Memang benar adanya, Pram sendiri yang memasang CCTV di beberapa titik di rumah mereka, lalu menghubungkannya dengan ponselnya dan ponsel Arum. Awalnya hal tersebut ia lakukan agar dapat memantau keadaan rumah setelah mereka mendapat ART nanti. Dengan demikian, ia berharap Arum dapat bekerja dengan lebih tenang saat meninggalkan Patra bersama ART baru karena dapat selalu memantaunya dari CCTV. Dengan demikian, ia berharap Arum tidak lagi menyalahkannya karena menyebabkan Nur berhenti kerja.
Siapa sangka, Arum sudah langsung memanfaatkan CCTV tersebut, meski mereka belum mendapat ART baru dan Patra masih diasuh ibu Patra. Siapa sangka pula, CCTV tersebut menangkap sejumlah hal yang selama ini tidak mereka sadari.
Pram mengangkat wajahnya dari layar ponsel Arum dan menatap istrinya dengan wajah memerah.
"Maaf," kata Pram pada Arum. Kepalanya, yang menjadi berat, kembali menunduk di hadapan istrinya.
Pram sudah siap jika Arum menertawakannya, atau membalasnya dengan sinis. Tapi siapa sangka, yang dilakukan istrinya hanyalah mengambil ponselnya kembali, lalu meraih telapak tangan Pram. Perempuan itu menyelipkan jemarinya diantara jemari Pram, membuat Pram mengangkat kepala dan kembali menatap Arum.
"Aku harap Mas mau mengerti alasanku melakukan ini," kata Arum lembut. Perlahan senyum Arum juga terulas, kecil. Tampak menunggu tanggapan Pram.
Menerima respon Arum yang di luar ekspektasinya, Pram justru merasa tidak enak hati pada istrinya itu. Jadi, demi menebus rasa bersalahnya, ia berkata, "Oke, kalau menurutmu Patra lebih baik di daycare. Nanti aku ngomong sama Mama."
Arum mengangguk dengan senyum yang lebih lebar. "Makasih, Mas."
Saat itu, setidaknya Pram bersyukur karena 1 hal. Ia lega karena saat Mama meminta akses ke kamar mereka, Pram menolaknya dengan halus. Pram beralasan kamarnya berantakan dan belum sempat dibereskan. Untung saja saat itu Pram menolak. Andai ia membiarkan Mama bebas masuk ke kamarnya, tentu hal itu akan terpantau CCTV juga, dan pasti Arum tidak akan bersikap sepengertian ini.
Untuk pertama kalinya, Pram lega karena merasa telah bertindak benar sebagai kepala keluarga.
* * *
Sesuai janjinya pada Arum, meski dengan memberanikan diri, Pram akhirnya membicarakan rencana untuk menitipkan Patra di daycare selama mereka bekerja kepada sang ibu. Tentu saja, sesuai prediksi Pram juga, sang ibu nampak tidak suka dengan keputusan yang ia buat.
"Tega kamu, naruh anakmu di tempat penitipan anak begitu?" tanya Mama, dengan intonasi yang tajam.
"Ya tega nggak tega, Ma. Abisnya udah lama banget kami nyari ART belum ada yang cocok. Supaya Patra ada yang jaga," Pram memberi alasan.
"Ya kan selama ini Mama ngasuh Patra, dia baik-baik aja. Sampai kamu dapet ART, Mama nggak keberatan ngasuh Patra. Toh sekalian ngasuh Dinda juga."
Memang benar selama ini ibunya menemani Patra dan Patra baik-baik saja. Tapi tidak terlalu tepat juga jika apa yang dilakukan ibunya disebut sebagai mengasuh. Karena tidak seperti itu yang Pram lihat melalui CCTV. Apa yang dilakukan Mama, yang terlihat di CCTV, lebih tepat disebut "menemani" Patra.
Melalui rekaman tersebut, beberapa kali terlihat Mama tertidur, sementara Patra dan Dinda nonton TV dengan tenang. Arum dan Pram memang bukan orang tua yang ketat soal screen time. Tapi juga bukan berarti mereka tidak keberatan anaknya nonton TV seharian. Saat Mama sedang tidak tidurpun, beberapa kali Mama terlihat sedang ngobrol bersama tetangga, sementara Patra dan Dinda main sendiri.
"Orangtua seusia Mama Mas dan Ibuku, memang sudah bukan waktunya lagi untuk jaga anak kecil, Mas," kata Arum, malam itu, setelah di pagi harinya mereka menyaksikan rekaman CCTV bersama. "Mereka sudah capek menjaga kita saat kita masih kecil dulu. Sekarang waktunya mereka istirahat. Makanya aku nggak pernah minta Ibuku jaga Patra. Beliau cuma bantu mengawasi ART yang mengasuh Patra. Jadi beliau nggak terlalu kecapekan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SLICE OF LOVE
RomanceKumpulan cerita cinta agegap dengan konflik ringan. Readers: Ringan apanya woeeee???