enam

563 38 1
                                    

Al dari tadi hanya memandangi dua orang di depannya dengan kesal, apalagi dengan cowo yang saat ini tengah tersenyum manis menatapnya. Kalau tahu begini, Al tidak akan datang apalagi melamar kerja di sini.

Al tau Abang nya ini selalu perhatian padanya dan tidak ingin adek satu satunya itu terluka, tapi tidak berlebihan seperti ini. Kalau seperti ini kan Al yang merasa tidak enak dan ngerasa terkekang.

Al jengah dengan dua cowo di depannya, dari tadi mereka hanya menatapnya tanpa berbicara.

CK , ini membosankan.

"Bang, ngapain sih lu buntutin gue terus" tanya Al, bermaksud membuka percakapan di antara mereka.

"Gapapa dong, gue kan ga mau adek gue kenapa napa" Al yang mendengar jawaban Liam bukan senang malah ia menampilkan muka jijik, dan itu mampu membuat Liam tertawa.

Liam bukan lah orang yang humoris, tapi kalau sudah dengan adek nya, apasih yang tidak terjadi. bisa di bilang Liam itu sebelas dua belas dengan temannya, Zayyan. Yapp Zayyan merupakan teman Liam yang paling awet dari teman teman lainnya.

Kok bisa ya awet, padahal kan sama sama kulkas berjalan?

"Jadi gimana, di terima?" Orang yang di tanya hanya diam dan masih saja membolak balikkan map yang ada di tangannya.

"Tidak" Al yang mendengar itu langsung melotot tidak terima, apa coba yang di kurang darinya, bisa bisanya dia tidak di terima.

Brak....

Lagi lagi Al menggebrak di depan orang yang sama, Liam yang mendengar saja kaget, gimana tidak, Al saja mengebrak nya tidak memberi aba aba dulu.

"KOK GUE GA DI TERIMA SIH ANJ" marah Al yang langsung membuat Liam kalang kabut.

Liam berusaha menenangkan adeknya itu dengan cara mengelus punggung adeknya pelan, "sabar Al," ucap Liam takut.

Al langsung saja berbalik dan menghadap abangnya, baru saja ingin mengeluarkan satu kata, tapi langsung saja di potong oleh Liam dengan jari telunjuk yang ia arahkan di bibir mungil Al.

"I-iya gue salah Al."

"Emang lu yang salah pe'ak" ucap Al yang di angguki Liam.

Zayyan yang melihat kejadian itu malah memandang sinis Al, Al yang merasa di remeh kan langsung berjalan menuju kuris putar yang di duduki Zayyan itu.

Akhh....

Liam yang mendengar temannya merintih kesakitan langsung melihat itu. Dia tidak pernah membayangkan seseorang Zayyan di tendang tytydnya oleh seorang mahasiswa yang baru saja wisuda tiga hari lalu.

Kenangan yang harus di abadikan.

Al bukan nya merasa bersalah ia malah senang melihat Zayyan kesakitan seperti itu, "Enak bukan tuan Zayyan?."

"Dek kasian itu teman gue, udah sini. Mending lu kerja di perusahaan gue aj..." Belum saja menyelesaikan kalimatnya.

"Gak males" jawab Al enteng.

Masih aja kekeh nih anak gue lempar, ternganga lu Al.

Liam yang ingin mendekati adeknya kembali, terhenti ketika ia mendengar suara dari saku celananya.

"Lu duduk, gue mau angkat telepon" perintah Liam yang langsung di lakukan oleh Al.

Al tidak bisa berkutik bahkan membantah jika Liam sudah menampakkan wajah tegasnya itu.

Al kembali menatap Zayyan dengan sinis, emang cocok sih Zayyan di pandangan kek gitu. Lagian nihh apasih kurangnya Al, bisa bisanya di tolak.

"Kenapa?" selama dua jam Zayyan hanya mengucapkan dua kata, tidak dan kenapa.

Hemat sekali bukan? Padahal ngomong tuh ga perlu bayar, bisa di bilang gratis.

"Gue mau lu terima gue disini" Zayyan hanya menanggapi dengan menaiki satu alis matanya.

Pemaksaan, batin Zayyan berucap.

Zayyan mengeluarkan sebuah map dari lacinya, langsung saja ia memberikan itu kepada Al. Tanpa menunggu Al langsung mengambil map itu dan membukanya. Kebiasaan Al selalu saja setuju sebelum orang lain menjelaskan.

Al langsung menadatangani berkas itu tanpa membaca dulu, kebiasaan. Smirk terlukis jelas di muka datar Zayyan saat ini.

"Tuh ambil" Al langsung melempar map ke meja dengan sedikit bantingan.

"Kapan gue mulai kerja?."

"Besok."

"Ok, gue setuju" senang sekali rasanya akhirnya dia bisa kerja, ya meskipun dia tidak tau bagian apa nantinya. Yang penting dia keterima kerja itu sudah cukup baginya.

Tidak lama kemudian Liam kembali dengan hp yang masih berada di tangannya. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi, muka Liam terlihat begitu khawatir ketika melihat adeknya, altezza.

Langsung saja Al menghampiri abangnya dan menepuk pelan tangan Liam, "bang, kenapa?" Al rasa abangnya akan kembali menyembunyikan itu.

Bukannya menjawab Liam malah menarik Al kedalam pelukannya, pelukan hangat Al selalu saja membuatnya kembali tenang. Jika Al bukan adek nya, bisa di pastikan saat ini Al sudah ia kurung di mansion nya.

Jangan lupa vote and komen, biar aku nya makin rajin up

my beloved lordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang