Jemma mengerutkan keningnya ketika melihat punggung yang sangat dikenalnya itu duduk dibawah cahaya lampu meja makan.
Melihat jam di layar ponselnya yang menunjukan sudah jam sebelas malam semakin membuat Jemma bingung, pasalnya setau dirinya Jero akan pulang pagi nanti karena jaga malam.
"Ro?" Panggil Jemma membuat yang dipanggil menoleh kebelakang.
"Sini cepet." ucap Jero.
Jemma menaikkan alisnya namun tetap menghampiri Jero. Sebenarnya niat awal Jemma ke dapur itu untuk mengecek bahan kue yang akan dibawanya ke toko besok, namun karena Jero jadi tidak jadi.
"Bukannya kamu jaga malem? kok udah pulang?" tanya Jemma.
Jero melirik perempuan didepannya sekilas, "Gausah banyak tanya, baca terus tanda tangan." ujar Jero menyodorkan selembar kertas pada Jemma.
"Ini?-
"Gue bilang gausah banyak tanya."
Jemma membaca rentetan demi rentetan kalimat yang sepertinya sudah dipikirkan dengan matang saat ditulis. Namun tak ada satu dari kalimat disana yang membuatnya mengerti. "Maksud kamu?" tanya Jemma.
"Gue rasa harusnya dengan baca lo udah ngerti apa maksudnya."
"Jero, kamu serius?"
"Gue gaada waktu buat bercanda sama lo." balas Jero.
"Kontrak pernikahan? lagi? maksud kamu apalagi sih? bukannya diawal aku udah tanda tangan juga?" tanya Jemma.
"Apalagi sih mau kamu? setahun ini aku turutin semua yang kamu mau. Pisah kamar, gak ikut campur urusan pribadi kamu, apa lagi yang kamu mau?" sambung Jemma, entahlah dirinya mulai emosi.
Jero menatap datar Jemma didepannya. "Lo cuma perlu tanda tangan Jemma. Gue gak minta lo banyak nanya dari awal."
Jemma mendecih, "Sekarang gini, aku tanya balik sama kamu. Kamu emang udah ngelakuin apa yang aku minta diawal hah?" tanya Jemma.
Jero mengalihkan pandangannya dari Jemma, tak berniat menjawab.
"Kan, kamu aja gak pernah ngelakuinnya Ro. Padahal yang aku mau gampang." kata Jemma.
"Mau lo itu nyusahin."
"Nyusahin gimana?" tanya Jemma tak percaya. "Cuma waktu. Aku cuma butuh waktu kamu Ro."
"Dan lo tau Jemma, apa yang lo mau itu udah jelas cuma buang-buang waktu gue." balas Jero. "Jangan lupa, alesan kita menikah itu karna apa. Jangan banyak menuntut."
Jemma terkekeh geli, apa dia tak salah dengar barusan?
"Jangan banyak menuntut? harusnya kamu bilang kaya gitu sama diri kamu sendiri." kata Jemma.
"Jangan buta, dari awal sampe detik ini siapa yang banyak nuntut? itu kamu sendiri." lanjut Jemma beranjak meninggalkan meja makan dan kembali ke kamarnya.
Namun tangan Jero lebih dulu menahannya. "Tanda tangan Jemma."
Jemma mendecih, melepaskan pegangan Jero dengan kasar. "Penuhin dulu permintaan aku, baru kita bicarain lagi soal kontrak kamu yang baru." jawab Jemma lalu kembali ke kamarnya.
Jero mengepalkan kedua tangannya. Mengacak rambutnya frustasi dan kembali melihat kertas yang masih bersih belum terbubuhi coretan tinta yang baru.
"Sialan."
•••
Memasukkan barang terakhir kedalam tasnya, Eca meregangkan badannya yang kaku setelah hampir seharian sibuk dengan pasiennya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Story
FanfictionKatanya pernikahan itu untuk menyatukan dua kepala yang berbeda menjadi satu. Lantas bagaimana jika setelah disatukan pun dua kepala yang berbeda itu menolak bersatu meski kata sah sudah terucap diantara keduanya?