Chapter: Twenty Three

2.2K 624 77
                                    

"Get what I want 'cause I ask for it
Not because I'm really that deserving of it."
Marina and The DiamondsPrimadonna

*

"Non! Non Meera, tunggu! Jangan marah, saya nggak maksud ngatain Non Meera. Sama sekali nggak ada niatan begitu. Non? Non please ..."

Berhasil. Meera menghentikan langkahnya.

Daemon yang sejak tadi tidak menyerah pun akhirnya dapat menghela napas hingga maskernya menggembung. Namun, baru dirinya akan membuka mulut untuk meminta maaf, ucapan Meera membuatnya tertegun. "Maksudnya, Non?"

"Semua karena mimpi itu," ulang Meera lantas mengamati Daemon dari sudut matanya. "Gue juga nggak ngerti kenapa jadi begini."

"Mimpi apa, Non?" Mau tidak mau, Daemon penasaran. Tapi sedetik kemudian ia menggeleng menyadari batasannya. "Maaf, nggak seharusnya saya nanya begitu."

"Mimpi tentang lo." Meera tetap menjawab. "Mimpi yang rasanya beneran terjadi."

Daemon tidak tahu harus merespons apa. Ia biarkan keheningan menguasai atmosfer di antara mereka tanpa peduli dengan kehadiran orang-orang yang berlalu lalang di lobi utama gedung apartemen mewah tersebut.

"Lo tahu, Dae? Bertahun-tahun gue ngejauhin laki-laki karena trauma di masa lalu. Gue nggak pengin ngerasain rasa sakit cuma karena perasaan yang menurut orang-orang bisa bikin bahagia." Meera berdecih pelan. "Dan semua berubah gitu aja dalam satu hari. Setelah kecelakaan yang menimpa gue, untuk pertama kalinya gue merasa ada yang hilang."

"Saya?" tebak Daemon yang entah mengapa begitu yakin.

Meera mengangguk. "Lo adalah urusan gue yang belum selesai."

Daemon berusaha tersenyum sekalipun Meera tidak dapat melihatnya. "Non, itu cuma mimpi. Mungkin karena sebelumnya Non lihat saya di kafe?"

"Semua orang bilang gitu. Tapi tetap aja ..." Meera mendongak, upaya menyelam di kedua mata Daemon. "Mimpi itu udah ngubah pandangan gue."

Daemon tidak tahu apakah dirinya harus senang atau semakin frustrasi dalam mendengar pengakuan Meera. Di satu sisi, ia senang jika gadis itu sudah melewati masa "trauma" akan percintaan. Namun, di sisi lain juga ia tidak bisa menampik kalau bukan seperti ini yang Daemon inginkan. Karena tanpa Meera ketahui...

Daemon bukanlah obat sesungguhnya. Bahkan Meera mungkin akan memuntahkannya jika tahu sang penawar memiliki sejarah yang tidak dapat diterima oleh siapa pun.

"Saya bukan Daemon, Non. Saya Dean," ucap pemuda itu pada akhirnya.

"Sama aja." Meera memutar mata. "Sama-sama elo. Dan gue nggak bakal sia-siain kehadiran lo untuk yang kedua kalinya," tukas gadis itu, tidak terbantah.

Sial! Umpat Daemon dalam hati. Kalau begini jadinya, bagaimana cara agar Meera menjauh?

***

Daemon tidak masuk! Hingga hari kedua, lelaki itu tidak juga memberi kabar. Bahkan, nomor ponselnya tidak aktif.

Kemudian Meera mengingat momen dua hari lalu di mana ia dengan secara tidak langsung mengatakan bahwa dirinya tertarik pada Daemon. Apakah karena alasan tersebut lelaki itu menjauhinya?

Rahang Meera langsung terkatup rapat akan pemikirannya sendiri. Damn it! Kalau sampai benar begitu, Daemon benar-benar telah mencari masalah dengannya.

Bergegas, Meera meraih kunci mobilnya dan memilih tancap gas langsung ke rumah pemuda itu.

Di tempat lain, terlihat seorang gadis berambut hitam panjang nan lurus tengah meletakkan secangkir teh di atas meja untuk sang empunya rumah yang tengah berduka.

DANGER: The Devil Wears High Heels #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang