A Song by Lantern Light

1.9K 125 6
                                    

cover art © DCALAH_mr (twitter)

I'm sorry >.< lama g di update. Jujur ini chap yang paling bikin pusing, rasanya mau di skip aja tapi g bisa, sooner or later you'll know why. Bolak-balik ditulis ulang karena dirasa gak pas mulu, giliran ada ide malah nulis fic GBF. At least finally I'm done with this chap.

Next chap harusnya gak lama (tolong garis bawah 'harusnya') karena separuh dah jadi, tapi yah....liat aja 😶 😶

---------------------------

Dazai Misaki memang terkenal dengan temperamen pendek diturunkan dari ibunya, tapi dia juga diajarkan oleh orangtuanya untuk tak sembarangan menghajar orang. Kata-kata yang selalu dia ingat baik-baik tapi...

"Rumahmu masih jauh? Mi. Sa. Ki."

Tapi ada satu orang yang segera masuk daftar pengecualian di hari dia mengenalnya. Sekuat tenaga dia mengepalkan tangan untuk tak menonjok anak yang berjalan di belakangnya. Sudah beberapa kali dia melayangkan bogem mentah yang sama sekali tak mengubah perangai anak itu dan membuatnya dalam masalah di sekolah. Chuuya sudah memberi peringatan jika dia terlibat satu masalah lagi maka tak ada acara bermain skate selama satu bulan, dan di rumah, ucapan Chuuya adalah titah yang harus dilaksanakan, bahkan ayahnya saja tak berani.

"Jangan memanggil namaku dengan cara seaneh itu!" marahnya. Paling tidak ibunya tidak melarangnya berteriak.

"Karena namamu sendiri tidak umum untuk laki-laki," jawab anak laki-laki berkacamata dengan wajah nyaris tanpa ekspresi di belakangnya.

Misaki melempar kaleng minuman di tangannya yang dihindari targetnya hanya dengan memiringkan kepala.

"Jangan sindir nama pemberian ibuku! Lagipula namamu sendiri lebih aneh, Saruhiko, apa arti namamu," Misaki mengucapkan itu hanya spontanitas, mengikuti alur, namun dari kilat aneh di balik kacamata Saruhiko, dia sudah memicu sesuatu yang tak boleh disebut.

Ada keheningan tak wajar meliputi keduanya sampai Saruhiko bicara, "ayahku yang memberi nama karena menganggap bayi keriput yang baru lahir seperti monyet."

Orangtua macam apa itu. Bahkan ayahnya yang sering diteriaki 'bodoh' oleh ibunya (tidak, dia sama sekali tidak menganggap ayahnya bodoh) bisa memberikan nama indah untuk Sayu, dan itu hal penting mengingat latar belakang Sayu (bukan masalah juga untuknya).

"Keluargamu...." Misaki berhenti.

"Apa?"

"Lupakan, tapi kuingatkan kalau kau bersikeras mengerjakan proyek ini di tempatku, rumahku ramai."

"Lebih bagus daripada sunyi seperti kuburan," guman Saruhiko yang terlewat oleh telinga Misaki.

Guru kelas sains mereka memberi proyek kelompok berdua yang harus dikumpulkan di akhir semester sebagai nilai ujian nantinya, siapa berpasangan dengan siapa ditentukan acak. Misaki ingat dia ingin protes saat tahu partnernya anak baru yang bermasalah dengannya, meminta tukar dengan anak lain tapi guru mereka melarang. Mau tak mau dia harus menerima kenyataan menyebalkan. Saruhiko menyarankan proyek tentang serangga karena itu yang dia ketahui banyak, Misaki ikut saja. Karena Saruhiko menolak keras rumahnya dijadikan tempat terrarium serangga proyek mereka (sesuatu yang berkaitan dengan orangtuanya tak suka serangga atau apalah), maka mau tak mau jatuh ke rumahnya. Selain Aya, tak ada penghuni rumah lain yang takut serangga, bahkan kalau tak diawasi proyeknya bisa jadi sarana Masaya untuk menakuti Aya.

"Tada..." belum habis dia mengucapkan kedatangannya sebuah balon tepung meluncur tepat di wajahnya. Sudah jelas kelakuan satu orang. "Masaya!!"

LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang