tigabelas

168 13 1
                                    







"ck tau gitu gue ga datang ke rumah om om mesum itu" gerutu Al sejak tadi.

Al sedang tidak mood saat ini, apalagi pipinya masih terasa kebas sebab tamparan cewek tadi. Pingin gitu Al membalasnya, tapi Al males memperpanjang masalah dengan cewek itu. Akhirnya ia memilih pergi dari rumah Zayyan.

"Jadi...gue ga kerja lagi nihh?" Ujarnya sambil menghela nafas berat.

"Dah lah balek aja gue" ujar Al lalu memberhentikan salah satu taksi yang lewat di depannya.

Kosong, itu lah yang ada di pikirannya. Al tak tau lagi apa yang harus ia lakukan. Keluarga, pertemanan bahkan percintaan tak ada yang berpihak dengannya.

Dari tadi, matanya terus terpejam. Tidak, Al tidak tidur ia hanya memejamkan matanya. Ia hanya mengistirahatkan matanya yang terus ingin menangis.

Al tak suka jika orang lain menganggap nya lemah. Memang semua orang berhak menangis, dari wanita maupun pria. Tapi Al tak suka dengan pandangan orang yang menganggap nya pria cengeng ataupun lemah

Tanpa sadar, ternyata ia sudah sampai di perjalanan rumahnya. Al langsung saja membayar taksi itu dan keluar dari sana.

Ia melangkah kan kakinya lelah. Saat Al ingin membuka pintu utama, Al malah mengernyit bingung. "Kayaknya gue kunci deh nih pintu tadi" ujarnya dalam hati.

Karena penasaran ia pun memutuskan untuk masuk kedalam, Al sedikit memelankan langkahnya. Ia takut n yang membuka rumahnya adalah maling, kan ga lucu, 'gue blom nikah, mau enak enak dulu yaallah' batin Al terus berbicara.

Al memandangi sekitarnya, "kok ga ada orang ya?"

"Nyari siapa kamu hah!" Suara itu, badan Al langsung menegang seketika.

Tanpa berpikir, Al langsung melihat ke belakangnya, betapa kagetnya ia sekarang. Tak jauh dari tempat ia berdiri. terlihat wanita cantik awet muda, dan pastinya menggunakan baju formalnya.

"Ma....mamah" ucap Al terbata bata. Tanpa sadar keningnya sudah basah akan keringat.

"Kenapa?....kamu ga senang saya datang ke sini?" Tanya wanita itu lalu melangkah kearah sofa depan tv.

Al hanya memandangi mamahnya tanpa ingin menghampiri.

"Bang Liam beneran ngasih tau ke mamah?" Ucap Al samar ia masih tak percaya dengan ucapan abangnya semalam.

Ia kira abangnya hanya menggertaknya saja, tapi ternyata ucapan abangnya sungguhan.

"Ngapain kamu di situ terus?" Mendengar itu, Al langsung berjalan ke arah mamahnya dengan perlahan. Kali ini pandangannya terus ia tundukan, nyalinya benar benar menciut kalah sudah berhadapan dengan mamahnya.

"Duduk kamu!" Pinta wanita itu yang langsung Al lakukan.

"Eum kenapa mah?" Tanya Al memberanikan diri.

"Ck kamu tuh selalu aja nyusahin, bareng kami atuapun enggak, selalu aja ngerepotin. Asal kamu tau di luar sana saya masih banyak pekerjaan masih banyak yang harus saya urus bukan kamu aja, jadi tolong lah ngertiin saya" tidakk ada bantahan dari Al sedikitpun, ia hanya menundukkan kepalanya tak berani menatap mamahnya.

"Maaf mah" ujar nya pelan

"Maaf kamu bilang?! Heh gara gara kamu, saya ninggalin rapat saya asal kamu tau" tak henti henti nya mamahnya memarahinya.

"Sekarang apa lagi yang kamu lakuin hah?!" Pertanyaan itu mampu membuat tubuh Al menegang. Bahkan matanya sudah bulat sempurna.

"Maahh,...Al bisa jelasin semuanya, mah" ujar al yang langsung berlari kearah mamahnya. Al dari tadi berusaha untuk memegang tangan mamahnya, tapi nihil mamahnya terus saja menghempas tangannya dengan kasar.

"Mau jelasin apa hah?!"

"Saya capek Al sama kelakuan kamu" tak ada lagi suara mendominasi melainkan hanya suara pelan dan pasrah yang keluar dari mulut mamahnya.

Al makin panik jika mamahnya sudah berbicara dengan nada itu. Air matanya tak bisa lagi ia bendung.

"Semalam Abang mu nelpon kami, dia bilang kamu ga mau kerja di tempat Abang mu. kenapa hah?!" Al langsung diam mendengar ucapan mamahnya, Al langsung bernapas sedikit lega.

"Kamu tuh, di kasih yang enak malah kamu tolak. Udah ngerasa hebat iya hah?" Al langsung menggelengkan kepalanya, sejak tadi ia terus memegangi tangan mamahnya.

"Saya ga mau tau, kamu harus kerja bareng Abang mu"

"Kamu tau sendiri kalau abang mu marah menyangkut tentang mu," ujar mamah Al lagi dengan tatapan tak senang

"Pliss dehh....jangan buat kami semua repot. Harusnya kamu bersyukur punya Abang yang masih mau ngurusin anak kayak kamu" ujar mamahnya lagi.

"Asal kamu tau, kami selalu tersiksa dengan keberadaan mu. Mungkin kamu ga pernah melihat kejamnya Liam, tapi kami selalu ngerasain kekejaman itu..."

"Entah apa yang liam lihat dari kamu," Al hanya diam melihat mamanya yang terus saja memandanginya jijik.

"Asal kamu tau, kamu hanya anak pungut yang kami asuh karena paksaan Liam, brengsek" perkataan mamahnya kali ini, membuat hati kecilnya ingin kembali menangis.

"Ma...maksud mamah?"

"Kamu pikir aja sendiri, awas kamu" ujar sang mamah lalu mendorong Al agar menjauh dari nya.

Al hanya memandangi kepergian mamahnya dengan air mata yang kembali keluar.

"Gue anak pungut?" Ucapnya pelan, ia masih tak percaya dengan ucapan mamahnya.

"Hahahah..... Gue anak pungut hahahha...anak pungut." Tawanya dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipi mulusnya.

my beloved lordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang