CHAPTER 05 : Orang Dewasa

73 6 1
                                    

A/N : VOTE, KOMEN & SHARE CERITA INI.

A/N : Ig @its_totobaebae

"Kenapa orang dewasa jarang menangis? Karena mereka menahannya. Mereka benar-benar ingin terlihat kuat di mata anak-anaknya. "



"Kamu sakit, Din? " tanya pak Adib setelah melihat wajah pucat Dinda.

Dinda menggeleng cepat, menolak untuk di kira sakit. "Saya nggak papa kok pak. Saya sehat. "

"Kalau kamu sakit, istirahat aja dulu. Jangan di paksakan. Nanti tahunya pas lomba kamu malah sakit. "

Di ruangan ber-AC dan jendela yang di tutup rapat ini, Dinda dan Odi menghabiskan dua minggu terakhir. Mereka terus berlatih untuk perlombaan mereka tanpa kenal lelah.

Kesalahan pengiriman naskah pidato Bung Karno ke SMA Tunas Bangsa membuat mereka harus bekerja lebih keras. Seharusnya pengirimnya sudah dari dua bulan lalu, tapi entah kenapa justru telat satu bulan setengah.

"Kamu beneran nggak papa, Din? " tanya Odi yang ikutan khawatir melihat teman seperjuangannya pucat.

Dinda berdecak sebal, "Kalo gue bilang nggak papa ya berarti gue nggak papa kali, " jawab Dinda dengan sedikit emosi.

Odi lantas mengeluarkan dua bungkus susu kotak Frisian Flag Full Cream ke atas meja laboratorium. Setelah menusuk ujungnya dengan sedotan, Odi menggesernya perlahan ke hadapan Dinda.

"Buat gue? " tanya Dinda sambil tersenyum sumringah, menunjuk dirinya sendiri.

Odi hanya mengangguk kecil lalu memutar duduknya, membelakangi Dinda. Pipinya bersemu kemerahan karena tak segaja melihat deretan gigi putih bersih Dinda saat tersenyum barusan.

"Makasih loh, Di, " ujar Dinda setelah menyeruput separuh susu kotaknya. "Kok lo tahu sih gue suka beginian? " tanya Dinda.

"Kata orang-orang, " jawabnya tanpa menghadap Dinda.

"Lo kok ngadep sana mulu sih? Ngadep gue dong, " pinta Dinda sambil bersikeras menarik-narik pundak kanan Odi supaya berputar menghadapnya.

Setelah menghembuskan nafas panjang, Odi memberanikan diri memutar tubuhnya dan tersenyum lebar pada Dinda. "Lo ngapain senyum-senyum gitu? " tanya Dinda.

"Tolong simak gue. " Odi menyerahkan naskah pidatonya pada Dinda lalu berdiri kikuk di depan papan tulis.

Seperti biasa, Dinda mengacungkan kedua jari jempolnya tinggi-tinggi untuk mengapresiasi kerja keras tim-nya. "Lo pasti bisa! " Itu yang bisa Odi tangkap saat melihat kedua bibir Dinda yang bergerak tanpa suara.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh! " Odi memulainya dengan suara bertekanan tinggi dan penuh semangat serta kedua tangan yang naik setinggi dahinya. "Paduka tuan Ketua yang mulia! Sesudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritu Zyunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapat kehormatan dari Paduka tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pula pendapat saya. Inilah kalimat pembukaan yang di ucapkan bapak negara ini, Bapak Insinyur Seokarno pada tanggal 1 Juni 1945 di tengah rapat untuk memutuskan dasar negara yang akan menyongsong negara ini makin maju. "

Cowok jangkung berkulit sawo matang dan bibir kecil mengerucut yang kemerahan itu memang terlihat cupu di hari-hari biasanya. Tapi saat sudah berdiri di stage, wajahnya akan berubah serius dan di jamin siapapun yang melihatnya akan terpesona. Belum lagi humor Odi yang bisa membuat para audiens tertawa terpingkal-pingkal.

"Lo keren banget tau nggak? " puji Dinda sebelum berdiri untuk gentian berlatih.

Ia hanya tersenyum tipis lalu mengeluarkan kaca mata minus-nya dari saku celananya. Odi si Cupu is back!

Oops! Friendzone?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang