S E P U L U H

232 23 0
                                    

Bisa Dhafin tebak, bahwa sekarang ini Arga tengah menyendiri di rooftop sekolah. Tentu saja dia tahu, diantara pertemanan enam orang tersebut, Arga dan Dhafin lah yang paling lama mengenal satu sama lain. Bahkan orangtua mereka pun juga saling mengenal satu sama lain membuat mereka tampak seperti saudara.

Dhafin menghampiri Arga sedang melamun disebuah sofa tua yang terletak telah lama disana. Lalu Dhafin ikut menduduki dirinya di samping Arga.

"Capek ya ngadepin cewek," celetuk Dhafin menatap lurus ke depan membuat Arga menoleh padanya.

Arga menghembuskan napas sejenak, lantas ikut menatap ke arah depan dengan tatapan kosong. Sorot matanya sendu, tergambar jelas dari raut wajahnya jika saat ini Arga dirundung rasa penyesalan setelah meminta putus pada Vellyne.

"Sebenernya gue egois nggak sih, Fin? Gue mutusin Vellyne sedangkan gue nggak mau jauh dari dia. Gue masih sayang Vellyne, Fin," lirih Arga linglung.

Dhafin mengangguk mengerti. "Gue paham. Disini gue yang salah. Seharusnya gue nggak ngajakin lo buat dateng telat dan hal ini nggak bakal terjadi." Dhafin sadar posisinya. Dia yang telah membuat kekacauan antara hubungan Vellyne dan Arga.

"Tapi Vellyne juga egois, Fin. Gue nggak bisa nyalahin lo. Nggak mungkin gue bakal ninggalin lo semua demi kesenangan dia. Gue tahu dia benci sama lo dan geng kita, tapi nggak harus gini 'kan?" Arga mengeluarkan segala unek-uneknya.

Dhafin lagi-lagi bisa mengerti keadaan sahabatnya. Cowok itu berinisiatif menepuk pelan pundak Arga untuk menenangkan.

"Jadi sekarang lo maunya gimana?" tanyanya.

"Gue pengen balikan lah. Tapi apa mungkin Vellyne masih mau nerima gue? Dia pasti kecewa sama gue," ucap Arga sambil menunduk lesuh.

"Kalau lo emang cinta sama dia, perjuangin bro. Buktiin ke dia kalau kita nggak brengsek kayak yang dia pikirin." Dhafin memberi masukan.

"Gue bakal coba, tapi gue butuh waktu. Vellyne itu anaknya nggak mudah dibujukin, gue biarin dia tenang dulu."

***

Sementara itu di UKS sekolah, Jihan, Zora dan Aurel berusaha untuk menenangkan Vellyne yang sejak tadi tak bisa tenang. Setiap saat air matanya terus mengalir tanpa henti, hingga seluruh wajahnya memerah.

"Vel, udah ya, jangan nangis terus. Gue ikut sedih nih," ucap Zora tampak kasihan melihat kondisi mengenaskan sahabatnya di sekolah. Untung saja Jihan mengusulkan untuk membawa Vellyne ke UKS, kalau ke kelas mungkin suasana makin tambah kacau.

"Vel, jangan nangis mulu ih. Muka lo makin jelek tuh," sahut Aurel ikut sedih. Sesekali ia mengelap air mata Vellyne dengan tisu.

"K-kenapa sih, hiks...A-arga jahat," isak Vellyne dengan deraian air matanya.

"Sabar ya, Vel. Arga nggak jahat kok. Dia cuma belum ngerti sama perasaan lo," celetuk Jihan mengusap-usap bahu Vellyne.

"T-tapi, hiks...hiks, dia mutusin gue demi temen-temennya. Gue 'kan cuma mau nasehatin dia," ucap lagi Vellyne tak henti-hentinya menggerutu tentang Arga.

"Kenapa semua cowok itu sama aja? Hiks." Vellyne lantas memeluk Aurel yang berada di samping kanannya.

Aurel senantiasa mengusap-usap punggung Vellyne dan merapikan rambutnya yang berantakan.

"Nggak kok, Vel. Arga nggak gitu. Gue yakin dia masih sayang sama lo, gue yakin dia pasti nyesel udah mutusin lo, Vel. Jangan nangis lagi ya. Pegang omongan gue, suatu saat nanti Arga pasti bakal balik lagi ke lo," kata Jihan sedangkan Vellyne hanya diam.

"Tapi gue benci sekarang sama Arga!" seru Vellyne setelah beberapa lama terdiam.

"Lebih besar mana, benci lo atau cinta lo ke dia?" tanya Zora.

Dhafin: Bad Boy HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang