Reason Living

734 48 12
                                    

Cover art © hudooofu (twitter)

----------------------

Angin yang semula berhembus pelan menjadi sedikit kencang hingga Chuuya yang tengah berteduh di bawah naungan pohon hampir kehilangan topinya. Matanya menatap ke langit. Biru cerah dengan sedikit awan berarak di langit, tidak akan ada perubahan cuaca mendadak. Bagus. Karena dia tidak mau hujan turun di tempatnya sekarang. Iris yang merefleksikan biru langit itu ganti menatap sekitarnya. Deretan batu nisan. Pemakaman.

Tempat yang paling tidak dia sukai. Kesunyian pemakaman seakan membuatnya tuli, sebagus apa pun, serapi apa pun, tidak akan mengubah kenyataan pemakaman memiliki aura suram yang terus melekat. Lalu, kesedihan dan kenangan yang dibawa oleh tiap nisan yang berdiri. Dia benar-benar tidak menyukainya.

"Sayu, buketnya," panggil Misaki yang berdiri di depan batu nisan.

Sayu yang semula berteduh di sebelahnya beranjak ke tempat Misaki, sebuket bunga berada dalam dekapan anak perempuan itu. Sayangnya Sayu yang tidak fokus tidak melihat gundukan tanah kecil di depannya. Anak perempuan itu hampir terjatuh kalau satu tangan tidak mencegahnya.

"Hati-hati," ucap sosok familiar berperban yang menolong Sayu.

"Tousan sendiri tahu tidak arti kata 'hati-hati'. Kondisi tousan belum pulih tapi sudah memaksa mengunjungi makam teman tousan," marah Sayu.

Dazai tertawa pasrah, matanya terarah pada Chuuya meminta bantuan tapi Chuuya hanya memutar mata malas dan menoleh ke arah lain, sama sekali tak berniat membantu. Nampaknya masih sedikit kesal yang dia paham. Chuuya juga ingin dia pulih dulu baru mengunjungi makam Odasaku namun dia bersikeras pergi hingga Omeganya dan semua anaknya ikut untuk mengawasi. Memastikan dia tidak berbuat ceroboh yang bisa membuka luka-lukanya.

"Jangan...luka lagi," lanjut Sayu lirih sambil memegang erat jasnya.

Pelan memastikan semua lukanya tetap tertutup dan tangan kirinya tetap stabil dalam penahan kainnya, Dazai berlutut di depan Sayu. Tangannya mengusap lembut surai anak itu yang sama dengan Chuuya sedangkan manik hazelnya bertemu dengan ungu yang penuh kehidupan. Antidot yang mereka berusaha peroleh melakukan tugasnya dengan sempurna. Tidak ada lagi parasit yang menggerogoti tubuh kecil putrinya.

Dengan senyum tanpa kebohongan Dazai memberikan janjinya, "tousan akan sering luka karena pekerjaan atau perbuatan kaasan, tapi selama tidak ada yang mengancam kalian, tousan tidak akan melakukan hal yang bisa membuat tousan luka parah."

"Janji?"

Satu anggukan. "Janji. Sekarang kita berikan buketnya."

Menggandeng tangan Sayu, Dazai kembali ke depan batu nisan temannya. Alasannya kemari karena dia ingin secara langsung berdiri di depan makam mengatakan pada Odasaku bahwa tidak ada lagi ancaman besar di Yokohama, bahwa sekarang temannya itu bisa tenang di alam sana, dan akan butuh lama sampai dia bisa menyusul temannya itu. Kematian akhir dari dari semua makhluk hidup. Dia juga pada akhirnya harus bertemu dewa kematian, tapi akan dia temui saat tubuhnya sudah renta, saat usianya jauh lebih banyak dari usianya saat ini, tidak sekarang, tidak dalam waktu dekat. Sampai saat itu tiba, dewa yang akan tiap hari dia temui hanyalah wadah Arahabaki.

"Kalian tunggu di sini dengan kaasan. Ada yang ingin tousan bicarakan dengan anak itu."

Empat kepala mengangguk dan dia berjalan menuju makam baru yang terletak masih termasuk dekat dengan makam Odasaku. Dua batu nisan baru dengan seorang pemuda berdiri di depannya.

"Apa yang akan kau lakukan sekarang, Fushimi Saruhiko?" tanya Dazai.

Saruhiko menolehkan kepalanya tanpa membalik badan, menatap Dazai dari sudut bahunya. "Kalau kujawab 'berikan aku perlindungan', apa yang akan kau lakukan?"

LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang