notes: ayaaang... ini final chapter Mars & Mara, jangan lupa vote yahh7.
Hesa memicingkan matanya, ia seperti melihat sosok yang ia kenal di food court salah satu mall di daerah pusat. "itu Asmara ya?" ia kembali memperhatikan perempuan muda yang tengah makan siang bersama beberapa teman kantornya, sesekai Mara tertawa saat salah satu temennya bercerita.
Kemudian hesa meraih ponselnya, ditekannya nomor telepon Mars.
"Halo." Jawab Mars, suaranya parau, mungkin baru bangun tidur karena ini masih pagi di Belanda.
"Mars, gue ketemu Mara nih barusan."
"Hah," Matanya terbuka lebar, beberapa bulan berlalu dan nama itu masih saja membuatnya mual. "apaan sih Hes. Ga peduli gue."
"Hahaha... ini pertama kalinya aja gue liat dia lagi setelah beberapa bulan. Makanya pengen kasi tau lo..." Ujar Hesa.
Mars duduk, "Hes, liatin perutnya deh."
Mara dan teman-temannya beranjak karena mereka telah selesai makan. Tatapan Hesa jatuh ke perut Mara, "rata, Mars..." entah kenapa ia ikut kecewa.
Mars mendengus sengit, "beneran aborsi tuh orang? Well, selamat deh, bisa back in market lagi tuh."
Hesa tidak berkomentar.
"Sama siapa aja dia?"
"Katanya ga peduli?"
"Terlanjur! Elo sih, pake bangunin gue pagi-pagi." Sungut Mars.
"Dia berlima, tiga cewe, dua cowo, kayanya sih anak-anak kantornya, mereka pake baju rapih dan pake nametag."
"Oh..." gumam Mars.
"Mau gue salamin ga?" tanya Hesa usil.
"Salamin aja, bilangin, dapet salam dari bapaknya anak yang lo aborsi."
"Serius lo?"
Mars berusaha tertawa, "gak lah, ya terserah lo sih... ga peduli gue. Udah ya mau cari kopi dulu." Mars menutup telepon itu lalu duduk dipinggir tempat tidurnya. Ia sudah pindah kesebuah studio apartemen kecil didekat kampusnya, dimana Mars kembali jadi mahasiswa baru dijurusan impiannya, desain grafis.
Ia mengusak wajahnya dengan kasar.
Perutnya rata, kata Hesa. Mars mendengus kesal, bukan kesal karena Mara, tapi kesal karena matanya panas. sudah cukup ia menangisi semua ini diam-diam. Mars pikir ia sudah cukup kuat sekarang, tapi mendengar kabar Mara ternyata masih saja membuat dadanya nyeri. Entah sampai kapan, tapi Mars tau ia hanya harus fokus pada kehidupannya yang sekarang saja.
~~
Hari ini sudah lebih dari dua bulan sejak Mara keluar rumah sakit. Mara masuk ke ballroom yang ada di mall itu, ia sedang ditugaskan untuk ikut seminar oleh perusahaannya, tadipun ia makan di foodcourt bersama peserta seminar lain, makanan di food court mall mewah ini betul-betul mahal. Ia tadi hanya mampu membeli makanan paling standar, nasi goreng, disebuah gerai franchise makanan lokal.
Ponselnya bergetar, ia mengintip dan menemukan admin kampusnya menanyakan soal pembayaran sekolah.
Mara menghela nafas, ia masih belum punya solusi untuk biaya sekolahnya, tabungannya betul-betul nol setelah ia melunasi biaya operasi dua bulan lalu, dan ia sudah ga mungkin pindah ke kos yang lebih jelek dari itu lagi.
Sekembalinya ia ke kantor, Mara membantu beberapa divisi melabeli paket-paket yang akan dikirim ke HQ Singapura. Ia juga melihat sebagian besar ruangan sudah kosong, tiba-tiba ketakutan melanda Mara. Ia kan masih magang, kalau seluruh fungsi kantor ini pindah ke Singapura, bisa-bisa ia kehilangan pekerjaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mars & Mara ( Mark Lee x Yeri)
Teen FictionSpin off dari cerita "Metanoia" yang menceritakan kisah masa lalu tokoh pendukungnya yaitu Marshal Asoka dan Eureeka Asmara. ~~~~ Ayang yang budiman, cerita ini merupakan awal ketemunya Mars dan Mara, dari plot yang udah gue buat cerita ini hanya ak...