CHAPTER 06 : Kota Proklamator

85 6 1
                                    

A/N : VOTE, KOMEN & SHARE CERITA INI.

"Pertemanan itu seperti pengasah besi. Ada baunya, kita juga ikut bau. Ada buruknya, kita juga pasti ikut buruk. "



Suara gemericik hujan yang menabrak kaca mobil menemani pagi Dinda. Hujan sudah turun sejak sebelum subuh tadi. Dinda dan Alvaro terpaksa naik mobil ke sekolah yang hanya berjarak 3 KM dari perumahan mereka.

"Nanti lo beneran kuat ke Blitar? " tanya Alvaro sambil melirik Dinda yang menyandarkan kepalanya ke kaca jendela. Bibirnya sangat pucat dan suhu tubuhnya nggak kunjung turun sejak semalam.

Tiba-tiba Dinda batuk riak membuat Alvaro tambah khawatir. "Tuh kan. Lo masih sakit tau, Din. Jangan di paksain lah lombanya. "

Dinda menyedot ingusnya kuat-kuat hingga rasa nyeri menjalar ke seluruh batang hidungnya, "Kalo gue menang, gue ajak lo ke pantai. Setuju nggak? "

Alvaro berdecak sebal, "Gue nggak butuh lo menang, Din. Lo sehat aja gue udah seneng. "

"Sok lu! "

"Gue beneran khawatir bos, " bela Alvaro.

"Iya-iya. Gue percaya. " Dinda mengusap puncak kepala Alvaro gemas. "Lain kali jangan pakai pengharum vanilla, ya? Gue nggak suka. "

"Lo mau muntah, Din?! " pekik Alvaro. Dengan ketangkasannya, Alvaro langsung menukikkan mobil ke pinggir jalan.

"Lo ngapain minggir? " heran Dinda.

"Lo mau muntah 'kan? "

"Siapa yang bilang kalo gue mau muntah? " tanya Dinda balik.

"Lo sendiri yang bilang nggak suka sama pewanginya. "

Dinda mengulum bibirnya emosi, "Bukan gitu kali maksud gue. Au ah! Pusing ngomong sama lo tuh, " kesalnya lalu cemberut.

"Btw lo udah ngerjain ppt PKN belum? " tanya Alvaro sambil memutar kemudinya, mengembalikan mobil ke jalanan.

"Udah kemarin. "

Jangan salah paham. Alvaro alergi nyontek-nyontek squad ges. "Lo nonton acaranya mbak Najwa yang kemarin nggak? "

Dinda menggeleng, "Belum sih. Ada apa emangnya? "

"Mereka berulah lagi. "

"Berulah gimana maksud lo? " Sebenarnya Dinda itu nggak terlalu suka membahas pemerintahan seperti ini. Tapi demi Alvaro, Dinda akan mendengarnya ocehan cowok itu sampai selesai meskipun nggak paham.

"Masa' iya mau ngeluncurin UU perlindungan nama baik buat pemerintahan? Mana dendanya di luar nalar lagi, " geramnya. "Mereka di kritik kan juga karena mereka nggak becus. Kerja di bayarin pajak rakyat aja nge-sok banget, " lanjutnya dengan kesal.

Dinda tertawa sumbang, "Papah lo DPR loh, Al. "

"Maka dari itu gue nggak setuju sama rancangan kali ini. Kenyataannya di lapangan 'kan emang mereka suka tidur, suka pinjam uang rakyat tapi nggak di balikin, suka...." Alvaro menggantungkan ucapannya, "Banyaklah pokoknya ulah mereka itu. "

"Lo jadi se-kelompok sama Rara? " tanya Dinda, sengaja mengalihkan.

"Nggak tahu gue. Dia-nya nggak bisa di hubungi, " jawabnya.

"Kok nggak bisa di hubungi. Emangnya pas di sekolah dia juga nggak ada? Perasaan dia masuk terus deh, " heran Dinda sambil menyalakan ponselnya lalu mencari status whatsapp Rara beberapa jam lalu.

"Gue di blokir. "

"What?! "

"Soalnya gue nggak pakai salam perkenalan. "

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 20, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Oops! Friendzone?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang