"I-I am the protagonist."
◼◼◼
"Terima kasih, maaf sudah merepotkanmu, Seolhwa-ssi."
Gadis berjas putih mengangkat senyum pedih. Dia mengikat perban pada luka lelaki di depannya dengan perlahan, dia melirik nakas di sampingnya. Sebuah wadah dengan air berwarna merah darah duduk diam di sana.
"Kamu membiarkan lukanya basah semalaman hingga tanganmu memiliki banyak memar yang membengkak. Lain kali basuhlah lukamu dengan air lalu keringkan. Setidaknya memar tidak akan separah ini."
Kim Dokja memandang kedua tangannya yang dililit penuh dengan perban putih. Dia merasa kesulitan menggerakkan tangannya karena hampir seluruh jarinya juga dililit.
"4 jam lagi, aku akan memeriksamu lagi. Selama itu jangan gerakan tanganmu terlalu sering. Aku harus memastikan bengkaknya tidak bertambah parah."
"Terima kasih."
"Kamu sudah mengatakan itu sebanyak 3 kali hari ini." Lee Seolhwa memberikan sebutir obat kepada Kim Dokja dan segelas air. "Obatnya akan membantu pemulihan memar. Apa ada luka lagi selain di tanganmu?"
Kim Dokja terdiam sebentar seakan memikirkan sesuatu, lalu menggeleng. "Tidak, hanya ini. Terima--"
"Sekali lagi kamu mengucapkan terima kasih, aku akan memberikanmu obat tidur."
Lee Seolhwa menggeleng begitu Kim Dokja diam menatap obat di tangannya. Gadis ini berbalik, membereskan seluruh peralatan medis yang dia gunakan. Di sebuah mangkuk alumunium, tumpukan kapas berwarna merah kecokelatan menjadi perhatiannya.
Lelaki di sampingnya ini hampir menghabiskan satu plastik penuh gumpalan kapas yang ada di UKS. Gulungan perban yang seharusnya bisa dipakai beberapa orang, kini digunakan seluruhnya untuk seorang Kim Dokja.
Aliran air terdengar, Lee Seolhwa memasangkan tangannya dengan sarung tangan karet bersiap membersihkan seluruh peralatan dengan air panas.
"Ah, iya Dokja-ssi." Lee Seolhwa menoleh ke belakang, "Beristirahatlah, aku sudah menghubungi wali kelasmu agar kamu bisa absen di jam pelajaran. Aku akan ada di sini, jadi tidurlah dengan nyaman."
"Maaf merepotkanmu terus." Kim Dokja meneguk obatnya dan pergi ke bangkar di belakang ruang perawatan. "Aku akan beristirahat beberapa menit saja."
"Tidak perlu sungkan."
Lee Seolhwa merendam alat medisnya lalu meninggalkan sejenak pekerjaannya itu. Dia mendekati meja pengawas UKS dan menelpon wali kelas Kim Dokja. Dia juga harus menulis surat keterangan untuk memenuhi absen Kim Dokja, butuh dua tanda tangan untuk menyetujui surat tersebut.
Pertama tanda tangan dirinya yang menjadi asisten panjaga uks dan guru yang bertugas menjadi dokter di sana.
Untuk beberapa hari ke depan, dokter penjaga uks akan izin jadi dia bisa mendapatkan tanda tangan lain dengan menggunakan tanda tangan wali kelas siswa yang meminta izin absen.
"Baik, terima kasih banyak, Sir." Lee Seolhwa memanjangkan tangannya, meraih selembar kertas dan beberapa buku yang dititipkan Kim Dokja padanya. "Tugas yang diberikan Sir kepada Dokja sudah selesai juga. Saya akan ke sana sekaligus meminta tanda tangan Sir."
Di belakang Lee Seolhwa, Kim Dokja memandang langit biru yang terbentang luas. Dia bisa melihatnya dari balik jendela dekat tempatnya berbaring.
Kim Dokja mengambil ponselnya, membuka salah satu aplikasi yang mengatur keuangannya. Ada 6 digit nol di belakang 2 angka. Kemudian dia memperhatikan kalender di ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite Our Story : If The Scenario Never Existed
Fanfiction⸢ Another Universe of Omniscient Reader Viewpoint ⸥ *** Han Sooyoung selalu percaya ada garis dunia lain di mana 'mereka' hidup bahagia tanpa adanya neraka skenario yang dialaminya. Setidaknya ada satu garis dunia di mana 'mereka' benar-benar mengal...