RUKO

3.7K 144 1
                                    

Operasi pengangkatan janin dari dalam kandungan Niken berjalan lancar. Fahri juga sudah menyelesaikan administrasi dengan uang hasil penjualan mobilnya pada bos besar teman Shinta dengan harga tinggi bahkan nyaris seperti membeli baru.

Niken membuka mata perlahan. Dia melihat sekeliling, tidak ada Fahri di ruangan 3x3 itu. Disudut ruangan ada ibunya yang beristirahat di sofa.

"Buk ...... " Panggil Niken.

Tak ada jawaban.

"Buk ...... " Panggil Niken lebih keras lagi.

"Niken?" Ibuk terperanjak. Dia langsung bangkit dan menghampiri Niken.

"Syukurlah kamu sudah bangun." Kata ibuk sambil mencium kening Niken.

"Apa yang terjadi sama aku buk ? Kandunganku ?"

"Ceritanya panjang. Yang terpenting sekarang adalah kamu cepat sembuh dulu, agar kamu bisa segera pulang."

"Dea kemana buk ? Mas Fahri ?"

"Dea dirumah sama Fahri. Dari kemarin Fahri disini, hari ini dia ada kirim barang, makanya dia pulang. Dea dirumah, kan tidak boleh anak kecil di rumah sakit."

Niken mengangguk. Ibuk menceritakan semua yang terjadi pada Niken tentang operasi pengangkatan indung telur dan kandungannya yang ternyata harus diambil. Niken menangis tersedu karena kehilangan calon bayinya.

"Mungkin memang ini sudah jalannya Ken, gusti Allah itu baik, kamu tidak ditakdirkan untuk hamil anak Amar."

"Bayinya gak salah buk. Biarpun Niken membenci kehamilan Niken sama mas Amar, tapi Niken tetap merasa kehilangan buk."

"Iya ibuk ngerti. Kamu yang sabar ya."

"Assalamualaikum." Fahri memasuki ruang rawat Niken."

"Walaikumsalam." Jawab Niken dan Ibu serentak.

"Niken ?" Fahri langsung menghambur memeluk Niken begitu melihat Niken sudah sadar.

"Alhamdulillah kamu sudah sadar." Kata Fahri sambil mencium kening Niken.

"Buk Niken udah lama sadar ? Kok ibuk gak telpon Fahri ?"

"Baru saja Ri. Belum sempet ibu telpon kamu sudah datang. Dea mana ?"

"Dea Fahri titipin ke bu Nita buk. Pikir Fahri kita kan gantian jaga."

"Yasudah tidak apa-apa. Biar ibu pulang habis ini. Kamu bisa ya jaga Niken?"

"Saya antar ya buk ?"

"Biar ibu naik angkot. Kasihan Niken sendirian."

"Baik buk."

Setelah kepergian ibuk tak banyak hal yang Fahri dan Niken bicarakan. Hubungan mereka masih sama seperti kemarin sebelum kecelakaan itu terjadi.

"Kamu mau kemana ? Biar saya bantu." Tanya Fahri.

"Aku mau ....... "

"Saya suami kamu. Bisakah kamu turunkan sedikit egomu disaat seperti ini ? Nanti jika kamu sudah sehat kembali kamu bisa mendiamkan saya jika kamu ingin." Kata Fahri.

Kali ini ini Niken tidak lagi menolak bantuan Fahri. Namun masih belum ada percakapan diantara mereka sama sekali.

3 hari berlalu. Niken sudah bisa dibawa pulang. Fahri sudah membeli mobil baru dengan harga yang lebih murah dari sisa pembayaran rumah sakit Niken. Usaha Fahri juga sudah mulai laris. Sudah banyak yang mengetahui tentang penjualan kain dan gorden milik Fahri. Meskipun tidak setiap hari kirim setidaknya labanya bisa digunakan Fahri untuk kehidupan sehari-hari.

"Dea mau sekolah papa...." Kata Dea.

"Dea mau sekolah ? Dimana sayang ?" Tanya Fahri.

"Di TK aisyah itu papa. Mita juga sekolah disana." Kata Dea.

"Dea sekolah di TK pertiwi saja, jangan disana, sekolah pertiwi kan juga bagus." Kata ibu Niken menimpali.

"Gak mau mbah, Dea maunya sama Mita." Kata Dea sambil menangis.

"Hey anak papa jangan nangis, iya besok kita kesana ya, nanti papa daftarin sekolah disana sama Mita."

"Makasih papa." Kata Dea sambil mencium pipi Fahri.

"Sama-sama anak cantik."

"Dea main sama Mita dulu ya pa, dada .... "

"Hati-hati nak."

"Fahri, kamu yakin ? TK Aisyah itu mahal bayarnya, 3x lipat dari TK Pertiwi." Tanya ibu.

"Apapun demi Dea buk. Ibuk doakan saja rejeki Fahri lancar, biar bisa bayar sekolah Dea buk. Dea masih kecil, belum bisa ngerti tentang keadaan orang tuanya buk. Nanti jika dia sudah besar dia pasti ngerti."

"Yasudah kalau begitu."

"Buk, sebentar." Fahri mengeluarkan uang dari dompet dan diberikan kepada mertuanya.

"Kok banyak Ri ?"

"Ada lebihan penjualan buk. Buat kebutuhan sehari-hari ibuk. Kalau nanti kurang bilang Fahri ya buk."

"Baik. Nanti ibuk mau belanja bulanan ke pasar."

"Biar saya saja buk. Sekalian kirim kain nanti. Ibuk dirumah saja sama Niken dan Dea. Ibu catat saja nanti apa yang mau di belanja."

"Baik."

Setelah memberikan catatan belanjaan dan selesai mepersiapkan kain yang akan dikirim Fahri pergi. Tinggal ibu dirumah yang kemudian langsung menyapu toko. Disusul Niken yang baru saja turun dari lantai atas.

"Lho kamu kenapa turun ? Kalau ada apa-apa panggil ibuk saja, biar ibuk yang naik."

"Niken udah sehat buk. Bosen juga kan diatas terus." Kata Niken.

"Sini ibuk bantu." Ibuk menuntun Niken ketempat duduk di dekat meja kerja Fahri.

"Mas Fahri mana buk?"

"Nganter pesanan sekalian belanja bulanan katanya. Padahal tadi ibuk sudah dikasih uang belanja sama dia, tapi ujung-ujungnya tetap dia sendiri yang belanja."

Hening sejenak.

"Kamu masih belum berbicara sama dia ?"

Niken menggeleng.

"Ibuk tau kamu masih kecewa dan membencinya, tapi setidaknya berbaik hatilah sedikit padanya. Jika belum bisa menerima dia kembali setidaknya anggaplah dia suamimu. Melihat dia kemarin bolak balik mencari uang sampai menjual mobilnya demi membayar biaya operasi kamu sudah cukup membuktikan keseriusan dia Ken sama kamu."

"Mobil mas Fahri dijual buk ?"

"Lah ? Ibuk pikir kamu tau. Kan kemarin pas pulang juga kan naik mobilnya beda."

"Niken ga mikir sampai kesitu buk. Sumpah Niken baru sadar."

"Biaya operasimu mahal Ken. Rumah lama belum laku, terpaksa Fahri menjual mobilnya."

"Niken hutang banyak buk sama mas Fahri." Kata Niken sambil tertunduk.

"Hmmm kamu itu. Ohiya Dea juga minta sekolah di TK Aisyah, ibuk sudah bujuk biar di TK negeri saja biar bayarnya murah tapi Dea nggak mau, kata Fahri besok mau didaftarn ke TK Aisyah."

"Biar Niken yang bujuk Dea buk, siapa tau nanti Dea bisa ngerti."

"Mana mempan Ken, apalagi Fahri sudah mengiyakan. Pasti nanti Dea akan kecewa kalau tidak jadi Ken."

Niken menarik nafas panjang. Dia melihat sekeliling ruangan. Banyak gulungan kain dan gorden tertata rapi disini. Berbeda dengan kehidupannya dulu. Dulu dia hidup mewah di rumah bak istana dua lantai milik Fahri. Halaman yang luas, taman yang lebar, sofa yang empuk, mandi di buthup, tapi kini dia harus hidup di sebuah ruko dua lantai yang harus dibagi untuk tempat tinggal dan berjualan. Pada lantai bawah untuk berjualan dan lantai atas untuk tempat tinggal, belum lagi biaya sewa ruko setahun 25 juta. Semua kemewahan milik Fahri hilang hanya demi mendapatkan Niken kembali menjadi istrinya.

istri terbuangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang