Selama beberapa waktu ini Ning sudah cukup senang karena Arya lebih sering pulang ke apartemennya. Meski tidak bisa setiap hari, Ning sudah cukup puas. Namun ternyata sekedar cukup pun tidak bisa ia miliki.
"Saya harus tinggal di rumah orang tua saya, Ning. Menjaga ibu saya yang sakit. Jadi saya akan makin jarang kesini. Maaf ya."
Ning sudah tahu, cepat atau lambat hal ini akan terjadi. Tapi sebelumnya, ia sempat dengan naif berpikir bahwa dia sudah berhasil membuat Arya mencintainya dan sangat nyaman bersamanya, hingga lelaki itu tidak akan meninggalkannya. Nyatanya, jika dihadapkan pada pilihan antara Ning dan keluarganya, pria itu akan tetap memilih keluarganya. Ning tidak meminta Arya untuk memilih antara dirinya atau keluarganya. Ia hanya berharap lelaki itu mau memperjuangkan dirinya di depan keluarganya. Tapi nyatanya, lelaki itu tidak pernah melakukannya.
"Saya nggak ninggalin kamu, Ning," bujuk Arya sambil membelai lengannya. "Setidaknya seminggu sekali saya pasti akan tetap kesini. Saya usahakan menginap disini. Uang bulanan untuk kamu dan orang tuamu, kamu nggak perlu khawatir."
Jadi apa namanya itu, perempuan yang hanya didatangi sesekali saja, lalu mendapat bayaran? Perempuan bayaran?
Jadi malam itu, yang bisa Ning lakukan hanya diam dan menangis. Menerima keputusan Arya, menerima nasib. Arya memeluk gadis itu sepanjang malam, berusaha meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tapi Ning tahu, mulai saat itu segalanya akan berubah untuknya dan Arya.
Pagi harinya, Ning melepas Arya berangkat kerja bagai melepas suami berangkat berperang dan tidak akan kembali. Entah kenapa ia merasa begitu. Membuatnya sulit sekali melepaskan lelaki itu.
"Ssstt! Kemuning, jangan nangis lagi ya," Arya membujuk untuk terakhir kalinya pagi itu.
Bahkan setelah Ning mencium punggung tangan Arya, ia sulit melepaskan tangan itu. Ia justru menghambur, memeluk tubuh lelaki itu.
"Saya sayang banget sama Bapak," lirih Ning dalam isaknya di dada Arya.
Pria itu membalas dengan pelukan yang sama kuatnya. "Makasih, Kemuning."
"Saya cinta Bapak. Cinta sekali."
Lelaki itu mengecup puncak kepala Ning berkali-kali. Tapi tetap saja, hingga saat mereka berpisah, pria itu tidak juga mengatakan kata-kata "sayang" atau "cinta". Itu yang membuat Ning menangis dengan keras setelah pintu apartemen tertutup
* * *
Rara sudah bilang akan mengundang Ning ke acara pernikahannya. Namun Ning juga paham dengan persiapan yang sangat cepat itu membuat Rara sangat sibuk sehingga lupa mengundangnya. Ning sudah berencana memberikan kado pernikahan saat nanti mereka bertemu lagi di cake shop saat Ning mengantar kue saja, setelah Rara menikah. Tapi ternyata di detik-detik terakhir Rara masih ingat untuk mengundangnya.
Mbak Rara
Ning, maaf banget, saya lupa kirim undangan ke kamu. Acara nikahan saya besok jam 11 siang. Maaf ngundang dadakan, tanpa udangan resmi. Lupa banget, sibuk persiapan. Ponselku error, jd file undangannya ilang. Maaf ya. Saya kasih alamatnya aja ya? Maaf ya Ning. Tapi kalau kamu sempat dan belum ada acara lain, dateng ya.Setelahnya Rara mengirimkan alamat sebuah hotel bintang 5 di Jakarta Pusat yang menjadi tempat resepsi pernikahannya.
Ning sama sekali tidak masalah meski tidak dikirimi undangan resmi. Rara masih mengiriminya pesan WA dan memberitahu alamat hotelnya saja, berarti perempuan itu sudah mengundangnya kan. Ning paham sekali bagaimana ribet dan hebohnya pernikahan yang dipersiapkan dalam waktu singkat. Pernikahannya dulu juga seperti itu.
Jadi pada hari yang ditentukan, sebenarnya Ning sudah bersiap untuk berangkat ke resepsi pernikahan Rara. Meski sejak pagi perutnya sakit akibat datang bulan, Ning masih berusaha untuk hadir. Namun menjelang pukul 10, ternyata Ning tidak tahan lagi. Ia sudah selesai mandi, tapi tidak juga bisa bersiap mengenakan pakaian formal untuk pesta pernikahan, karena nyei di perutnya makin menjadi. Padahal tadi pagi Ning sudah mengkonsumsi pereda nyeri. Entah mengapa obat itu tidak menunjukkan efeknya kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SLICE OF LOVE
RomanceKumpulan cerita cinta agegap dengan konflik ringan. Readers: Ringan apanya woeeee???