05

3.1K 309 14
                                    

Hari ini kelas Asa mengadakan ulangan dadakan, membuat murid-murid kecil disana kelimpungan. Namun Asa kecil, tampak tidak bersemangat, Asa menyembunyikan wajahnya di lipatan tangannya yang berada di meja. Ringisan demi ringisan keluar perlahan, saat kepala belakangnya terasa sangat sakit.

"Asa your okay?" tanya Arka menoel-noel lengan Asa. Biasanya Asa selalu bersemangat ketika ada ulangan, tapi kali ini berbeda.

Asa menoleh ke Arka, dengan posisi yang sama. "Kepala ku sakit Alka," katanya pelan.

Arka memiringkan kepalanya, lalu menyentuh dahi Asa. Dan seketika ia menarik tangannya, kala hawa panas menguar. Arka berlari menuju ke depan. Hal itu membuat Asa bingung, kenapa Arka seperti ketakutan.

"Bu guru, Asa sakit Bu, badannya panas banget kayak api." Bocah berusia genap delapan tahun itu mengadu kepada guru yang sedang mengajar.

Guru bernamtag Dea itu melihat ke arah bangku Asa. Terlihat Asa, muridnya yang tampak lemas dan lesu. Bu Dea lantas berjalan mendekat, bersama Arka juga.

"Asa sakit sayang?" tanya Bu Dea mengusap pipi Asa yang panas.

Asa menatap sang guru mengangguk, lalu mengangguk lemah. "Mau pu-lang," cicitnya dengan mata berkaca-kaca.

Bu Dea mengangguk, "Yaudah yuk ibu bantu menemui sus Ana." Bu Dea memapah Asa yang lemas itu ke ruangan khusus baby sitter yang menunggui para majikan mereka.

Di sekolah Asa yang sangat elit ini, tersedia ruangan khusus untuk para baby sitter menunggui majikan kecil mereka. Dimana nantinya di sana para baby sitter berkumpul.

Sesampainya di mansion, Sus Ana sedikit berjalan tergesa dengan menggendong Asa ala koala. Masuk ke dalam. Suhu badan Asa sepertinya di atas rata-rata, membuatnya sangat khawatir.

Anindita sedang bersantai di sofa depan televisi. Menikmati acara televisi pagi ini, yang menayangkan drama kesukaannya. Dengan beberapa camilan di meja. Namun, tak lama kemudian, ketenangannya terusik saat ada seseorang masuk dengan tergesa. Dan ternyata adalah sus Ana.

"Loh sus, Asa kok udah pulang?" Anindita tampak bingung.

"Nyonya, badan den Asa panas banget nyonya, terus tadi di mobil sempat muntah-muntah." Mendengar penjelasan Ana, Anindita langsung mengambil alih putra kecilnya.

Anindita terkejut saat mengetahui suhu tubuh putranya. Dirinya segera membawa putranya ke kamar, dan memperingatkan kepada maid nya untuk membawa kompresan, serta menelepon dokter Andi. Dokter keluarga Lewis.

Sesampainya di kamar Ada, Anindita membaringkan putranya dengan hati-hati, lalu menyelimuti tubuh putranya yang menggigil. Tak lupa Sus Ana membuka sepatu serta kaos kaki Asa.

"Di-ngin Bu-na." Racau Asa.

"Bentar ya nak, dokter sedang perjalanan ke sini." Anindita sangat khawatir sekarang, namun ia sebisa mungkin menguasai dirinya.

'Ishhh'

"Mana yang sakit nak? bilang Buna?" tanya Anindita kala mendengar ringisan dari mulut kecil Asa.

"Ke-pala Asa ssakit Buna hiks...hiks." Asa menangis dalam mengadu, kepala belakangnya kembali berdenyut membuat seluruh tubuhnya mati rasa.

"Sus Ana, tolong hubungi suami saya, bilang Asa sakit suruh pulang," titah Anin. Karena Anin sibuk menenangkan putranya dengan memijat kepala Asa.

Sus Ana mengangguk, lalu segera melaksanakan perintah nyonya besarnya.

Tak lama kemudian, dokter Andi datang dan dengan cepat memeriksa keadaan Asa. Karena anak itu tampak memberontak kesakitan.

Lewis Family Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang