Lima

15 2 0
                                        

We meet again.

⏳ Selamat membaca ⏳

"Mama dengan orang jahat." Ran membelalak kaget mendengarnya.

"Ryo, tunggu di sini, ya. Papa akan kesana." Ran membantu Ryo duduk dipinggiran dan langsung berlari menemui (name) setelahnya.

Mereka masih menyiksa (name) dari menjambak, menampar serta menggores tubuh (name) yang terlihat dengan benda tajam seperti cutter yang mereka bawa. (Name) tidak sok kuat, dia tentu menangis tak tertahan.

Sudah ada beberapa orang yang menolongnya, tapi mereka tak kuat karena ikut dipukuli oleh tiga perempuan gila ini.

Tak lama setelahnya, (name) melihat bayangan Ran dari matanya yang sudah penuh akan air mata.

"HEI!! LEPASKAN DIA!!" Teriak Ran. Ran langsung menghempaskan ketiganya dan memunggungi mereka berlutut di depan (name).

"Kau tidak baik-baik saja. Aku akan membalas mereka." Gumam Ran lalu mengecup dahi (name) untuk menenangkan.

"Mungkin ini pria yang menjadi ayah anak jalang ini." Jess berkata dengan sombongnya.

"Jaga bicaramu, nona!"

"Terlihat seperti pria berkelas."

"Tetap saja, menghamili jalang tanpa pernik-"

Dengan cepat tiga pukulan menghantam hidung mereka. Darah keluar dari sana. Ran mengibaskan tangannya merasa kotor. Tanpa peduli, Ran berbalik kepada (name).

(Name) masih meringkuk kesakitan di belakang Ran. Tangannya menahan darah yang keluar dari luka sayatan di lengan kirinya.

Ran iba melihat kondisi (name) saat ini. Dengan hati-hati, ia mengangkat tubuh (name) dan menggendong ala bridal. (Name) merapatkan tubuhnya kepada Ran. Ia menangis menahan sakit.

Ran pilu mendengarnya. Ia juga sakit hati melihat kondisi (name) yang seperti ini. Mereka berjalan dan di belokan pertama melihat Ryo yang masih duduk sendiri sambil menendangi kerikil.

Mata Ryo sembab.

Ryo melihat ke arah mereka dan kaget dengan kondisi tubuh (name) yang penuh dengan luka. Hampir saja ia kembali menangis, namun ditatap dan diberi gelengan oleh Ran.

⏳⏳⏳

Setelah diobatinya luka (name) oleh Ran, (name) tertidur di sofa ruang keluarga. Ran menatapnya dan sesekali mengelus lembut surai (name).

"Papa, apa mama akan baik-baik saja?" Tanya Ryo dengan suara yang ia perkecil.

Ran mengangguk. "Iya, mama akan baik-baik saja. Bisa Ryo tunggu di sini? Papa akan menelpon paman Rindou." Ryo mengangguk dan menggantikan posisi Ran yang sebelumnya berlutut di samping sofa.

Ran beranjak keluar apartemennya. Ia mencari nama Rindou di kontaknya. Panggilan dimulai.

"Bagaimana?" Tanya Ran.

"Gila! Sangat gila, mereka bertiga sudah sangat terbiasa melakukan hal itu kepada (name) bahkan dari 2 tahun yang lalu." Balas Rindou dari seberang.

"Lalu bagaimana keadaan mereka sekarang?"

"Mati."

"Hee, aku kan cuma menyuruhmu untuk menyiksa, bukan membunuh."

"Siapa juga yang membunuh? Mereka bunuh diri, padahal aku hanya menanyakan beberapa pertanyaan."

"Dengan sedikit ancaman?" Ran menyeringai.

"iya, hanya sedikit sekali."  Ran tertawa. Ia menutup sambungan telepon dan kembali masuk ke dalam apartemennya.

"Sudah selesai, papa?" Tanya Ryo. Ran tersenyum dan mengangguk, ia mengacak surai hitam anaknya.

"Apa papa tidak kembali ke kantor?"

"Mungkin tidak, papa akan bekerja dari rumah sampai mama sembuh." Ryo tersenyum senang.

Mereka duduk bersama dengan Ryo berada di pangkuan Ran. Mereka menonton televisi bersama.

Terganggu dengan suara televisi, (name) membuka matanya. Ia hendak bangun dan bangkit, tapi ditahan oleh Ran.

"Tetaplah di sana (name)." (Name) hanya menurut. Ia menengok menghadap Ryo yang tersenyum cerah menyambutnya.

"Mama akhirnya bangun." Ryo senang. (Name) mengulurkan tangan kanannya untuk mengusap wajah Ryo.

"Apa mama membuatmu menunggu?"

"Tidak, Ryo tahu pasti mama kesakitan, kata papa Ran, mama perlu istirahat, jadi Ryo tidak mencoba membangunkan mama." (Name) tersenyum.

"Pintarnya." Ryo tertawa geli saat tangan (name) mengusap lehernya.

Ran berjalan menuju dapur dan kembali dengan secangkir teh hangat.

"Kau mau minum?" Tanya Ran. (Name) mengangguk. Ia bangun untuk duduk dibantu Ran.

"Terima kasih, Ran-san. Lagi-lagi kau membantuku. Benarkan aku sangat merepotkan."

"Tidak, kau tidak merepotkan. Tidak perlu bahas itu, minumlah." (Name) tersenyum. Ia mengangkat cangkir teh hangat itu dan dengan pelan menyeruputnya.

"Apa kau mau makan? Aku akan memasak." Tawar Ran.

"Tidak, aku bisa memasaknya sendiri nanti."

"Baiklah, tiga kare ayam akan segera dibuat." Ryo tertawa. Ia mengikuti Ran dari belakang, mengekor seperti anak ayam.

"Hei! Apa yang Ryo lakukan? Anak ayam tidak boleh ikut memasak, syuh syuh." Ran bergerak seperti mengusir. Ryo tertawa dan berlari kembali kepada (name).

"Nah seperti itu, diam di sana dengan ibu ayam."

"Hei! Aku bukan ayam, paman koki!" Ucapnya setelah itu tertawa bersama.

"Oh, apakah ibu ayam tidak mengakui anaknya? Anak ayam menangis lah." Ucap Ran masih sibuk dengan kegiatan memotongnya.

"Tidak, sepertinya aku dibuang." Ryo bermain meringkuk di sebelah (name).

"Tidak, tidak anak ayam. Aku tadi hanya bercanda, aku sebenarnya memang ibu ayam." Ucap (name) berbisik kepada Ryo. Ryo kembali berdiri dengan gembira. Ia memeluk (name) dan menciumi wajahnya.

"Apa hanya ibu ayam yang diberi ciuman? Bagaimana dengan paman koki disini?"

"Paman koki melarang anak ayam ke sana." (Name) menjawab.

"Cih, padahal aku adalah papa ayam yang sedang bekerja menjadi paman koki."

(Name) dan Ryo tertawa melihat raut Ran yang merajuk. "Baiklah, anak ayam akan memberi papa ayam ciuman." Ryo berjalan dengan memperagakan anak ayam.

Ryo mendekat dan mencium wajah Ran, mulai dari pipi, dahi, kemudian ke bibir, sama seperti yang ia lakukan pada (name).

Bersambung.... ⏳

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 20, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Serendipity | Haitani RanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang