21. Tujuan Hidup: Berada di Sisinya

16.2K 2.8K 206
                                    

Cek sosial mediaku untuk lihat konten2 seputar cerita2 yg sdh dan akan ku publish.

Selamat membaca
.
.
.
.
.
.

21. Tujuan Hidup: Berada di Sisinya

"Mau buat kopi." Adrian menyisir lemari kecil yang ada di bengkel kerja Winka. Pria itu menemukan setoples kopi bubuk dan sekaleng krim yang belum dibuka.

"Lo jujur deh sama gue, Dri, kenapa lo betah banget di sini?"

"Lha, rumah kakak gue." Adrian mengambil teko elektrik, kemudian mengisinya dengan air.

"Wah, nggak benar. Lo mencurigakan." Winka mengamati gelagat Adrian yang tak acuh.

"Pak Galih, mau kopi sekalian?" tawar Adrian tanpa mengindahkan Winka.

"Boleh."

"Lo benar-benar!" Winka masih memburu Adrian.

"Serius, Mbak, gue nggak ada apa-apa." Dia mencolokkan kabel untuk memasak air. "Lagian, lo kenapa curigaan sama gue?" Pria itu menyeret kursi di depan Winka. "Kayak aneh banget gue nginap di sini."

"Memang!" Winka menatap kritis. "Lo kebiasaan kabur ke sini kalau sedang ada masalah. Lo ngambek lagi sama Papa?"

"Dih! Lo pikir gue anak SD pakai ngambek segala?"

"Ya, lo memang masik bayi. Cuma badan doang yang bongsor, kelakuan nggak ada dewasa-dewasanya."

"Ya Allah, salah mulu gue kalau sama lo." Adrian mengeluh.

"Gue cepuin ke Papa kalau lo nggak mau cerita." Winka membuka ponselnya dan memperlihatkan pesan yang dikirim Bram semalam. "Papa nanyain lo ke gue. Nggak biasa-biasanya dia cariin lo, kecuali lo buat masalah."

"Elah, Pak Galih, apes amat dapat calon istri kayak kakak saya." Adrian memasang wajah tengil.

"Cantik, Dri," kata Galih kalem. Winka tersipu-sipu.

"Najis amat muka lo, Mbak!"

"Namanya juga salting." Winka kembali memburu Adrian. "Lo kalau ada apa-apa cerita deh ke gue, Dri. Jangan suka dipendam sendiri."

"Ya, nanti gue cerita ke lo kalau sudah punya masalah."

Winka menatap Adrian lamat-lamat sebelum akhirnya menyerah untuk memaksa adiknya tersebut. "Terserah, Adrian!" Ponsel Winka yang berada di atas meja bergetar, karena panggilan masuk dari sang bos. "Halo?" Winka mengangkat panggilan tersebut. "Ya, Wim?" Gadis itu mejauh ketika menyadari bahwa bosnya ingin mengajak diskusi.

"Pak Galih, nggak sakit mata lihat warna rambut baru Mbak Winka?"

"Saya sudah dalam tahap menerima dan mengikhlaskan." Pria itu menatap Adrian hangat. "Winka hanya khawatir."

"Saya tahu." Adrian manyun, tampak kebingungan.

"Nggak semua masalah bisa kita selesaikan sendiri, terkadang kita memerlukan teman bicara untuk punya second opinion."

Adrian menatap Galih cukup lama. "Mbak Winka sudah cukup banyak mendapatkan masalah karena saya." Dia menghela nafas. Tahun-tahun yang berat harus kakaknya jalani setelah mengetahu skandal perselingkuhan Bram Winata dengan ibunya. Ada banyak hal yang direnggut dari kehidupan Winka Winata. Hal-hal yang tidak seharusnya dialami oleh gadis itu, termasuk posisinya dalam keluarga Winata. "Nggak seharusnya saya melibatkannya lagi kali ini."

Bunyi air yang telah mendidih terdengar memenuhi ruangan itu. Adrian beranjak untuk membuat kopi, sedangkan Galih mengamati punggung pria itu. Dia tidak bisa memaksa Adrian. Pria itu sepertinya mempunyai pertimbangan sendiri sehingga memutuskan untuk tidak buka suara.

Win-Ka-WinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang