Yang terdahulu

616 94 25
                                    

Jemma menggela nafas kasar begitu dirinya membuka pintu rumah, sudah ada Jero yang duduk sambil bersedekap dada di sana.

"Assalammualaikum,"

"Darimana?"

Jemma berhenti, melirik Jero yang kini manatapnya. "Waalaikumusallam, setidaknya jawab dulu salamnya."

"Waalaikumusallam. Darimana?"

"Rumah ayah." jawab Jemma.

"Duduk sini."

"Kalo kamu masih mau memperpanjang persoalan kontrak kamu, aku nolak." kata Jemma masih ditempatnya.

"Bisa gak sih lo jangan banyak menuntut? cukup tanda tangan Jemma." kata Jero.

"Aneh kamu," kata Jemma beranjak pergi dari sana. Namun belum sempat Jemma ke kamarnya yang berada di lantai yang sama, tangan Jero lebih dulu menahannya.

"Oke fine! gue turutin."

Jemma melepaskan genggaman Jero pelan. "Kita obrolin aja," kata Jemma mengurungkan niatnya ke kamar dan beralih duduk di sofa tengah.

Jero mengusap wajahnya kasar, ikut duduk disamping Jemma.

"Mas,"

Bagai tersetrum listrik, Jero langsung terdiam. Rasanya sudah lama sekali tidak mendengar panggilan itu. Meski Jero suaminya dan juga lebih tua satu tahun dari gadis itu, tapi Jemma hanya memanggilnya dengan sebutan itu hanya saat hari pernikahan mereka, dan juga hari ini.

Rasanya? beda saja entah mengapa dibanding Jemma hanya memanggilnya dengan namanya.

"Entah sampe berapa kali kamu maksa aku buat tanda tangan itu, aku minta maaf aku gak bisa. Aku menikah sama kamu bukan untuk terus memperpanjang kontrak sama kamu. Hampir setahun ini, aku coba buat menuhin janji aku diatas kertas putih itu sesuai dengan permintaan kamu. Dan dua bulan lagi kontrak itu habis bukan? itu artinya kontrak itu berakhir dan aku udah menuhin kesepakatan yang ada disana sesuai yang kamu mau."

"Aku gak mau memperpanjang kontrak itu buat dua tahun kedepan seperti yang kamu minta di kontrak yang baru kamu buat lagi itu. Bukan apa, cuma aku rasa sia-sia aku mertahanin pernikahan ini dengan sepenuh hati aku, sementara kamu mertahanin aku dan pernikahan ini cuma untuk menutupi hubungan kamu sama Lara bisr gak ketauan sama orangtua kamu."

Jero membelalakan matanya, menatap sang istri disamping terkejut. "Lo tau soal Lara?"

Jemma tersenyum lalu mengangguk. "Kamu kaget aku tau?"

Jero diam.

"Aku gak akan protes apapun soal hubungan kamu sama Lara. Aku sadar kamu sama Lara udah lebih dulu bareng walaupun secara status hukum dan agama, aku yang lebih berhak atas kamu. Aku rasa juga udah cukup ya mas. Setelah kontrak itu berakhir, ayo kita akhirin juga pernikahan ini. Setelah itu kamu boleh perjuangin Lara tanpa perlu takut orangtua kamu juga aku tau apa yang kamu lakuin dibelakang aku." jelas Jemma.

Soal Lara, dia kekasih Jero dari sebelum Jero dan Jemma resmi menikah.

"Lo mau cerai?" tanya Jero dengan nada yang berubah menjadi dingin.

"Ya, itu keputusan yang lebih baik daripada harus terus terikat dengan kontrak. Mas, pernikahan itu bukan cuma hitam diatas putih, tapi juga ibadah dan janji kita sama tuhan. Aku gak mau terus ngerasa bersalah karna main-main sama tuhan."

"Apa kata orangtua nanti kalo cerai Jemma. Fine, gue bakal lakuin apa yang lo minta. Tapi setelah itu lo tetep harus tanda tangan. Seenggaknya kalo mau cerai nanti setelah kontrak selanjutnya." kata Jero.

Jemma menggeleng tak percaya, "Kata orangtua? kenapa kamu perduli? lagipula aku udah gak perduli soal apa yang aku tulis disana. Aku gak tertarik lagi."

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang