10. Hanya Alin.

482 97 4
                                    

"Tala!! Lari!! Kau sangat lambat tauu" Ejek gadis poni itu yang sudah berdiri jauh di depan Khandra.

Khandra tertawa, begini ternyata rasanya mencintai dan dicintai. Dirinya terlalu lama berfokus pada dunianya sendiri, tanpa berpikir untuk mencari seseorang sebagai bagian dari hari-harinya. Namun tanpa sadar juga sejak dulu Khandra membiarkan Alin masuk dan mengusik hari-harinya.

Khandra tersenyum kemudian berlari mengejar gadisnya dan menangkap kekasihnya itu sebelum dibawa ke dalam pelukannya.

"Aku mencintaimu." Ucap Khandra tiba-tiba yang jelas membuat jantung Alin berdegup kencang tak karuan. Gadis itu terdiam di kebisuan yang tercipta setelah Khandra mengucapkan kalimat yang tak pernah ia dengar.

Alin membalas pelukan Khandra, "terimakasih Tala". Alin tulus dalam setiap tindakannya pada Khandra, gadis polos itu benar-benar jatuh cinta pada Khandra. Tujuh tahun lamanya dia bertahan dengan cinta sepihak, dan siapa yang sangka akhirnya perasaannya dibalas? Walau diwaktu yang membuat dadanya sesak setiap saat.

Perasaannya sudah terbalas, namun bagaimana jika semesta lah yang tak menginginkan keduanya? Bagaimana jika semesta yang menentangnya? Bagaimana jika semesta lebih mencintai keterpurukan dirinya? Banyak bagaimana yang membuat Alin menangis tiap malam.

Bolehkah Alin kembali memohon? Bolehkah Alin meminta kemurahan hati semesta untuknya? Kemurahan hati takdir untuk dirinya? Meminta Tuhan berpihak sekali saja padanya? Meminta dirinya menikmati kebahagiaan ini tanpa merasa sesak di dadanya?

Khandra menatap wajah Alin yang tersenyum namun terlihat risau. "Jangan pernah berpikir hal buruk yang tak jelas wujudnya. Kumohon Lin, fokus untuk dirimu dan aku saja." Pria itu tak tau untaian apa yang melilit isi kepala kekasihnya namun hal ini membuat perasaanya ikut terluka.

Khandra memeluk Alin, mencoba menenangkan isi pikiran gadisnya. Walau dirinya sendiri cukup kacau dan sesak hingga ingin mengumpat sekeras mungkin, berteriak dan menangis. Menyesali semua yang ia lakukan, menyesali seluruh tindakan bodohnya.

Alin tersenyum, "Tala, can I get my punishment?" ya bukan Alin namanya jika membiarkan perasaan sedih terus melilit keduanya. Khandra menunduk dan menatap Alin yang sudah tersenyum begitu lebar.

"Aku memikirkan hal bodoh, jadi harus dihukum, ya'kan?" Goda Alin yang membuat Khandra tertawa.

Khandra mengelus pipi Alin dengan ibu jarinya, seluruh perasaannya ia tumpahkan dalam setiap tindakannya. Betapa beruntung dirinya memiliki Alin di sisinya? Betapa indah hidupnya memiliki Alin untuk dirinya? Betapa sempurnanya perasaan dia ketika Alin yang memilikinya?

Untuk kali ini Khandra tidak hanya mengecup bibir itu, ia menciumnya begitu lembut, melumatnya tanpa ingin melepaskannya, meraub bibir itu tanpa ingin memberi jeda.

Alin tidak bersiap untuk hal ini, dirinya tak tau harus merespon seperti apa. Namun tubuhnya yang secara spontanitas memperlihatkan betapa hanyut dirinya dalam ciuman Khandra.

Tangannya memeluk leher Khandra, membiarkan pria itu menciumnya lebih dalam tanpa tau bahwa dirinya membutuhkan oksigen untuk bernapas.

Keduanya terengah-engah, tanpa ada yang niat untuk mengalihkan mata atau membuka suara. Khandra menatap Alin dengan matanya, dirinya memotret banyak hal dengan matanya, memori ini tak akan hilang.

Alin dengan pipi meronanya, nafasnya yang tersengal, dengan pupil mata yang membesar, tak lupa bibir ranum yang mengkilap oleh saliva keduanya.

Sial jantungnya kembali berdegup kencang.

Tidak sexy apanya?! Khandra bodoh! Kenapa baru sadar sekarang!?? Bahwa Alin adalah wanita yang ia dambakan sejak lama!

"Kenapa liatnya gitu? Ada sesuatu di wajah Alin?" Tanya gadis itu dengan raut yang lucu. Khandra tersenyum dan menggesekkan ibu jarinya untuk menghapus saliva diujung bibir Alin.

Tala dan Alin ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang