06. Perundingan

61 28 5
                                    

Seperti biasa. Setiap pagi Eleanor harus bangun pagi-pagi untuk bersiap.

Ia masih tidak terbiasa memiliki seorang pelayan yang selalu setia mendampinginya. Saphira terbiasa sendiri untuk melakukan apapun.

Sebelumnya, ia pikir hanya dia dan Elis saja yang tinggal di paviliun ini. Tapi ternyata tidak, ada banyak sekali prajurit mengelilingi kawasannya.

"Nona, biar saya saja yang membereskan tempat tidur anda."

"Tidak, biar aku saja. Kau bereskan yang lainnya!" Perintah Eleanor.

"Tapi-"

"Tidak apa-apa, Elis," katanya sambil tersenyum.

Di dalam novel, beberapa orang mungkin menilai dirinya sebagai gadis yang selalu tersenyum.

Tapi tidak untuk sekarang, ia hanya tersenyum seperlunya saja. Atau, ia akan tersenyum kepada orang yang dikenalinya.

Setelah semua pekerjaan yang dilakukannya dengan Elis selesai. Eleanor menyuruh pelayan tersebut untuk membuatkannya teh, satu untuk dirinya dan satu lagi untuk Elis.

Elis tidak setuju. Tapi Eleanor bersikeras, yang akhirnya pelayan tersebut menyerah, takutnya akan terjadi perdebatan diantara mereka berdua.

Selagi Elis menyiapkan teh. Eleanor memilih untuk menuju balkon di dalam kamarnya. Sesampainya di sana, tangannya menarik sebuah kursi untuk ia duduki.

Angin di sini terasa kencang, sehingga membuat rambutnya yang menjuntai bergerak kesana-kemari.

Manik matanya melihat semua orang yang berlalu-lalang dari atas sana. Ia juga tidak sengaja melihat Catherine yang tengah tersenyum ke arah semua orang.

"Perempuan licik," bibirnya tersungging.

Di dalam novel, Catherine sering meremehkannya didepan kaisar dan keluarganya. Sehingga, hal itu membuat Eleanor berkecil hati dan merasa tidak dihargai.

Kita lihat saja nanti, siapa yang akan menang.

Eleanor menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan siapa pelakunya, sebenarnya ia sudah tahu semuanya, namun dirinya memilih untuk diam.

Jangan terlalu meremehkan orang, siapa sangka nantinya kau akan diremehkan kembali.

Elisa datang dengan membawa dua cangkir teh. Pelayan itu kemudian meletakkan teh milik Eleanor di meja tepat di samping sang putri.

"Terima kasih," ia kemudian mengambil secangkir teh tersebut dengan pandang yang masih tertuju kepada Catherine, kemudian, ia menyesap teh tersebut.

Begitupun dengan Elis. Pelayan itu mengambil tempat miliknya di sisi yang lain. Kemudian ia menikmatinya.

Entah mengapa tiba-tiba Eleanor merasakan pusing. Awalnya, tidak terasa, tetapi saat ia mendiamkannya, rasa pusing itu menjadi-jadi.

Ia memejamkan matanya. Tangannya yang sedang memegang sebuah cangkir bergetar dengan hebat, rasa sakit di kepalanya tak tertahankan, semua yang dilihatnya mulai mengabur.

Sekilas, ia melihat Catherine menatap ke arahnya.

Prang.

"Aduh kepalaku," ucapnya.

Eleanor memegangi kepalanya yang terasa sakit. Elis mulai bangkit dan menghampiri sang putri

Pelayan itu kebingungan. Ia tidak tahu harus berbuat apa.

"Nona, kau baik-baik saja?" tanyanya dengan perasaan yang tidak karuan.

Eleanor masih memegangi kepalanya.

The New PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang