Memilih Segmem Pembaca Untuk Ceritamu

89 9 0
                                    

Halo semuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halo semuanya. Salam kenal. Kalo pengenalan diri, yah beginilah saya: penulis yang nulis pas lagi sempat saja.

Di awal tahun ini baru saja nerbitin novel Marriage With Benefits di Grasindo.

Selebihnya tentang daftar cerita/novel yang pernah saya tulis bisa dicari di Goodreads dengan nama pena Handi Namire atau Zachira/Zachira Indah.

Ini grupnya dikunci dulu ya?

Materiku singkat, karena bikinnya dadakan #heh.

Aku buka peluang diskusi aja biar semuanya belajar.

Oke sip, langsung dimulai aja kalo gitu

Menentukan Segmen Pembaca Novel Kita

Kalian baru mulai nulis atau sudah lama nulis tapi masih nggak paham akan menargetkan segmen pembaca yang mana? Menentukan segmen itu seru-seru ribet meskin bukan peer yang gimana-gimana. Tentu, tugas penulis ya nulis, tapi tanpa ada pandangan jelas tentang segmen, kayak jalan di jalanan aspal tapi gelap. Mulus sih mulus jalannya, tapi jadi nggak bisa lihat apa yang bisa kita temukan sepanjang perjalanan.

Menentukan segmen ini erat kaitannya supaya novel kalian lebih mudah dikenal dan menjangkau pembaca.

Kenapa penentuan segmen pembaca jadi penting?

1. Supaya penulis memahami kapasitasnya

2. Lebih cepat pembaca menemukan cerita kita

3. Lebih mudah menembus penerbit mayor

4. Lebih fokus saat menulis

5. Menjadikan penulis setia pada satu genre dan segmen.

Nah saya jelaskan satu per satu.

1. Supaya penulis memahami kapasitasnya

Segmen ini berkaitan erat dengan genre juga. Biasanya kalau kalian menulis dengan sudah menemukan genre yang dimau akan lebih mudah memperkirakan segmen pembaca mana yang akan menerima tulisanmu. Tapi sebelum lanjut, pastiin dulu kamu menyadari kapasitasmu sendiri sebagai penulis:

Misal: penulis dewasa bisa menulis cerita anak-anak, tapi sebaliknya penulis anak-anak (atau belum dewasa) sebaiknya tidak menulis cerita dewasa.

Bukan nggak boleh, tapi sebaiknya tunggu sampai usia kamu cukup dewasa buat menuliskan konflik yang belum kamu alami. Karena sejatinya sebuah cerita yang baik itu believable. Mampu meyakinkan pembaca seolah-olah pembaca mengalaminya sendiri, mengamini ceritamu.

Dan ini sulit kalau penulisnya belum memahami emosi orang dewasa apalagi nulisnya pake adegan dewasa :p *aduh, aduh buat para dedek-dedek, nulis dewasanya ntar ntar dulu yee... bayangin deh kalau pembaca kamu lebih dewasa dan tahu penulisnya masih kategori belum cukup umur tapi nulis tentang konflik pernikahan (dan ini kelihatan lho kalau pembaca jeli), yang ada mereka sebel karena merasa dikuliahin tentang pernikahan sama anak abege, ya nggak?

Kelas Literasi OnlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang