5. Dinner

3.8K 322 6
                                        

Entah berapa banyak waktu yang terlewati hingga meja makan di kediaman Uchiha terisi penuh dengan berbagai sajian hangat. Yang pasti saat ini matahari sudah tenggelam dan langit sudah cukup gelap. Sarada meletakkan piring terakhir di atas meja makan kemudian tersenyum puas melihat hasil karya tangannya akhirnya selesai. Penampilan masakannya memang tidak semenggugah buatan Sang Mama. Namun, Sarada sudah cukup memastikan kalau setidaknya rasanya tidak cukup mengecewakan.

Sebuah tangan mendarat di pundaknya, mengusapnya dengan lembut. Sang Mama berdiri di belakangnya, tersenyum bangga seraya mengusap kepalanya dengan lembut. Sebuah apresiasi sederhana atas usaha yang telah dilakukan putrinya. Suara berisik terdengar dari lantai dua, disusul dengan dua adik kembarnya yang berlari dengan semangat setelah disuruh Mama untuk mandi dan mengganti baju.

"Wahh sudah siap? Sepertinya enak!" Satoshi menatap makanan di atas meja makan dengan berbinar. Tangan anak itu terulur untuk mengambil jamur krispi yang cukup menarik perhatian matanya. Namun, belum sempat tangannya meraih jamur itu punggung tangannya sudah ditabok pelan oleh Sarada.

"Hush, tunggu Papa dulu!" Ucap Sarada sambil menatap tajam adiknya itu. Satoshi mengerucutkan bibirnya, terpaksa menurut kemudian duduk di atas kursi makan.

"Papa masih lama?" Tanya Satoshi.

"Entah--"

"Tadaima--"

"Ehh itu Papa!" Sarada berucap antusias sambil melangkah cepat ke pintu keluar disusul oleh Sang Mama di belakangnya. Sedangkan si kembar tetap duduk tenang di kursi makan sambil mengambil diam-diam jamur krispi saat Sang Kakak tidak menyadari.

Selang beberapa waktu, Sasuke masuk setelah melepas jubah hitamnya. Lelaki yang hampir menginjak kepala empat itu melangkah menuju meja makan dan duduk di kursi utama. Sakura menyusul kemudian duduk di samping kanannya. Sedangkan sisi kirinya telah diisi oleh si kembar.

Sarada duduk di samping Sakura dengan senyuman merekah, "Hari ini Sarada yang memasak!" Gadis itu berucap dengan nada bangga.

"Yaa, setelah Nee-chan hampir menghancurkan dapur--- aw sakit!" Satoshi mengaduh sambil meringis saat tulang keringnya ditendang oleh kaki Sarada yang duduk di depannya.

"Tidak usah makan saja!" Ucap Sarada sambil memicing kesal pada adiknya itu.

"Sudahlah, bertengkar terus deh!" Ucap Satoru sambil menutup mulut Satoshi di sampingnya saat anak itu terlihat ingin melanjutkan perdebatannya dengan sang kakak.

Sasuke tampak tenang dan terlihat tidak terganggu dengan perdebatan putra-putrinya yang sudah sangat biasa ia dengar. Tidak ada lagi aturan untuk makan dengan tenang semenjak si kembar hadir. Karena kedua bocah itu selalu ada saja cara untuk membuat waktu makan malam mereka menjadi begitu berisik.

"Sato." Suara Sang mama menyela dengan tenang. Satu panggilan untuk dua putranya yang cukup untuk membuat kedua bocah itu akhirnya benar-benar diam.

"Ja, Ittadakimasu minna!"

****

Setelah makan malam, Satoshi dan Satoru kembali ke kamar mereka dengan alasan ingin mengerjakan tugas dari akademi. Menutup dan mengunci pintu kamar mereka, Satoshi mematikan lampu kamarnya dan menyalakan lampu tidur di atas nakas. Bocah itu kemudian naik ke atas kasur tingkat menyusul Satoru yang sudah duduk disana dan tampak sibuk memasukkan sesuatu kedalam tas.

"Ya Tuhan, kenapa aku harus menuruti kemauan gila orang sepertimu dan yang lainnya?" Satoru mendumal kesal meskipun tangannya tetap aktif memasukkan semua barang-barang kedalam tas. Satoshi hanya terkekeh dengan tampang watadosnya. Anak itu mengambil tas miliknya yang sudah Satoru siapkan juga, lalu mengambil beberapa kunai yang ia 'pinjam' dari kamar Sang kakak dan belum sempat ia kembalikan.

"Ini akan seru, percaya padaku!" Ucap Satoshi percaya diri. Satoru memutar matanya jengah, menanggapi dengan dengusan malas.

Setelah dirasa siap dengan tasnya, mereka mengambil sebuah obeng kecil yang Satoshi ambil dari gudang rumahnya. Satoshi mengakali untuk membuka jendela kamar di samping tempat tidur Satoru. Tanpa butuh waktu lama, jendela yang sempat dipaku mati oleh Sang Papa itu terbuka dengan mudahnya. Satoshi tersenyum puas, lalu dengan perlahan menarik jendela itu agar terbuka.

"Kita benar-benar akan di bunuh oleh Nee-chan kalau sampai ketahuan!" Satoru berucap pelan, menghela napas pasrah dengan pundak lemas.

"Haha bukan hanya Nee-chan, Mama juga pasti akan menghukum kita sih.."

Satoru mendelik, "Kau sudah tau itu dan masih mengajakku?"

"Hush berisik deh. Sudah ikut saja!" Satoshi menarik tangan saudaranya menapakkan kakinya di kusen jendela. "Aku akan melompat lebih dulu, kau menyusul ya!"

Tanpa menunggu balasan dari Satoru, bocah itu segera melompat tanpa takut dari lantai dua rumahnya. Berbekal pengetahuan untuk meredam suara dengan chakra yang diajarkan sang ayah, Satoshi berhasil mendarat di kebun belakang rumah tanpa menimbulkan suara yang terlalu keras.

Satoru menunduk, memastikan saudaranya itu sudah menapak di tanah dengan baik-baik saja. Setelah melihat Satoshi melambaikan tangan padanya, ia menghela napas dan bersiap menapakkan kakinya di pinggiran jendela. Ia menoleh sekilas, memastikan tidak akan ada orang yang tiba-tiba menerobos pintu kamar meskipun ia sudah menguncinya. Dalam hati, Satoru merapalkan ucapan maaf pada kakak dan mamanya karena lagi-lagi harus menuruti tingkah gila yang Satoshi lakukan. Meskipun sebenarnya dalam hati Satoru juga tidak kalah 'penasaran'.

"Satoru jangan lama-lama!" Satoshi berbisik pelan dari bawah sana.

Tanpa menunda, Satoru mengambil tas miliknya dan bersiap untuk melompat. Menggunakan teknik yang sama dengan Satoshi, ia memusatkan cakra pada telapak kakinya kemudian mendarat tanpa menimbulkan suara yang terlalu keras.

"Ayo cepat!" Satoshi langsung menarik tangan saudaranya dan mengendap-endap melewati kebun belakang menuju jalan rahasia mereka. Sebuah lubang yang cukup untuk tubuh mereka terbentuk di tembok yang memagari kebun belakang rumah. Lubang itu tertutupi dengan tanaman merambat yang lebat, sehingga tidak seorangpun bisa melihatnya jika hanya dilihat sekilas.

"Aku masih merasa ini ide yang buruk." Sambil merangkak melewati lubang kecil itu, Satoru berbisik khawatir. Meskipun ia akui kalau ia juga penasaran, namun apa yang akan mereka lakukan malam ini dengan teman-teman yang lain lebih beresiko dari sekumpulan kenakalan yang sudah mereka lakukan sebelumnya.

Satoshi yang merangkak di belakang Satoru memukul pantat saudaranya itu dengan kesal. "Maju! Tidak akan kubiarkan kau kembali kedalam rumah!"

"Ish jangan pukul bokongku, baka!"


To be contined...

***

Maaf banget baru up lagi huhu T-T aku sibuk bgt kuliah:")

Kalau lupa alurnya baca ulang aja ya ehehe.

See you on the next chapter~

The Twins of UchihaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang