lima

607 40 1
                                    











Sudah seminggu lebih Al tidak lagi bertemu dengan Zayyan, Al sama sekali tidak memikirkan kejadian sebelumnya. Lagian untuk apa di pikirin, lagian itu bukan pertama kalinya dia di perlakukan seperti itu.

Altezza Radhitya Irfandi, anak bungsu dari pasangan suami istri yang dulunya terikat karena sebuah hutang. Claudy, seorang ibu yang tanpa hati tidak mengaku Al seorang anaknya, sedangkan ayahnya? Rangga, dia selalu sibuk dengan bisnis nya dan wanita luar nya itu.

Pernah beberapa kali Rangga tidak mengingat jika dia sudah berumah tangga, apalagi sudah memiliki anak. Al memiliki seorang abang yang selalu dia banggakan, Liam Azkala Irfandi. Jarak umur Liam dan Al berjarak empat tahun.

Siang ini Al berniat mencari pekerjaan, dia tidak ingin berlama lama tinggal satu bangunan dengan orang tuanya itu. Banyak anak di luar sana tidak ingin orang tuanya bercerai, tapi itu tidak berlaku dengan Al. Dari dulu Al selalu ingin orang tuanya itu bercerai.

Lagian untuk apa mempertahankan rumah tangga yang bener bener sudah hancur itu. Selama dia hidup, orang tuanya tidak pernah kumpul barang, entah itu hanya sekedar makan malam atau hanya berbincang bincang di ruang tamu.

Jujur, Al selalu iri dengan keluarga teman temannya, keluarga yang selalu bangga dengan mereka, orang tua yang selalu memberikan perhatian lebih untuk buah hatinya.

Jangan kan di bangga kan oleh orang tuanya, Al dapat beasiswa saja mereka tidak ingin tahu menahu. Selama Al sekolah, orang tuanya sama sekali tidak pernah turun tangan. Bahkan saat Al mendapatkan juara umum, liam lah yang datang untuknya.

Al selalu iri dengan keluarga temannya, tapi Al lupa kalau temannya juga iri dengannya, terkadang temannya suka berandai andai memiliki abang yang perhatian seperti Liam.

Saat ini Al sudah berada di gedung megah yang bertingkat tinggi, Al sempat mendengar kalau di perusahan ini ada lowongan kerja. Padahal Liam memiliki perusahan sendiri yang tidak kalah megahnya dengan perusahan yang berada di depannya itu.

Liam sempat menawarkan nya untuk bekerja di sana, tapi Al langsung menolaknya begitu saja, dia tidak mau terus terusan menjadi beban untuk abangnya itu. Al ingin mandiri seperti abangnya.

"Permisi, saya ingin bertanya, ruang interview di mana ya?" Tanya Al dengan ramah.

Resepsionis itu malah terbengong melihat muka Al saat ini, bahkan sama sekali tidak mengedipkan matanya.

Lah kenapa nih, penampilan gue ada yang salah ya? Atau apa sih, kok gue jadi deg deg an gini sih, batin Al lalu kembali melihat penampilannya itu.

Keknya ga ada yang salah deh, tapi kenapa dia liatin gue kek gitu banget anj. Jangan bilang dia bengong karena melihat ketampanan gue ini, dengan pedenya Al mengucapkan itu di dalam hati.

Al yang sudah jengah langsung saja memanggil kembali resepsionis itu, sudah berapa kali tapi tetap saja tidak ada yang terjadi, orang itu masih saja terbengong dengan nyamannya.

Al yang tidak tahan lagi.

Plak...

Satu tamparan Al layangkan di pipi resepsionis itu, sepertinya resepsionis itu memakai begitu tebal make up hingga sebagian bedaknya menempel di tangan Al.

Resepsionis itu seketika sadar lalu meminta maaf, "ma-maaf tuan, tuan bisa langsung ke ruang chief executive officer. Sebentar saya akan memanggilkan sekertaris Rian" jelas resepsionis itu lalu menelpon seseorang.

"Anda bisa menunggu di sana tuan" tunjuk resepsionis ke salah satu sofa di sana.

"Alya?, Fokus lah dan semangat. Untuk tamparan tadi saya minta maaf" tanpa menunggu jawaban Alya, Al pergi begitu saja.

Selang berapa menit, seseorang datang den mengaku jika dirinya sekertaris dari chief executive officer.

Rian sedikit membungkuk kan punggungnya, "Maaf menunggu lama tuan, anda bisa ikut saya," tanpa menunggu jawaban Al, Rian lebih dulu pergi dan mengarahkan ke suatu ruangan.

"Maaf jika lancang, apa benar nama anda Altezza, tuan?" Al bingung, padahal kan dia belum memberi tahu namanya.

Kok dia tahu nama gue njg, kan gue ga ada sebut nama dari tadi, Al kebingungan di situ tapi tidak menunjukannya.

"Ehh iya pak, kok bapak bisa tau?" bukannya menjawab Rian malah tersenyum dan membuat Al makin kebingungan di situ.

"Sehat sehat terus ya," setelah mengucapkan itu, sekertaris Rian pergi dari pandangan Al.











































































Terimakasih sudah baca cerita aku
Jangan lupa vote ya, apalagi komen, aku suka kalau kalian komen diceritaku(ノ◕ヮ◕)ノ*.✧

my beloved lordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang