Chapter: Seventeen

2.5K 634 56
                                    

"You'll respect me. It's automatic."
Citizen Queen – Call Me Queen

*

Begitu band selesai tampil, Meera dan kawanannya bergegas bangkit dari tempat untuk menghampiri mereka sebelum kelompok musik yang dinamai Red Cobra tersebut meninggalkan kafe.

"Maaf, permisi. Mau tanya sesuatu, boleh?" Riana memberhentikan langkah sang gitaris.

"Oh, boleh. Tanya apa ya?" Meski bingung, lelaki bernama Beni itu tetap berusaha ramah. Posisinya yang masih terbebas dari masker membuat semua orang bisa melihat senyumnya yang bersahabat.

"Vokalis sebelumnya ke mana ya?"

Beni mengernyit. "Hmm, maksudnya Daemon?"

Jantung Meera berdebar mendengarnya.

Riana manggut-manggut. "Iya. Benar ya namanya Daemon?" Gadis itu tampak senang karena dugaannya tepat. Kemudian ia melirik sekilas Meera yang berdiri di sampingnya. Ada binar berupa harap di kedua mata kucing tersebut. "Boleh tahu ke mana dia? Kami mau—"

"Ngapain nyariin Daemon? Dia udah nggak bakal ke sini. Suaranya payah. Dia sempat gabung sementara cuma buat gantiin gue." Regan tiba-tiba muncul di samping Beni.

Entah mengapa Meera tidak suka mendengarnya. Sial! Pantas saja di mimpinya pemuda itu menjadi "pengkhianat". Ternyata di kehidupan nyata pun, Regan semenyebalkan ini!

Gerah, Meera membuka maskernya. Menampilkan penuh wajah kesalnya karena dari mata saja tidak cukup mengintimidasi. "Nggak heran sempat digantiin karena sikap lo yang begitu," sindir gadis itu pada Regan yang lantas membatu, saking terkejutnya. "So, Beni. Boleh kasih tahu gue di mana Daemon sekarang?" tanyanya pada Beni seolah telah mengenal lama.

"Ng ..." Beni meringis seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Sori banget. Gue nggak tahu sama sekali soal keberadaan Daemon."

Lisa berdecak. "Lo ketemu dia di mana? Gimana ceritanya lo bisa ajak dia gabung ke band lo?"

"Kalau itu lo nanyanya ke gue, bukan Beni." Sosok Zain yang masih memegang stick drum di tangannya pun ikut menimbrung. Tiba-tiba saja lelaki itu menaikturunkan alisnya pada Lisa. "Hai, Manis."

Sudut bibir Lisa langsung berkedut mendengarnya. "Najis!"

Tetap berusaha stay cool padahal sedang emotional damage, Zain hanya berdeham kecil sambil menyisir rambut tebalnya. "Gue ketemu dia di depan minimarket belakang kafe. Tapi sori, gue nggak bisa kasih nomor hapenya sebelum kalian minta."

"Kenapa?" Ruby bertanya dengan datar.

"Tentu karena privasi," jawab Zain, tegas.

"Hmm, depan minimarket ..." Abel menelengkan kepalanya pada Zain. "Ngapain dia? Markir?" guraunya, tidak menyangka jika Zain akan mengangguk.

"Yup!"

Meera nyaris terjungkal mendengarnya.

***

Berhubung mobil baru Meera belum datang, ia pun ikut di sedan milik Ruby. Sesampainya mereka di depan minimarket yang dimaksud Zain, suara Lisa yang duduk di belakang langsung memecah keheningan.

"Feeling gue nggak enak. Kayaknya kita dikerjain sama si Zain Malik KW itu dah," ucap gadis tomboy itu, keki karena tidak mendapati sosok Daemon di mana pun.

Di balik kemudinya, Ruby juga tampak kebingungan. "Iya ya. Kalau dipikir-pikir, ngapain juga dia jadi tukang parkir? Ganteng begitu, pasti gampang cari duit. Secara, good looking segalanya sekarang."

DANGER: The Devil Wears High Heels #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang