"Terkadang aku terlalu peduli pada orang yang ada di hatiku, sampai aku lupa bahwa di luar sana masih ada yang menyimpanku di dalam hatinya."
-Keiza Lovy Alditama-
...
Suara decitan sepatu saling bersahutan, gadis itu berlari sambil menggiring bola oranye besar di tangannya. Langkahnya terhenti, ia melempar bola itu ke dalam ring, beriringan dengan suara riuh yang menggema ke penjuru lapangan.
"Kei! Aku padamu!"
"Gila ...! Keringetan malah makin cakep! Coba gue, yang ada kucel kek cucian!"
"Uh! Jodoh orang meresahkan!"
"Kei, pacaran sama Kakak, yok!"
Kei tak bisa menahan kedua sudut bibirnya untuk tidak tertarik ke atas, membentuk senyuman simpul yang membuat pekikan kagum dari orang-orang semakin menjadi.
"Jantung gue gak aman, Dek!"
"Astaga ... itu senyumnya manis banget, gula di rumah gue bakal insinyur liatnya."
"Pantes gula di rumah gue rasanya hambar."
"Kei, sini masuk karung!"
Senyuman Kei semakin melebar, menampilkan deretan gigi putihnya yang rapi. Gadis itu membungkuk, berterima kasih pada orang-orang yang sudah menyaksikan permainannya di lapangan.
"Kei!"
Atensi Kei teralih pada seorang pemuda di pinggir lapangan, "Sini!"
"Gue ke sana dulu," pamit Kei pada anggota timnya.
"Lo dipanggil Bagas ke Ruang OSIS."
Itulah kalimat yang keluar dari pemuda yang memanggilnya.
Desahan lelah sontak keluar dari mulut Kei, baru saja ia melemparkan segala bebannya bersama bola basket tadi. Namun, agaknya Bagas benar-benar tak membiarkan itu, dan Kei yakin bahwa semuanya akan semakin berat.
Membereskan barangnya, gadis itu melangkah menuju Ruang OSIS sambil menjawab sapaan dari beberapa orang yang berpapasan dengannya. Napas berat kembali mengembus, matanya menatap pintu cokelat berbahan kayu itu.
Ceklek!
"Kenapa gak masuk?"
Bersamaan dengan suara pintu yang terbuka, suara dingin milik Bagas menyapa indera pendengaran Kei.
"Gas, aku—"
"Masuk, Keiza!"
Pada akhirnya, Kei memasuki ruangan itu, bergeming di tempatnya sambil mengamati Bagas yang mengunci pintu dan menyisakan mereka berdua.
Jika tatapan bisa membunuh, mungkin Kei sudah mati sekarang. Bagas, pemuda di hadapan Kei yang merupakan kekasihnya itu tengah menatap tajam tepat ke arahnya.
"Lo tau kesalahan lo, kan?"
Kei menggigit bibir bawahnya, "Aku gak salah."
"Apa lo bilang?!" Suara Bagas meninggi, "Jelas-jelas lo ngebiarin si Arsy jailin Vani!"
"Aku udah minta maaf ke Vania, dan dia bilang kalo dia bakal pesen makanan sama kamu, Bagas!"
"Alah! Basi, Lo!"
Tangan Kei mengepal, "Terus kamu maunya aku gimana?" lirihnya, sebisa mungkin menahan amarah.
"Minta maaf sama Vani dan jauhin Arsy," final Bagas tak ingin dibantah.
KAMU SEDANG MEMBACA
TITIK TEMU
Teen Fiction"Kita saling bertolak belakang, berjalan dengan arah berlawanan sampai tak menyadari bahwa kita telah mengitari takdir dan berakhir di sebuah titik temu." Bertolak belakang, sangat cocok untuk menggambarkan Kei dan Daffa. Bagaikan siang dan malam, k...