Memaksa dan terpaksa

736 86 62
                                    

Mazen menatap khawatir pintu kamar mandi yang hampir setengah jam itu belum terbuka. Lebih tepatnya khawatir pada seseorang yang ada didalam sana.

Sebenarnya Mazen sudah rapih dengan pakaiannya dan siap berangkat setelah tentunya menyiapkan bekal untuk sang istri seperti biasa.

Namun saat akan pamit tadi, yang Mazen dapati adalah suara Eca yang seperti sedang muntah-muntah dari dalam kamar mandi. Alhasil beginilah Mazen sekarang, berdiri khawatir di depan pintu toilet.

"Ca kamu gapapa?" tanyanya namun tak ada jawaban.

"Hey kamu denger aku? Ca?"

Masih tak ada jawaban.

"Aku dobrak ya? kamu jauh-jauh dari pintu." Ucap Mazen lalu bersiap untuk mendobrak pintu.

Namun tak disangka, Eca justru lebih dulu membuka pintu. Terlihat jelas wajah pucat Eca berikut rambut serta baju tidur yang sudah tak beraturan itu.

Mazen langsung memapah Eca, membawanya duduk di bersandar di ranjang sementara dirinya ditepian.

"Minum dulu," katanya menyodorkan segelas air.

"Ngapain?" tanya Eca lesu.

"Kenapa?" tanya Mazen tak paham.

"Ngapain masih disini? gak kerja?" ulang Eca.

"Engga. Aku udah izin, kamu lagi sakit." jawab Mazen.

Eca menepis tangan Mazen yang hendak menyentuh dahinya.

"Aku ga sakit."

Mazen menghela nafasnya, menatap wajah pucat Eca didepannya. "Hari ini kamu izin dulu, kamu lagi gak sehat Ca."

Eca menatap datar Mazen. "Perduli apa sih kamu? itu urusan aku."

"Jelas aku perduli, aku suami kamu. Aku punya tanggung jawab atas kamu. Tolong nurut sekali ini, kamu lagi gak sehat Ca." balas Mazen tegas.

Eca tak menjawab memilih mengalihkan atensinya dari Mazen.

"Kamu istirahat disini, aku buat bubur dulu di bawah. Nanti aku telfon Jero buat periksa kamu." ujar Mazen berlalu dari kamar.

Setelah mendengar pintu tertutup, barulah Eca meluruskan pandangannya. Menatap kearah figura foto pernikahannya dengan Mazen.

"Harusnya gue bakar sekalian waktu itu, ngebebanin aja." gumamnya.

Perhatiannya teralih pada ponselnya yang bergetar. Melihat nama Ranja disana, Eca langsung mengangkatnya.

"Iya Ja?" tanyanya langsung.

"Lo ga di ruangan Ca? kemana?"

"Dirumah, hari ini gue izin dulu. Lagi gak fit. Nanti gue konfir sama dokter Hezi."

"Lo sakit? suara lo lemes banget."

"Kayanya. Perut gua sakit banget Ja, mual juga. Kenapa ya?"

"Lo ada salah makan?"

"Gaada sih, kemaren kan cuma makan makanan yang lo beli."

"Hamil?"

Eca sontak melotot mendengarnya, "Gila lo?! ga mungkin. Gue aja gapernah." katanya memelan di akhir.

Sedangkan Ranja malah tertawa disebrang sana.

"Terus kaleng kopi di ruangan lo sebanyak itu siapa yang minum?"

Eca terkekeh, "Cuma tiga Ja,"

Ranja berdecih, "Tiga belas maksudnya!" Eca tertawa.

"Berapa kali sih gue bilang kalo minum kopi kalengan tuh sewajarnya Ca. Lo tau punya aslam sama maag masih aja begitu." omel Ranja.

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang