4. Tugas Pertama

14 2 1
                                    

"Woi cupu! Lo dipanggil Kak Artha tuh!"

Senja yang tadi nya fokus membaca buku kini mendongak menatap Gia yang berdiri sembari bersidekap dada menatapnya remeh. Sementara itu, Asya yang berada di samping Senja sedang menahan diri untuk tidak membunuh Gia dan memutilasi mayat di pembuat darah tinggi itu.

"Aku dipanggil Kak Artha?" Tanya Senja tidak percaya.

"Bodoh! Yang cupu di kelas ini selain lo siapa lagi? Telinga atau pajangan tuh?" Sindir Gia.

"Heh! Mau gue robek tuh mulut?!" Asya berancang-ancang namun ditahan oleh Senja.

"Iya maaf ya, makasih juga." Gia hanya berdehem menanggapi perkataan Senja lalu meninggalkan kelas.

"Serius Kak Artha manggil lo?" Tanya Asya tidak percaya.

"Iya. Mungkin ini tugas pertama aku jadi babu dia," jawab Senja meletakkan buku nya di dalam laci.

"Sya, ke kantin yuk?"

"Lah bukannya lo dipanggil Kak Artha?"

"Nanti aku nyusul, yaudah bye!" Senja lalu berdiri dan membalas lambaian tangan Asya.

Sedikit tersentak karena ia hampir menubruk dada bidang milik Artha yang berdiri di depan kelas sembari bersidekap dada.

"Kak Artha udah lama?" Tanya Senja mencairkan keadaan.

"Belum. Ikut gue,"

Senja menampilkan wajah cengo nya ketika tangannya di pegang oleh Artha di bawa menjauh dari kelas. Sepanjang perjalanan banyak tatapan iri dan sinis yang diberikan kepada Senja, mana berani diberikan kepada Artha. Melawan maut? Tidak dulu.

Senja hanya menurut, ia tahu ini tugas pertamanya sebagai babu Artha. Ia hanya berharap pekerjaan nya tidak berat berat, akhir akhir ini tubuhnya terlalu lemah jika di forsir berlebihan. Tapi Senja semakin bingung ketika Artha malah mendudukkan nya di bangku kantin di ikuti Artha yang duduk. Di meja tersebut tidak hanya ada Artha dan Senja tapi juga ada teman Artha yaitu Al dan Vero.

"Kakak kenapa bawa aku kesini?" Tanya Senja kepada Artha yang sibuk membaca menu kantin.

"Mau jadi babu gue." Senja mengangguk ia tersenyum, merasa diperhatikan  Senja lantas menoleh menatap dua sahabat Artha yang menatapnya dengan wajah cengo.

"Sttt, Al." Bisik Vero kepada Al.

"Apaan?" Tanya Al yang masih berada di alam bawah sadar.

"Gue kira Artha gay."

"Gue kira dia homo, gue kira dia suka sama gue. Lagian dia selama ini kan gak pernah Deket sama perempuan." Balas Al bergidik ngeri.

"Tapi sekalinya bawa perempuan ternyata Artha bawanya si Senja." Vero tersenyum.

Senja menunduk, merasa bahwa ia tidak pantas berada di tengah tengah meja ini. Apalagi ketika seluruh kantin memperhatikan dia, dan dua sahabat Artha yang juga memperhatikan dia.

"Kak Al sama Kak Vero nggak suka ya sama aku? Kalau nggak suka gapapa aku bisa pergi," tanya Senja sopan sontak membuat dua curut itu menggelengkan kepalanya.

"Bukan gitu, kita bukannya nggak suka sama lo. Gue tau lo pikir gue gak suka sama lo karena lo jelek, cupu dan culun tapi gue nggak nilai seseorang dari penampilan dan rupanya tapi dari sifat dan hatinya." Jawab Al dengan senyuman genit membuat Vero menyenggol lengannya ketika melihat tatapan tajam Artha yang mengarah kepadanya dan juga Al.

"Makasih kak," Senja tersenyum sopan menghormati Al dan Vero sebagai kakak kelasnya.

"Lo mau pesen apa?" Tanya Artha membuat Al dan Vero alias dua Curut tersebut cengo.

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang