11. Bagi Denganku, Jangan Dengan Orang Lain

36.9K 5.9K 577
                                    

Udah baca Ola, Hala! belum, Beb? Masih on going di storial, diupload setiap Senin dan Kamis.

Btw, Open PO Pesona Rasa di penerbit masih buka sampai tgl 30 Juni. Untuk shopee segera menyusul ya. Pantengin aja akun Ig gue (paramitadia) untuk update informasi.

Btw, kalian sanggup nggak vote sampai 5000? Sanggup nggak nih? Hhhaaa

.
.
.
.
.

Galih mendorong terbuka pintu ruang kerja Mbak Dea. Pria itu langsung disuguhi adegan perundungan yang sedang dilakukan oleh sang kakak dan Winka Winata kepada Satria—sepupu mereka.

"Lo ngaku aja deh. Pasti setting-an, 'kan?" Mbak Dea berkacak pinggang sambil melempari Satria menggunakan kulit kacang.

"Lo lihat gue tobat bukannya bersyukur, malah dirundung." Satria mencebik, berusaha menghalau lemparan kulit kacang tersebut.

Winka yang duduk di sebelah pria itu tertawa-tawa. "Susah deh percaya sama playboy kayak lo. Adanya cuma suudzon sama berprasangka buruk."

Satria menoyor kepala Winka dengan wajah kesal, membuat gadis itu terbahak-bahak. "Heran gue! Nggak ada banget yang mau percaya kalau gue mau serius sama cewek," keluh pria itu.

Mbak Dea menatap sinis. "Emangnya lo ada rencana buat serius? Tampang aja nggak mendukung." Gantian wanita itu yang menoyor Satria. "Ngaku aja deh lo! Males gue lihat lo gimmick mulu di infotaiment. Nggak ada fadehnya!"

"Punya saudara nggak ada akhlaknya, Ya Allah!" Satria merana. Namun, dalam hati nggak membantah sama sekali perkataan Mbak Dea.

"Lo mending berhenti deh kasih harapan-harapan nggak jelas ke cewek-cewek itu. Kasian kali, Sat. Lo apa-apain, tapi sama sekali nggak lo kasih kejelasan." Mbak Dea berceramah.

"Kayak gue yang nyodorin diri aja, Mbak," gumam pria itu.

Winka mengelap sudut-sidut matanya yang berair akibat terlalu banyak tertawa. "Gue paham. Lo emang cakep banget, Bang Sat, tapi berkali-kali mengulang kejadian yang sama buat kita semua hafal."

"Lo kok kayaknya memahami gue banget?" Satria cengengesan sambil mengusap kepala Winka. Galih menghela nafas melihat interaksi mereka berdua. Pria itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, lantas berjalan mendekat.

"Lho, kok lo ke sini?" Mba Dea yang pertama kali menyadari keberadaannya.

"Mampir." Pria itu melirik kursi kosong yang berada di sebelah kanan Winka dan menjatuhkan diri di sana.

Mbak Dea mengamati adiknya itu dengan raut pensaran. Masalahnya, Galih hampir mustahil mengatakan kata mampir ketika mengunjungi restorannya. "Lo nggak yang kurang kerjaan banget kan, Gal?" tanya Mbak Dea sambil mengupas kulit kacang.

"Nggaklah," sangkal pria itu kalem. Winka melirik Galih dengan alis yang terangkat samar. Pria itu pura-pura nggak mengindahkan kode yang dilempar oleh gadis itu. "Peter mana?" Gaih mengalihkan pembicaraan.

"Ya, di dapurlah. Jam segini tamu lagi banyak-banyaknya." Mbak Dea membuka tutup botol air mineral. "Lo udah baca gosip soal anak ini belum, Gal?" Mbak Dea menunjuk Satria. Galih mengangguk. "Menurut lo yang kali ini serius atau cuma gimmick doang?" tanya Mbak Dea kemudian.

"Emangnya dia pernah serius?" Wajah Galih datar saja, tetapi memberikan pukulan telak pada Satria.

"Asem nih!" Satria terbahak-bahak. Sudah nggak bisa mengelak.

"Kan kan kan, ketahuan lo!" Mbak Dea menepuk bahu Satria keras-keras sampai pria itu mengaduh kencang. "Tobat makanya! Kalau sampai kena karma mau apa lo?"

Win-Ka-WinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang