"Ngapain?" Tanya Al sedikit sewot.
"Gak senang banget gue kesini."
Tanpa izin pemilik rumah, Liam langsung saja masuk kedalam rumah itu dan menduduki dirinya di sofa ruang tamu. Bukannya tak memiliki sopan santun, tapi kali ini Liam benar benar letih, sejam lebih ia berdiri di depan pintu dengan hawa dingin yang menyelimuti dirinya. 'Lagian ia berprilaku seperti ini hanya kepada adiknya saja' pikirnya.
"Ngapain sih lu kesini bang?" Tanya Al dengan nada malasnya. Saat ini ia enggan untuk menyambut tamu meskipun itu abangnya sekali pun.
Mendengar ucapan Al membuat Liam makin emosi, "ehh asal lu tau ya, gue juga ga mau ke sini ya kalau ga di suruh cowok lu tuh" ujar Liam kesal.
Akhirnya Al menduduki dirinya tepat di samping abangnya, tak lupa kerutan di keningnya sebab bingung dengan ucapan abangnya itu, " cowok gue?" Bahkan Al mengucapkan itu sambil menunjuk ke arahnya.
"Iya lah cowok lu, ga mungkin cowok gue"
"Bang lu ..." Ucap Al terhenti karena tak mampu meneruskan ucapannya.
"Ga usah syok gitu, gue dah tau" ujar Liam makin membuat Al kaget.
Mendengar penuturan Liam, Al langsung merangkul tangan abangnya itu, "bang lu-lu tau apa aja bang?" Tanya Al
"Udah gue bilang semuanya, ngeyel banget sih lu"
"Bang jangan kasih tau mamah bang, pliss, gue mohon, bang." Al tak bisa mendeskripsikan perasaannya. Takut, gelisah semua jadi satu.
Tanpa pikir panjang Liam langsung melepas tangan Al dari tangannya. Kini Liam memandangi Al dengan tatapan kecewa.
Al yang di tatap seperti itu makin panik, bahkan tangannya sudah gemetaran, keringat dingin.
"Sayangnya mamah udh tau, besok dia mau kesini" ujar Liam menjadi jadi. Mendengar itu seketika tangisan Al pecah. Ia benar benar takut saat ini.
"Bang bilang ke Meraka, itu semua bohong. Gue di sini gak belok bang" ujar Al masih dengan tangisannya.
"Ga peduli gue, capek gue ngurus lu" ujar Liam lalu pergi dari hadapan Al.
Seketika tangis Al terhenti, ia mencoba mencerna kembali ucapan abangnya itu. Ia takut jika pendengarannya salah saat ini. Al melihat kearah Liam yang ingin keluar dari rumahnya. Dengan pergerakan cepat Al langsung menghampiri Liam, meskipun ada sedikit jarak di antara mereka.
"Bang, maksud lu....?"
"Kurang jelas apa?! Gue udh capek ngurus lu anj, urus diri lu sendiri sana, gue muak" setelah mengatakan itu Liam langsung pergi dari rumah Al, meninggalkan Al seorang diri dengan pikiran yang masih mencoba memahami ucapan abangnya itu.
"Gue nyusahin?" Tanya Al pada dirinya.
Seketika badannya meluruh, tangisannya kembali pecah. tak ada lagi orang yang bisa ia andalkan. Dulu ia masih memiliki Liam, tapi kini semuanya hilang, pergi. Dari dulu ia tak mendapat kasih sayang dari orang tua nya, dan sekarang Liam pun ikut meninggalkannya.
"Hiks....g-gue ga punyak siapa siapa sekarang,hiks"
Sudah ada dua jam lebih Al menangis, tanpa sadar Al tertidur di ruang tamu karena letih menangis. Ia capek menangisi keadaan yang menimpanya.
Mungkin hanya mimpi yang bisa membuatnya bahagia, jika Al di suruh milih dunia mimpi atau dunia nyata, ia akan memilih dunia mimpi . Karena memang dunia mimpi lah yang menjadi tempat ia berlari jika ia letih dengan kehidupan yang tengah ia lewati.
✪✪
Suara alarm yang terus saja berbunyi membuat tidur Al terganggu, dengan rasa enggan ia membuka matanya. Bisa ia rasakan jika saat ini matanya telah bengkak sebab semalaman ia menangis.
Sesekali ia menggelengkan kepalanya, mencoba menghilangkan rasa pusing yang ia rasakan. Sebelum bangkit dari duduknya, Al mematikan alarm dari hpnya. Tak lupa ia melihat jam yang sudah tertera di sana.
Karena masih jam setengah 6, Al langsung saja berjalan menuju dapur. Al akan membuat sarapan serta bekal untuk ia kerja nantinya.
Ia akan mencoba hemat untuk saat ini, jika dulu ia bisa berfoya foya tapi kali ini seperti nya ia harus belajar hemat.
Al hanya membuat apa yang ia bisa, dan pasti mudah untuk di buat. Setelah lama berkutik di dapur, akhirnya nya pun bekal Al jadi dengan sempurna.
Karena merasa matahari makin terik, Al pun memutuskan untuk segera mandi. Dengan sedikit berlari ia meninggal kan dapur yang sudah bersih itu.
Lima belas menit akhirnya Al siap dengan seragam kerja nya, ini hari pertamanya ia kerja. Ada rasa takut dan cemas yang menggerogoti hati kecilnya.
"Ayo Al, lu pasti bisa,". Ucapnya menyemangati diri sendiri. Setelah ia rasa siap, Al langsung saja pergi tak lupa dengan membawa tas nya.
Al menuruni tangga dengan perlahan, sesekali mulutnya mengeluarkan lagu favorit nya.
Tin..tin..
Mendengar suara klakson membuat Al langsung mencepatkan langkahnya, sepertinya Go-Jek yang ia pesanan tadi telah datang. Tak ingin membuat Go-Jek itu menunggu lama, ia pun langsung. Keluar dari rumahnya.
Selama di perjalanan pikiran Al kembali kosong, kejadian semalam kembali berputar di ingatan nya, sudah berapa kali ia menepis jauh jauh pikirannya itu, tapi nyatanya nihil, semua susah untuk ia lakukan.
Tanpa sadar kini Al sudah sampai di depan rumah milik bosnya itu. Dengan segera ia masuk kedalam, tak lupa membayar Go-Jek tadi. Saat Al baru saja masuk kawasan rumah zayyan, ia sudah di sambut baik oleh pak Rio. Al tak terlalu mengenal atasannya itu, mungkin ini pertemuan mereka yang ke tiga kalinya.
Setelah bertegur sapa dengan pak Rio, Al pun langsung masuk ke dalam rumah megah itu.
Selama ia melewati ruang tamu, beberapa pelayan menunduk hormat kepadanya, Al merasa tak enak hati dengan penghormatan ini semua. Karena tak ingin ambil pusing Al langsung saja menghampiri kamar bosnya itu.
Tok tok tok
Karena tak ada jawaban dari dalam, Al kembali mengetuk pintu itu. Tapi tetap saja pintu itu tak terbuka.
Al lama lama kesal di suruh berdiri di depan pintu tanpa ngapa ngapain. Lima belas menit ia sudah berdiri di sana, akhirnya ia memutuskan untuk membuka pintu itu sendiri.
'Tak ada salahnya jika ia membuka pintu itu, pikirnya', lagian siapa suruh pemiliknya tak membukakan.
Cklek
"Mau ngapain lu?" Al langsung menghentikan pergerakan nya, padahal ia baru ingin membuka pintunya tapi terhenti sebab suara itu.
Al mengerutkan dahinya bingung, pasalnya ia belum pernah melihat orang didepannya saat ini.
"Eum...sapa ya?" tanya Al sopan,
Bukannya mendapat jawaban, malah tangannya di tarik agar menjauh dari kamar zayyan.
"Lu... karyawan baru?, berani banget sih buka pintu bos sendiri"ujar cewek itu dengan muka sinis nya,
Al hanya memandangi cewek di depannya dengan tatapan bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
my beloved lord
RomanceMenceritakan kehidupan sehari-hari seorang pelayan laki laki serta tuannya dengan keegoisan nya.