01

6K 425 27
                                    

"Assalamualaikum Buna, Asa pulang!" teriak Asa yang baru saja menapaki mansionnya. Sambil berlari ke dalam.

"Wa'alaikumussalam, ya ampun Sa, jangan teriak-teriak dong nak, Buna pasti denger suara kamu kok," ujar Anindita sembari tergopoh menghampiri anak bungsunya yang baru pulang dari sekolah.

"Kangen Buna," cicitnya, memeluk Anindita, sebatas perut. Karena Asa memang setinggi itu. Anindita terkekeh, hilang sudah acara mau mengomeli Asa. Asa putra bungsunya ini, memang sangat manja dan menempel kepadanya. Sampai-sampai meninggalkan Anindita untuk sekolah saja, Asa sudah rindu. Membuat Anindita merasa bahagia karena hal-hal kecil yang Asa berikan.

"Anak Buna gemesin banget si," kata Anindita yang langsung menghujani pipi Asa dengan ciuman.

"Sekarang Asa ganti baju ya, mau Buna bantu, atau Mas Bian yang bantu?"

Asa memiringkan kepalanya, lucu. "Mas Bian ada di lumah?" tanyanya dengan wajah polosnya. Asa hanya sedikit heran, pasalnya Mas nya itu seorang aktor remaja yang banyak dikagumi oleh orang-orang luaran sana. Dan sangat jarang, di jam segini ada di rumah.

Anindita tersenyum sembari mengangguk. "Ada di kamarnya, sana samperin." Asa tersenyum sembari mengangguk. "Buna, Asa ke sana dulu ya."

Cup

Bibir Asa mendarat di pipi mulus Anindita, Buna nya. Anindita dibuat geleng-geleng oleh Asa, putra manisnya. Putra bungsunya itu terlahir sedikit berbeda dengan yang lain, namun istimewa buat mereka semua.

Sesampainya di depan kamar Bian, kakak sulungnya. Asa tidak langsung ke dalam, melainkan memandangi pintu kamar Bian yang menjulang tinggi. Biasalah Asa tuh anaknya random banget, dan suka penasaran.

Tok...tok

"Mas Bian," panggil Asa dengan mengetuk pintu kamar Bian.

Dikamar dengan nuansa yang elegan ini, ada seorang pemuda yang sedang sibuk dengan laptopnya. Pemuda itu adalah Bian, Biantara. Bian sedang membaca sinopsis film series yang akan ia bintangi. Dan akan mulai syuting minggu depan. Di saat ia sibuk membaca, tiba-tiba ada suara ketukan pintu kamarnya, dan dengan suara kecil. Bian tersenyum, ia sudah bisa menebak siapa sosok diluar kamarnya itu. Langsung saja Bian berjalan menuju pintu.

Kriet

Pintu terbuka. Dan terlihat lah sosok kecil menggemaskan disana.

"Mas Bian!" seru Asa dengan merentangkan kedua tangannya. Mengode Bian agar menggendongnya.

Bian terkekeh, sudah mengetahui kebiasaan Asa kecil. Bian membawakan Asa ke dalam gendongannya ala koala.

"Kangen ya sama Mas?" tanya Bian.

"Umm," mendusel-dusel kan kepalanya ke ceruk leher Bian. Dan memeluk Bian erat, Ada sungguh rindu Mas Bian nya ini. Sudah hampir satu minggu mereka tidak bertemu, karena Bian yang sangat sibuk.

Sore harinya, semua anggota keluarga Lewis telah pulang ke mansion. Dan melanjutkan aktivitasnya masing-masing di rumah. Anindita sibuk memasak untuk makan malam di dapur, dengan menggunakan ampron merah mudanya. Namun ditengah-tengah aktivitasnya, ia baru sadar jika putra bungsunya tadi pamit untuk pergi bermain skuter di taman kompleks. Dan sepertinya belum pulang, padahal hari akan berganti malam. Ia pun bergegas untuk meminta salah satu putra nya untuk menyusul Asa.

Tap...tap...tap

Terdengar suara sebuah langkah menuruni anak tangga. Yang tak lain adalah Satya.

"Kamu kenapa Nin, kok kayak orang kebingungan?" tanya Satya, sang kepala keluarga.

"Eh iya Mas, ini loh aku mau minta tolong anak-anak buat nyariin Asa. Soalnya Asa belum pulang dari main." Jawab Anindita panjang lebar.

Pantesan sedari pulang tadi, Satya tidak melihat putra kecilnya itu. Ternyata pergi main.

"Biar aku saja yang nyu—

"BUNA! HUWAAAAA HIKS HUWAAA DADDY HIKS TOLONGIN ASA."

Suara tangisan menggelenggar di ambang pintu ruang tamu. Membuat Anindita dan Satya tersentak dan langsung berlari ke sumber suara. Betapa terkejutnya mereka berdua saat sampai di sana. Disana, ada sosok kecil yang sedang berdiri dengan badan yang penuh dengan lumpur hitam semua.

"Asa, ini kamu nak?" tanya Anindita memastikan. Ragu terhadap sosok dihadapannya.

Satya menatap istrinya bingung, bisa-bisanya bicara seperti itu. "Iya-iya ini anak kita Nin, si Asa."

"Huwaaa Buna jahat! hiks hiks." Asa menangis lagi dengan keras. Hingga membuat para kakak-kakaknya keluar dari kamar mereka.

"Pmmmmfftt hahahaha ya ampun Asa, kamu habis ngapain dek?" Segaf tak bisa menahan tawanya kala melihat keadaan Asa yang mengenaskan, tapi terlihat lucu. Begitu juga dengan yang lain, adiknya terlihat sangat lucu. Sepertinya Asa habis terjebur di got.

"Ya ampun anak Buna kok bisa gini si sayang, ayok Buna mandiin kamu biar bersih, maafin Buna nak," kata Anin sembari mendekati Asa.

Asa sesenggukan, lalu tangannya ia biarkan digandeng oleh sang Buna. Anindita menuntun Asa pergi ke kamar mandi bawah, yang dekat. Soalnya memang sekarang ini tubuh Asa benar-benar kotor, dipenuhi lumpur hitam. Sampai-sampai Anindita ragu jika itu putranya.

°°LEWIS FAMILY°°

Hari minggu telah tiba, membuat keluarga Lewis menghabiskan waktu pekannya dengan berkumpul bersama keluarga. Mereka memanfaatkan waktu luang mereka dengan anggota keluarga, karena bagi mereka, tempat ternyaman adalah 'rumah.'

Pagi ini, ke tujuh kakak beradik ini sedang berkumpul di taman mansion belakang. Menikmati sejuknya udara pagi ini, dengan suara kicauan burung yang terdengar merdu.

Asa menikmati susu rasa coklatnya, di pangkuan Wirya. Sembari menyandarkan kepalanya di dada bidang Wirya menikmati elusan kepalanya, yang terasa sangat nyaman.

"Abang Segaf~ " rengek Asa, saat Segaf terus-terusan mengganggu dirinya yang menoel noel pipinya.

"Menurut kalian kesibukan apa yang cocok buat hari ini?" tanya Jingga kepada lainnya. Semuanya tampak berfikir, termasuk si bontot.

"Gimana kalau hari ini kita shopping aja?" usul Segaf. Semuanya tampak menimang sebentar.

"Kayaknya cocok, lagi pula emang ada beberapa barang yang harus dibeli," jawab Mahes.

"Beli main-main boleh?" tanya Asa dengan puppy eyes. Semuanya tersenyum gemas melihat tingkah Asa.

"Boleh dong, kan abang Segaf yang bayarin." Jawab Gara, dan mendapat tatapan tajam dari Segaf.

"Enak aja! lo lah yang bayarin!" katanya tidak terima.

"Nggak ya! katanya lo punya duit banyak, ya lo lah!"

"Gantian lo, Asa kan juga adik lo bang!"

Semuanya hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah mereka berdua yang memang selalu bertengkar. Berbeda dengan Asa, mendengar suara teriakan yang saling bersautan membuat dadanya tiba-tiba terasa seperti ditusuk-tusuk.

"Asa, kenapa?" tanya Wirya yang menyadari genggaman tangan mungil itu erat.

"Hiks sakit dada Asa hiks sakit." Asa menangis meraung. Membuat perdebatan berhenti dalam sekejap, dan terganti oleh tatapan khawatir.

TBC

Jangan lupa beri dukungan cerita ini ya! Pliss help me! Hargai usaha ku!

Kudus, 23 Mei 2022
















Lewis Family Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang