Menjadikan Isu Sosial Sebagai Ide Cerita

133 14 2
                                    

Selamat malam semuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat malam semuanya. Selamat malam. Perkenalkan saya Adrindia Ryandisza. Biasa dipanggil Adrin. Jadi, silakan senyamannya saja memanggil saya Adrin atau menggunakan Kak. Kesibukannya selain menulis juga seorang editor di platform Gramedia Writing Project.

[Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak OCI atas kesempatannya untuk saya bisa gabung bersama teman-teman. Di sini saya harap kita sama-sama sharing dan sama-sama belajar, ya. Jadi, kita diskusi saja ya!

Pertama, saya ingin bercerita lebih dulu kenapa saya tertarik untuk menjadikan isu sosial sebagai ide cerita. Karya teranyar saya berjudul Ours yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama berangkat dari rentetan pertanyaan yang tiada akhir saat acara keluarga besar.

A datang ke acara keluarga → “Kapan bawa pacarnya?”

A datang ke acara keluarga bersama pacar → “”Kapan nikah?”

A datang ke acara keluarga bersama pasangan → “Kapan punya anak?”

A datang ke acara keluarga bersama pasangan dan satu anak → “Kapan ngasih adik buat kakaknya?” (Bonus: jahitan belum kering sudah ditanya, lol).

Pertanyaan ini sebenarnya memang basa-basi dan bisa dijawab sekenanya saja (jangan sampai sok savage jatuhnya malah jadi tidak sopan, ya). Namun, tidak dapat dimungkiri kalau pertanyaan ini memang bikin dongkol banget. Dari situ saya tercetus ide: bagaimana kalau pasangan itu memang sengaja tidak mau punya anak? Mau gonjang-ganjing bagaimana nih keluarga?

Padahal, childfree ini sebenarnya sesuatu yang umum kalau di luar negeri. Saya menulis isu ini bukan sebagai campaign childfree (saya punya anak, kok. Meski cukup satu), tapi lebih ke tetap menghargai keputusan orang dalam berumah tangga. Berbeda bukan berarti salah (apa pun keyakinan masing-masingnya). Pro dan kontranya saya jabarkan sebagai bahan renungan. Dan, lebih memperlihatkan apa yang perlu didiskusikan kedua orang sebelum akan menikah. Kayak hubungan sama keluarganya (melihat bagaimana pasangan memperlakukan anggota keluarganya). Ada utang atau tidak. Riwayat kesehatan. Tinggalnya nanti di mana. Punya anak? Kalau iya, mau berapa. Visi dan misinya bagaimana. Ribet? Memang.

Namanya juga maunya pernikahan dilakukan sekali dalam seumur hidup, kan? 

Dari situ apakah terlihat kenapa isu sosial ini begitu menarik untuk dijadikan cerita? RELATABLE. Alias “Ih, ini yang gue pikirin! Ini yang gue alamin!”. Pembaca akan jauh lebih merasa dekat dengan cerita yang kita buat. Selain itu, bisa juga meningkatkan ‘awareness’. Dan, kita sebagai penulis juga bisa numpang curcol (hehe). 

Apa saja, sih, isu sosial yang terjadi di Indonesia? (Sebenarnya bisa nanya ke Mbah Google, ini saya sharing hasil pencariannya)
Menurut https://ajaib.co.id/contoh-masalah-sosial-di-tahun-2020-dan-solusinya/ :
1. Tingginya Penyakit Menular
2. Kemiskinan
3. Pendidikan yang Rendah
4. Modernisasi
5. Pengangguran
6. Kesenjangan Hukum
7. Korupsi
8. Pertikaian
9. Konflik Sosial Antar Kelompok
10. Kenakalan Remaja

Berikut ide dasarnya dan bisa disesuaikan dengan ‘inti cerita’: satu tokoh yang menginginkan/membutuhkan satu hal, tetapi terhambat dan bagaimana cara menyelesaikannya.  Selain itu, bisa juga disesuaikan dengan genre cerita yang diminati.

Dos and don'ts menggunakan isu sosial sebagai ide cerita:
Dos:
1. Menulis tema yang memang kamu sukai dan dekat.
Hal ini diharapkan agar kamu lebih mudah menggarap naskah. Kalau prosesnya tidak menyenangkan buat penulisnya, bagaimana pembaca juga bisa ikut menikmati?
2. Riset
Riset penting banget agar cerita kita itu reliable/dapat dipercaya. Ada beberapa cerita yang bisa riset menggunakan internet. Namun, kalau membutuhkan ahli (isu yang digarap berupa psikologi, dll), lebih baik mencari narasumbernya.
3. Menulis senyamannya.
Melihat banyak sekali teknik penulisan, ada Save The Cat dll. Pilihlah yang paling nyaman buat kamu. Mau nantinya PoV 1 ataupun Pov 3, sebagaimana kebutuhan cerita.

Don’ts:
1. Info dumping.
Jadi, karena kita sudah riset banyak dan butuh usaha juga waktu, kita malah masukin semua informasi. Kita tetap pilih-pilih mana informasi yang menggerakkan cerita.
2. Menggurui
Bagaimana caranya bikin cerita tanpa kesan menggurui? Fokus dengan perkembangan tokoh dalam cerita. Lebih showing dibandingkan telling. Memperlihatkan apa yang berubah dalam kehidupan tokoh utama. Biar pembaca yang menarik kesimpulan sendiri.
3. Tidak fokus
Sebenarnya tidak apa-apa kalau ingin mengangkat lebih dari satu tema dalam ceritanya. Hanya saja sesuaikan saja porsinya dan sesuai kebutuhan untuk menggerakkan cerita. Jangan malah meleber ke mana-mana karena ingin membahas banyak tema dan membuat pembaca bingung sebenarnya penulis ingin menceritakan apa.

Kurang lebih sekian sharing saya. Terima kasih.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 24, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kelas Literasi OnlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang