"Selamat siang Zoro-san"
Sapa para perawat membangunkan ku dari tidur siang singkat ku itu. Aku membalas sapaannya dengan anggukan kecil.
"Hey, dia menunggu pacarnya?"
"Entahlah, dia setia sekali menunggu di depan ruangan 122"
"Katanya itu ruangan dimana sahabatnya dirawat"
"Oh ya? ku pikir kekasihnya..."
"Akan jadi drama bagus jika di ruangan itu memang benar benar ada kekasihnya"Tak memedulikan gibahan para perawat itu, aku berusaha untuk melanjutkan tidur siangku tetapi rasa kantukku telah hilang setelah mendengar suara langkah kaki yang tertatih dari dalam ruangan.
"Hey Zoro?.... Kau sedang apa disitu?" Tanya seorang pria kurus dengan surai kuning keemasan. Ia tampak sangat kelelahan.
"Ah. Aku menunggumu, kata perawat kau sedang terapi di ruangan ini"
"Kenapa menunggu di depan pintu? Kau bisa masuk ke dalam ruangan"
"Aku tidak mau mengganggu mu"
"Hffth, baiklah kalau begitu"
Aku menjulurkan tanganku kearahnya. Dengan agak bingung Sanji meraih tanganku, aku menggenggamnya erat dan membantunya berjalan.
"Kenapa kau tidak memakai kursi roda?" Tanyaku kepadanya yang sedang memperhatikan langkah kakinya.
"Aku bisa lumpuh total jika tidak bergerak Zoro"
Ah ya, aku lupa.
"Kau bermimpi?"
"Hm?" Aku menatap wajah lelaki itu, ia balik menatapku.
"Aku melihatmu tertidur pulas tadi, kau bermimpi apa?"
"Hm, kau tidak perlu tau"
"Yah, aku penasaran kau bermimpi apa??"
"Aku hanya bermimpi tentang masa lalu"
"Masa lalu? Apa???"
"Sebegitu ingin tahukah kau?"
"Ya! Aku penasaran, aku juga ingin bermimpi indah da...
Kalimat Sanji terpotong. Kondisi wajah kagetnya tak bisa ia sembunyikan, genggaman tangannya semakin erat. Aku langsung mengerti dengan apa yang ia alami sekarang, dengan sigap aku menggendong tubuhnya itu sebelum ia terjatuh ke lantai.
. . .
Seorang pria tinggi dengan jubah putih berdiri di samping kamar tidur pasien, memeriksa keadaan seorang lelaki cantik dengan Surai kuning emas itu.
"Ia kambuh lagi" ucap pria itu menatap kearah ku setelah keluar dari kamar tempat Sanji dirawat.
"Apakah memang ia tidak bisa di sembuhkan?"
"Kami mohon maaf tuan, baru pertama kali kami menerima kasus seperti ini dan penyakit yang diderita oleh pasien adalah penyakit langka, kemungkinan sembuh memang besar tetapi keterbatasan alat untuk mengatasi penyakit ini yang minim, yang kami bisa lakukan hanya memperpanjang usianya, dengan obat obatan dan beberapa fasilitas, tetapi hidup dan mati dialah sendiri yang tentukan" ucap dokter itu panjang lebar.
Aku terdiam, memikirkan beberapa kemungkinan. Aku lantas balik badan memasuki kamar 122 meninggalkan dokter itu sendiri.
"Ia tertidur" gumamku pelan. Aku menyapu dahinya perlahan. Padahal baru beberapa menit setelah aku berbicara dengannya tetapi aku sudah merindukan ketika ia memanggil namaku.
"Zor-"
Hah?
.
..
...
....
.....
......
.......
"Sanji?"
.......
......
.....
....
...
..
.
Ah, dia bermimpi ternyata... syukurlah itu mimpi. Iya, hanya mimpi.
Ah, wajahku memanas.
Dengan terburu-buru aku keluar ruangan, berjalan setengah berlari kearah toilet yang tidak jauh dari ruangan tempat Sanji dirawat. Sesampainya disana aku membilas kasar wajahku, kulihat pantulan diriku di cermin wastafel.
"Sial, Sanji bermimpi apa?!?!" Teriakku dalam hati.
"Oke, stay cool!" Aku menampar wajahku di kedua pipi, beberapa menit setelahnya aku pun keluar dari toilet seakan akan tak terjadi apa apa.
. . .
KAMU SEDANG MEMBACA
-Guillaine || ZoSan-
FanfictionAku tak pernah mengira bahwa penyakit yang sudah ku sembunyikan 16 tahun lamanya akan ketahuan juga pada akhirnya. aku tak pernah mengira bahwa perpisahan akan datang secepat ini. aku tak pernah mengira bahwa aku akan benar benar menderita.