Gibran duduk terdiam diatas kasur kecil yang tipis dan keras. Sesekali meringkih kesakitan karna tersiram air panas oleh ayah tirinya. Diam dalam ketenangan berbicara dengan kegelapan diruang yang redup itu. "Gibran juga kepengen disayang bunda sama ayah kaya ganza,hikss hikss."
"Gibran butuh bunda,butuh pelukan bunda sama ayah. Kenapa kenapa ayah pergi cepet banget si?kenapa saat itu gibran ga mati sekalian bareng ayah karna percuma gibran ada tapi dianggap nggak ada."
Gibran terlalu larut dalam kesedihan yang ada cukup lama ia menangis,sampai tak sadar dia pun sudah terlelap dalam tidurnya.Seperti biasa gibran bangun pagi sekitar jam 04.00 ia bangun lalu shalat subuh. Kemudian seperti biasa Gibran bergegas untuk membersihkan rumah seperti menyapu,mengepel dan masih banyak lagi.
"Bundaa ganzaaa laper niii sarapan apa hari ini hm?"
"Uuu anak bundaa,sarapan nasi goreng telor ceplok kecap manis kesukaan anak bundaa yang palingg gantenggg."sambil menyiapkan makanan ke piring Ganza dengan senyuman yang sangat hangat.
"Bun,maaf ya ayah ga bisa ikut sarapan soalnya ada meeting dikantor dadakan banget."
"Oh iya mas gapapa,kamu hati hati nya jangan lupa makan tapi yaa." Sambil mencium tangan sang suami.
Gibran yang melihat dari kejauhan dengan memegang lap pel yang ada ditanganya tanpa sadar telah meneteskan air mata. Ingin rasanya gibran juga ikut dalam keharmonisan yang terjadi disana."Sudah selesai sebaiknya aku bergegas mandi nanti telat kesekolah." Gibran pun mandi setelah menyelesaikan tugas rumahnya.
"Gibrannnn!!!!!!beresin semua yang ada dimeja makan lalu jangan lupa cuci piringnya,bunda mau ngater ganza kedepan dulu."
Gibran dengan baju seragam yang lusuh hanya terdiam dan menuruti perkataan sang bunda.
Setelah selesai Gibran pun berniat untuk berpamitan dengan sang bunda untuk berangkat kesekolah.
"Gibran berangkat dulu ya bundaaa semuanya udah beres kok bun kinclong."sambil menjulurkan tanganya dengan senyum sumringah dan lagi dan lagi Gibran masih berharap bahwa dia akan dipeluk dan dicium seperti Ganza berangakat sekolah.
"Oh ya udah sana."tanpa menoleh sedikitpun pada Gibran,dan hanya mengacuhkan tangan Gibran.Gibran sampai kesekolah dengan perasaan hampa karna teringat yasang bunda yang mengacuhkannya,tapi tak apa itu sudah biasa.
"Gibran culun bangett iuhh."
"Ia lusuh banget si bajunya jelek bangett basah lagi ih."
"Mau sekolah apa mau mulung?"
Tawaan bullyan dari sang teman teman saat Gibran berjalan dikoridor sekolah sangat menusuk hati Gibran bahkan sangat menjengkelkan. Tapi gibran tetap tersenyum walaupun sebenarnya sudah ada cairan putih yang mendesak ingin keluar tapi Gibran tahan karna Gibran ga mau terlihat lemah.Gibran meletakan tasnya dibangku kecil yang ia duduki. Dia duduk sendiri dipojokan karna tidak ada yang mau berteman dengan Gibran.
Tak lama Guru pun datang.
"Selamat pagi anak anaku,yang bapak sayangi.
"Pagii pak guruku,yang tidak kami cintai."
"Jangan bikin pak guru emosi pagi pagi ya kau murid jahanam."
Begitulan kondisi kelas Gibran yang lumayan menghibur Gibran.
"Oke baik lah,bapak membawa murid baru,silahkan memperkenalkan diri."
"Hai nama gua Arga Aurarta Adijaya,gua pindahan dari jakarta."
"Okei baik Arga silahkan duduk didekat Gibran.""Hai aku Gibran."dengan senyum sumringah karna baru pertama kali Gibran mendapatkan teman bangku.
"Arga."jutek dan datar paras arga tampan tapi terlihat sangat dingin. Tapi Gibran yakin Arga adalah orang baik yang mempunyai hati lembut.
Bel berbunyi mendandakan waktu instirahat.Gibran meletakan kotak nasinya dimeja yang ia bawa dari rumah. Itu adalah makanan sisa dari sang bunda dang adik tirinya yang tidak habis daripada dibuang sayang,jadi ia bawa untuk bekal. Toh dia juga belum makan.
"Arga makan."ucap gibran sumringah
"Lo aj."dia melihat maknan Gibran yang terlihat tidak menarik sama sekali.
"Heh Arga jangan mau deket deket Gibran dia tu cupuu jelek dekil mendinh lu duduk sama kita kita."kata murid kelas yang sering membuly Gibran.
Terdiam lalu Arga melihat mereka dari atas sampai bawah.
"G butuh temen kaya tai,lagian lo semua ga lebih baik dari Gibran."
Seketika mulut teman sekelasnya terdiam kaku dan berjalan menjauh. Gibran yang mendengar itu pun seakan ternganga baru kali ini ada yang membela dirinya.
"Arga emang kamu mau temenan sama aku?"
"Yang penting lo ga rabies dan lo kaki lo napak."
"Hah."
"Telen tu nasi kemana mana bau lagi mulut lo."
"Eh iya Arga hehe."
Sejak saat itu Gibran mempunyai teman dan yah Gibran ngerasa ternyata masih ada yang mau berteman dan peduli sama dia."Asslamu'alaikum bundakuu."sepi tidak ada jawaban,ternyata bundanya sedang menonton tv mungkin tidak mendengarnya.
"Bun Gib.."belum selesai Gibran bicara bundanya tanpa menoleh berkata.
"Tau,bau busuk pergi sana jangan lupa beresin semua pakean dan setrika baju jangan sampai gosojg lagi."
Senyum getir dibibir Gibran terlukis jelas diwajahnya.
"Baik bun,tapi Gibra mau makan dulu boleh bun?"
"Boleh."hatinya menghangat setelah bundanya bicara seperti itu.
"Makasih bundaa Gibran sayang bunda."
"Eh inget beras lagi mahal daging mahal irit irit,makanan kamu udah bunda siapin dibelakang bukan yang di meja makan tapi didapur dekat cucian piring."
Mendengar kata seperti itu hatinya sangat menghangat Gibran disiapkan makanan oleh sang bunda.
"Iya bundaaaaa."dengan hati senang dia bergegas menuju dapur.
Senyumnya sedikit memudar. Ia menemukan piring didekat cucian piring yang berisi nasi keras dan tahu tempe yang hanya setengah. Tapi tak apa setidaknya bisa mengganjal perut nya.
"Gapapa kan semuanya lagi mahal kata bunda,toh ini bunda yang nyiapin buat aku pasti bunda sayang sama Gibran."dengan lahap ia memakan makanan itu dan bergegas untuk menyetrika dan membersihkan rumah.Setelah semuanya selesai Gibran bergegas untuk pergi bekerja yaitu mengamen dan berjualan kue. Ia tak berpamitan dengan sang bunda karna keluarganya itu sedang pergi berjalan jalan.
"Kue nya bapak ibu kue buat nemenin dijalan pak bu yu dibeli."
Sambil menawarkan kesetiap kendaraaan yang berhenti di lampu merah tak lelah Gibran berusha merayu sang calon pembelinya.
"Beli pak?"sebuah kaca mobil mewah terbuka menampilkan seorang Arga yang duduk santai dan menatap Gibran dengan bingung.
"Loh Arga,kamu mau beli kue jualanku?ini enak loh ga murah lagi."tanpa rasa malu da gengsi Gibran masih tetap menawarkan daganganya.
"Gua beli semua."
"Hah serius ga?ga boong kan?"
"Iya lo tunggu dipinggir taman jalan sebelah kiri,gua beli semua."
"Siap ga."dengan hati yang menghangat Gibran bergegas berlari menuju tempat yang disebut oleh Arga."Argaa sinii,semuanya udah aku itung jadi 250 ribu ga."
"Oh okei."Arga mengeluarkan uang yang dikasih supirnya tadi sebesar 500 ribu
"Arga banyak banget inii kelebihan."
"Gapapa buat lo."
"Yang bener ga?makasih ya gaa."
Arga hanya mengangguk tersenyum simpul melihat temanya bahagia dia tak tau apa yang terjadi pada Gibran. Mengapa dia harus jualan kemana orang tua Gibran?dan bukanya di usia seperti ini Gibran harusnya bermain seperti Arga."Gib lo kenapa jualan?"
"Buat bayar sekolah ga."tersenyum hangat tanpa beban sekalipun terlihat tenang dan damai.
"Bukanya itu tugas orang tua lo?lo ngapain cape cape jualan ortu lo kan kerja buat lo." Dengan muka bingung Arga masih mencoba menelaah dan mengintrogasi Gibran.
"Kata bunda kalo Gibran mau sekolah harus cari uang sendiri ga."
Mereka bercerita banyak bercanda tawa dari siru Arga tau kondisi Gibran yang sebenarnya, cukup menyentuh hati dingin Arga. Mereka selalu bersama sejak saat itu merka berjanji akan melindungi satu sama lain.HAI SEMUANYAA AKU BARU UPDATE hehe maaf yaa>< AKU GA TAU CERITA INI BAKAL RAME ATAU GA TAPIII SEMOGA KALIAN YANG BACA SUKA YAA!!! MAKACIWW BACA CERITA AKU INI DAN MAAF KALO BANYAK TYPO NYA hehe SEEYOU!!!!

KAMU SEDANG MEMBACA
GIBRAN
Fiksi Remaja[HARAP FOLLOW AUTHOR SEBELUM MEMBACA] Sebuah cerita seorang pemuda yang sejak kecil tak mendapat sebuah kasih sayang seorang ibu dan ayah. Dimana harus nya ia tumbuh dengan kasih sayang dan perhatian penuh dari orang tua,namun kenyataan pahit harus...