ANAK AMAR

4.1K 146 2
                                    

"Niken, ibu dan Dea tidurlah di lantai atas. Maaf kalau ranjangnya sempit. Besok saya belikan lagi biar muat untuk bertiga. Sementara saya biar tidur di lantai bawah." Kata Fahri saat semua sudah sampai di ruko tempat Fahri berjualan.

"Papa, kenapa kita pindah kesini ?" Tanya Dea polos.

"Biar mama tidak diganggu om Amar sayang. Nanti kalau rumah lama kita sudah laku papa belikan rumah Dea yang bagus."

"Horeee ..... Makasih papa."

"Fahri, apa tidak sebaiknya kalian saja yanh tidur disini? Ibu biar di lantai bawah. Atau ibu bisa pulang kerumah lama ibu."

Fahri melihat Niken sekilas, kemudian tersenyum.

"Tidak perlu. Ibu tinggal saja bersama kami. Saya dibawah saja sambil menjaga toko."

"Yasudah kalau begitu. Kita beberes dulu ya."

"Buk, saya nitip toko sebentar ya, saya keluar cari makan dulu sebentar. Untuk harga semua sudah tertera disetiap kain."

"Iya Fahri."

Fahri beranjak pergi. Dia tidak sekalipun melihat Niken. Sementara Niken entah kenapa dia sakit melihat Fahri semiskin ini sekarang. Uang 10 juta pemberian Fahri bahkan masih utuh belum dia pakai sama sekali, ingin mengembalikannya pada Fahri agar bisa berguna tapi Niken terlalu gengsi untuk berbicara pada Fahri.

Tiba-tiba saat akan masuk ke kamar mata Niken berkunang-kunang, kepalanyapun sakit, bahkan jalan Niken terhuyung hingga hampir saja terjatuh jika tidak dipegang oleh Dea.

"Mbah, ini mama kenapa ?" Teriak Dea.

"Ken, Ken ngopo koe ?" Tanya ibu sambil meraih lengan Niken.

"Enggak tau buk. Kepala Niken pusing."

"Ayo masuk kamar dulu." Ajak ibuk sambil memapah Niken ke dalam kamar.

"Dea mbah minta tolong Dea ambilin air putih di bawah ya, nanti pelan-pelan aja lewat tangganya."

"Baik mbah." Dea beranjak.

"Kamu kenapa ? Apa yang kamu fikirkan ?"

"Niken telat haid buk sudah beberapa  bulan belakangan ini."

"Hah ? Apa mungkin kamu hamil ?"

"Justru itu yang Niken takutkan buk. Ini seperti sebuah dejavu buk." Kata Niken sambil menangis.

"Kenapa takut ? Toh kan kamu sudah ada suami ? Fahri juga pasti seneng kamu hamil. Mungkin ini jalan dari Allah agar kalian bisa segera akur kembali."

"Tapi buk jikapun Niken beneran hamil, ini tu bukan anak mas Fahri. Tapi anak Amar. Karena semenjak Niken menikah dengan mas Fahri kami belum pernah melakukan itu."

"MasyaAllah...... "

"Makanya buk. Niken merasa seperti dejavu, Niken hamil disaat rumah tangga Niken sedang hancur. Sama seperti saat dulu Niken bersama mas Fahri."

"YaAllah nduk. Nasibmu." Kata ibu menangis sambil memeluk Niken.

Fahri tersenyum senang karena ini pertama kalinya Niken berbicara dan meminta tolong padanya. Bagi Fahri ini adalah awal kebaikan bagi rumah tangga mereka. Niken meminta tolong Fahri untuk mengantarnya ke bidan terdekat. Tentu bukan hanya sekedar minta tolong saja, tapi Niken sengaja meminta antar Fahri agar Fahri mendengar perkataan dokter jika Niken benar-benar hamil.

"Selamat ya pak istrinya sedang hamil." Kata dokter.

"Hamil ?" Tanya Fahri.

Dokter tersenyum melihat Fahri dan Niken. Sementara Fahri memperlihatkan wajah terkejutnya atas kabar kehamilan Niken. Fahri memandang ke arah Niken, tapi Niken sengaja memalingkan wajahnya dari Fahri.

"Berapa usia kandungannya dok ?" Tanya Fahri.

"4 bulan bapak alhamdulillah ya dijaga kandungan istrinya karena sedang hamil muda. Jangan terlalu bekerja yang berat-berat dulu."

"Baik dokter terimakasih." Jawab Fahri.

"Saya berikan resepnya ya pak, bisa ditebus diapotik agar bisa diminum oleh istri bapak."

"Berikan obat dan vitamin yang terbaik buat istri saya dokter." Kata Fahri.

"Baik pak Fahri."

Selesai dari dokter Fahri dan Niken kembali pulang. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir keduanya. Niken terus memandangi Fahri yang sedang mengemudikan mobilnya. Sesekali dia menyeka air mata yang jatuh membanjiri pipinya.

*****

"Hamil ?" Tanya Shinta kaget

"Subur amat lo Ri ? Baru dua bulan udah berhasil ngebuntingin Niken ?" Tanya Shinta lagi.

"Itu anak Amar."

"Hah ? Jangan nuduh lagi deh loe ! Ga kapok lo dulu udah nuduh Niken sama Niko ? Tar Niken kabur lagi lo bingung lagi."

"Enggak. Saya sama sekali belum menyentuh Niken dari semenjak kita menikah."

"Hah ? Serius lo ? Wah jangan-jangan elo ?"

"Shin ini bukan saatnya membahas saya impoten apa tidak. Saya tidak menyentuh Niken karena saya tidak ingin memaksa Niken. Sudah cukup Niken membenci saya karena saya mempermainkan pernikahannya dengan Amar. Saya tidak mau membuat dia semakin membenci saya." Kata Fahri sambil menutup wajahnya dengan kedua kakinya.

"Sabar Ri." Kata Shinta sambil menepuk bahu Fahri.

"Masalah hidup lo lebih berat dari gue. Gue ga bisa kasih lo nasihat." Lanjut Shinta.

****
Fahri masih berdiri di depan ruko. Entah kenapa ada rasa dalam hatinya enggan untuk masuk ke dalam rumah. Apalagi jika harus bertemu dengan Niken. Fahri ingin marah, Fahri ingin mengumpat, tapi dia tak punya keberanian untuk itu. Fahri takut jika dia terbawa emosi justru akan membuat dia semakin jauh dari Niken. Seperti sebuah karma, dulu Fahri menuduh Niken hamil anak Niko padahal ternyata Niken tidak pernah berbohong padanya, terbukti bahwa Deandra benar anak kandungnya. Tapi sekarang justri Niken malah hamil dengan Amar disaat mereka benar-benar menikah. Dan semua ini karena ulah dan rencana Fahri sendiri. Berkali-kali Fahri menarik nafas panjang sebelum akhirnya dia membuka pintu rukonya.

"Niken ?" Fahri kaget karena melihat Niken terduduk di meja kerja Fahri.

"Kamu belum tidur ?" Tanya Fahri mendekati Niken.

"Mas .... " Niken membuka suara.

"Iya ? Apa ada sesuatu yang kamu butuhkan ? Biar saya cari."

"Sekarang aku sedang hamil anak Amar. Tidakkah kamu membenciku ?" Tanya Niken.

"Dulu saat aku hamil anakmu dan kamu menuduhku hamil anak Niko kamu sangat membenciku. Bahkan kamu membuangku. Apakah sekarang kamu juga akan membuangku ? Sudah jelas jika anak dalam kandunganku adalah anak Amar." Lanjut Niken.

"Saya sedang tidak ingin membicarakan hal itu Niken."

"Jawab semua pertanyaanku!"

"Untuk apa ? Apakah itu penting untukmu ?"

"Iya ! Aku mohon jawab !" Kata Niken sambil menangis.

"Saya mencintaimu! Saya tidak perduli itu anak Amar atau bukan. Yang terpenting buat saya sekarang adalah saya bisa merebut hatimu kembali. Saya hanya ingin suasana hangat kita dulu segera kembali."

"Bencilah aku mas ! Aku kotor ! Aku hamil anak Amar! Dulu kamu membenciku karena tuduhan tak terbuktimu itu! Sekarang tuduhanmu benar-benar terjadi. Bencilah aku !"

"Diam ! Saya tidak ingin kita membahas ini lagi. Anak Amar atau anak saya itu tetap menjadi anak saya sekarang! Saya tidak akan menceraikan kamu lagi ! Jadi jika kamu berfikir dengan kamu hamil anak Amar akan membuat saya menceraikanmu itu salah besar ! Jangan pernah bermimpi bisa bercerai dari saya !"

istri terbuangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang