Satoshi memperhatikan dalam diam bagaimana ekspresi kesal tercetak diwajah adik kembarnya. Bibir Satoru sesekali bergerak menggumamkan kalimat sindiran dengan suara pelan. Satoshi tertawa melihatnya, kemudian mempercepat langkahnya dan meraih pundak Satoru untuk dirangkulnya.
"Ngapain sih?!" Satoru berdecak kesal, tetapi tidak menjauh dari rangkulan Satoshi. Anak itu hanya memutar bola matanya kesal.
"Utututu, lucunya adikku!"
"Ew, menjauh dariku!" Satoru menjauhkan wajahnya dari Satoshi yang terus memajukan bibirnya ke arah pipinya.
Hal itu tentu mengundang tawa gemas dari orang-orang di pinggir jalan yang melihat kelakuan mereka. Dua anak Uchiha yang memiki sifat bertolak belakang itu sangat mampu untuk menarik perhatian dari setiap mata yang mengarah pada mereka. Dua karakteristik berbeda dengan dua sifat yang tidak selaras.
"Kau cemburu yaa? HAHAHAHA!" Satoshi mengapit gemas pipi Satoru dengan kedua tangannya. Ia tertawa kencang saat Satoru menampik tangannya sambil berjalan menjauhinya. Meskipun warna merah yang menjalar di cuping telinga adiknya itu tidak bisa berbohong.
Satoshi berlari kecil menyusul langkah Satoru. Sesekali terus melemparkan kalimat ledekan pada Sang adik yang sudah memasang wajah masamnya. Tangan Satoshi merangkul pundak adiknya yang sedikit lebih pendek darinya, berjalan membelakangi warna langit yang mulai menjingga di balik punggung mereka.
****
"Mama, Tadaima!" Keduanya mengucap salam berbarengan.
"Aaa, Okaeri!" Suara balasan terdengar samar dari arah belakang rumah. Satoshi dan Satoru melepas sepatu mereka dengan cepat, berlari menghampiri asal suara Sang Mama.
"Mama tidak memasak?" Tanya Satoshi begitu sampai di pekarangan belakang rumah. Ia melihat Mamanya sedang menurunkan jemuran dan menaruhnya di dalam keranjang.
Sakura tersenyum, "spesial untuk malam ini, kakak kalian yang akan memasak hehe!"
Satoshi dan Satoru mematung, saling menatap satu sama lain sambil meringis bersamaan.
***
Tidak banyak yang keluarga itu harapkan saat Sakura mengatakan kalau seluruh sajian makan malam hari ini sepenuhnya akan dipegang oleh Sarada. Tidak, bukannya gadis cantik yang beranjak dewasa itu begitu buruk dalam memasak. Hanya saja bisa dihitung dengan jari dalam seminggu berapa kali Sarada akan turun langsung ke dapur untuk sekedar membantu Sang Mama menyajikan makanan.
Diusianya yang menginjak 19 tahun, Uchiha Sarada tidak tumbuh menjadi gadis rumahan yang memiliki cukup banyak waktu di dalam rumah. Tentu saja, gadis itu seorang kunoichi. Sarada mengejar pencapaian dalam kekuatannya karena mimpi masa kecilnya yang menyebut ingin menjadi Hokage masih belum berubah.
Itulah kenapa Sakura tidak pernah menuntut anak gadisnya untuk mahir dalam urusan rumah. Lagipula ia sendiripun bukan gadis yang mahir memasak seperti Hinata saat remaja dulu. Jangankan memasak, obat ramuan yang ia buat pun cukup mampu untuk membuat siapapun yang memakannya mengeluarkan isi perut mereka. Naruto sudah membuktikannya.
Sambil duduk di meja makan, mata Sakura menatap lurus kearah putrinya yang sibuk berkutat di dapur. Wanita itu tidak lepas mengawasi gerak-gerik putrinya, sesekali merasa was-was saat Sarada terlihat kerepotan antara mengawasi kompor yang menyala atau memotong sayuran di atas talenan. Meskipun sedikit khawatir, Sakura memilih untuk percaya pada kemampuan putrinya. Lagipula Sarada tidak seburuk itu dalam memasak. Gadis itu sudah sering membantu memasak bubur saat Sakura sakit ataupun sekedar menggoreng lauk pauk yang disimpan di kulkas.
Mungkin, ini adalah pertama kalinya Sarada memasak begitu banyak hidangan sendirian tanpa bantuan Sang Mama. Namun, Sakura tetap percaya kalau putrinya bisa. Sarada sendiri yang menawarkan diri untuk memasak makan malam hari ini, ia bilang sebagai kejutan untuk Sang Papa yang akan pulang setelah tiga minggu tidak pulang.
"Sarada, bisa sayang?" Tanya Sakura saat Sarada terlihat kebingungan. Sarada hanya mengangkat tangan dan membuat tanda oke. "Bisa, Mama."
Berbanding terbalik dengan Sakura yang tampak tenang, kedua bocah kembar yang duduk disampingnya malah terlihat begitu was-was. Berulang kali Satoru hampir turun dari kursinya dan menghampiri Sang Kakak saat dirasanya Sarada mulai kerepotan. Namun, tentu saja langsung disambut tatapan tajam dari kakaknya. "Aku bisa, tenang!"
Tidak lain dengan Satoru, Satoshi juga berulang kali berteriak mengingatkan Sarada saat sup di dalam panci hampir meluap karena lama tidak diaduk. Atau ketika api kompor terlalu besar hingga takut jamur krispi yang Sarada goreng akan gosong.
"Mama, memang benar tidak apa-apa kalau Nee-chan tidak dibantu?" Satoshi berbisik pelan pada Sang mama, takut jikalau Sarada mendengarnya dan merasa tersinggung karena tidak cukup dipercaya oleh adik kecilnya.
Sakura hanya tersenyum kecil mendengar ucapan putranya. Ia mengerti kalau keduanya hanya khawatir. Khawatir jikalau minyak panas atau air mendidih bisa melukai kakak mereka.
Mengangkat tangannya untuk mengusap rambut dengan warna senada miliknya, "tidak apa-apa sayang. Kakakmu sudah pintar kok."
Pada akhirnya, Satoshi dan Satoru hanya bisa saling beradu pandang dan menghela napas bersamaan. Sambil terus menelan khawatir saat melihat Sang Kakak lagi-lagi kelupaan mengaduk tumisan di dalam wajan hingga berasap.
"NEE-CHAN ITU TUMISANNYA HAMPIR GOSONG!!"
"IYA IH AKU TAHU!"
****
Halo guys hahahaah sorry lama banget gak up😭 doakan aku ya semoga bisa rutin up lagi kayak dulu😭
Untuk kali ini gak ada pesan panjang-panjang wkwkwk
Semoga kalian masih belum bosan dengan cerita ini ya^^
See you on the next chapter~
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twins of Uchiha
FanfictionSatoshi dan Satoru, si kembar dari pasangan Uchiha Sasuke dan Uchiha Sakura. Dua bocah kembar yang selalu menguji kesabaran Sang Ayah dan menjadi saingan terbesar Sasuke dalam merebut perhatian Sakura. "Papa kapan pergi lagi?" "Huh kau mengusirku?" ...