gak gratis. Puasin temen-temen gue," perintah Figo yang diangguki oleh Geya.

Inilah pekerjaan wanita berumur dua puluh tahun itu. Bersenang-senang dan mendapat banyak uang. "Dengan senang hati," jawab Geya lalu mulai menyerahkan dirinya pada keenam teman Figo.

***

"Dimana?"

Seyla mendengus malas. "Kak Igo gak perlu tau."

"Pulang atau gue seret," ancam Figo dari seberang sana.

"Sukanya ngancem ih, orang Sey cuma ke mall."

"Sama?"

"Dua curut."

Figo menghela napas pelan. "Kasih handphonenya ke Rafa."

Seyla menurut, gadis itu segera menyodorkan ponsel ke arah Rafa yang menatap gadis itu sinis. "Gua lagi," gumamnya.

"Iya bang?"

"Bawa dia pulang."

"Lo kan tau gimana keras kepalanya adek lo ini. Gue males debat," jawabnya acuh.

"Bawa pulang atau jangan temui Seyla lagi."

Rafa mencibir tanpa suara. "Iye iye nih pulang nih."

Tanpa mengucapkan apa apa lagi, Figo memutuskan panggilannya sepihak. "Untung Abang lo Sey," ucap Rafa seraya mengusap dadanya.

"Males banget sama Kak Igo," keluh Sey saat Deta menarik tangannya paksa keluar dari mall tersebut.

***

"Udah gua bilang kalo abis sekolah langsung pulang. Budek kuping lo?!" teriakan Figo membuat Seyla menghela napas malas.

"Sampai kapan kak Igo giniin Sey?! Seyla capek diatur-atur kak Igo." gadis ini mengganti seragam sekolahnya dengan dress rumahan tepat di depan Figo.

"Cewek sialan," umpat Figo yang kesal mendengar bantahan gadis itu.

"Bawel banget perasaan ih! Pusing Sey dengernya." Seyla berjalan keluar kamar tanpa mengindahkan Figo yang menatapnya tajam.

"Seyla!" bentak lelaki itu. Huh! Sungguh melelahkan memang mengatur Seyla ini.

"Duduk atau habis lo sama gua!"

Figo menggeram saat Seyla tetap keluar kamar dan membanting pintu dengan keras.

Dengan geram lelaki itu mengikuti Seyla dan menarik ujung rambut panjang gadis itu kuat. "Cewek anjing!" makinya keras, bahkan suara itu membuat beberapa pelacur Figo memfokuskan perhatian pada mereka.

"AKHH! Kak Igo sakit!"

"Nurut kenapa sih bangsat!" Ia menyeret paksa gadis itu dengan tangan masih menjambak kasar Surai kecoklatan Seyla menuju kamar.

"Tolol!" umpatnya lalu menghempas tubuh kecil Seyla ke kasur.

"Aww sakit!" teriak Seyla dengan tangan mengusak rambutnya yang terasa perih.

"Gue belum selesai ngomong, tolol! Lo emang harus dikasarin ya. Mau gue kurung lo dikamar?! Hah?! Gak usah keluar. Ngangkang aja Lo di depan gua!"

Seyla membelalakkan matanya saat mendengar ucapan penuh pelecehan kakaknya. "GUA ADEK LO, BRENGSEK!"

PLAK!

"Masih mau ngomong kasar? Hm?"

Seyla menunduk, memegang pipinya yang terasa kebas. Sungguh, ini bukan pertama kalinya Figo berlaku kasar padanya. Tapi, tetap saja ada rasa sesak tersendiri saat menerima kekerasan ini kembali.

"Disini gue yang pegang kendali lo. Semakin dibiarin semakin ngelunjak. Mau lo apa?"

Gadis itu mulai terisak pelan, sangat menyebalkan saat berada di situasi ini. Mau melawan pun ia tak ada nyali.

"Kalo gini bisanya nangis. Lo ngotak nggak sih berani teriak depan gua?! Kalau bukan karena gua yang iba sama lo, hidup lo udah hancur sekarang!"

"Cewek gak tau diri."

Seyla meringkuk seraya menangis. Memang benar, harusnya ia sadar diri jika ia hanya benalu di hidup Figo. Jika tidak ada lelaki itu mungkin Seyla sudah tidak ada di dunia ini.

Tapi, tidak bisakah Figo menegurnya baik-baik?

Setelah mengucapkan kalimat menyakitkan itu, Figo keluar kamar meningggalkan Seyla yang masih menangis.

***

BRAK!

"Bangsat!" Figo melempar asal ponsel apel tergigit keluaran terbaru miliknya. Ia sangat kesal, demi tuhan ia tidak ada niat sedikit pun untuk membuat Seyla menangis. Namun lagi dan lagi ia menghianati ucapannya sendiri.

Lelaki itu mendudukkan diri di sofa. Walaupun di sana ada banyak pelacur, namun Figo selalu mencari pelacur yang berkualitas. Mereka tidak akan berani menggoda Figo jika bukan lelaki itu yang menginginkannya.

"Kenapa Go?" tanya Vian saat melihat wajah penuh amarah sahabatnya.

"Seyla?" Figo mengangguk, menyetujui jika sumber frustasinya kali ini adalah Seyla.

"Gak habis pikir gua sama tuh anak. Semakin dibiarin makin ngelunjak."

"Lagian lo aneh. Adek lo itu masih remaja Go, dia butuh kebebasan. Bukan malah lo kurung kaya gini." Vian menghisap rokoknya seraya meremas buah dada salah satu pelacur sewaannya.

Figo menghela napas lalu menarik Geya untuk duduk di pangkuannya. "Itu juga demi kebaikan dia. Gue bukan cowo baik-baik, takut kalo Sey yang kena karma."

Lelaki itu mulai menciumi leher Geya, membuat wanita itu menahan desahannya. "Habis dipake siapa?" tanya Figo dengan nada suara yang mulai memberat. Lelaki itu dapat mencium aroma jahannam di tubuh Geya.

"Habis gua pake," jawab Vian. Lelaki itu menghela napas, "Terlalu montok sampe gue gabisa lewatin. Sorry gak ijin."

"Gua gak suka bekas. Bersihin diri lo dulu, dan masuk ke kamar gue," perintah Figo yang langsung dituruti oleh Geya.

Tbc!

Dunia SeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang