1. Kawan Lama

30 8 0
                                    

Pagi yang cerah di rumah keluarga van Dekker. Elizabeth一si anak sulung一sudah selesai mencuci piring saat melihat kedua orangtuanya tengah berbincang di ruang tengah. Samar-samar, ia bisa mendengar percakapan orangtuanya,

"Kan sudah kubilang, jangan memaksakan diri."

"Iya, maaf Sayang~" nampak William一sang ayah一menyandarkan kepalanya di paha Danielle一istrinya.

"Papa manja banget!" Komentar Elizabeth secara tiba-tiba, membuat kedua orangtuanya terkejut. "Padahal Papa suka ngasih tau kami supaya nggak terlalu manja sama Mama, tapi Papa sama saja ..."

"Memang Papa nggak boleh manja-manjaan sama Mama?" William membalas ucapan putrinya. Sebelum keduanya adu mulut, Danielle segera turun tangan untuk melerai mereka, "Sudah, sudah, jangan bertengkar. Lizzy, kau sudah menyelesaikan tugasmu?"

"Iya Ma, sudah."

"Baiklah kalau begitu. Sekarang kamu mandi ya?"

"Iya Ma. Oh ya, tadi pas aku ngecek makanan di dapur, sayurnya sudah hampir habis. Susu, sereal sama telur juga sudah habis."

"Oh, oke. Will, nanti tolong beliin ya? Lizzy, nanti kamu bisa temenin Papa belanja 'kan?"

"Iya. Kalau begitu aku mandi dulu ya Ma." Elizabeth pun berlalu dari ruang tamu."Ya sudah, kalau gitu aku juga siap-siap dulu." ucap William seraya bangkit berdiri. "Kamu mau nitip sesuatu?"

"Mau, nitip es krim sama yoghurt ya."

William mengiyakan permintaan Danielle. Tak lama kemudian, Elizabeth sudah siap dan mereka berdua pun pergi. Setelah mereka pergi, Danielle memutuskan untuk bersantai di pinggir kolam renang saja.

Hari masih pagi, tapi ia merasa malas untuk melakukan semuanya. Ia sedang ingin dimanja-manja oleh William saja. Aneh memang. Padahal saat kehamilan pertama dan keduanya, mood nya tidak menjadi separah ini. Sekarang ia benar-benar sedang malas. ***

"Lizzy, sudah selesai belum sih, milih sawinya?" tanya William untuk yang kesekian kali, jengkel lantaran melihat putrinya masih memilih-milih sawi yang akan dibelinya. Sudah cukup lama ia menunggu, dan masih ada beberapa barang lainnya yang harus mereka beli.

"Iiiih sabar dulu Papa. Kan aku harus milih sawi yang memang bagus." jawab Elizabeth. Tak lama kemudian ia memasukkan beberapa ikat sawi ke boks belanja yang ditenteng oleh ayahnya. Ia mengecek daftar belanjaannya, dan mencoret tulisan 'sawi' dari daftar tersebut. "Ayo Papa, kita lanjut cari jamur tiram sama shiitake." ucapnya seraya menarik tangan William. William menghela napas, lelah menemani putrinya berbelanja. *** 

"Lizzy, sudah selesai belum sih, milih sawinya?" tanya William untuk yang kesekian kali, jengkel lantaran melihat putrinya masih memilih-milih sawi yang akan dibelinya. Sudah cukup lama ia menunggu, dan masih ada beberapa barang lainnya yang harus mereka beli.

"Iiiih sabar dulu Papa. Kan aku harus milih sawi yang memang bagus." jawab Elizabeth. Tak lama kemudian ia memasukkan beberapa ikat sawi ke boks belanja yang ditenteng oleh ayahnya. Ia mengecek daftar belanjaannya, dan mencoret tulisan 'sawi' dari daftar tersebut.

"Ayo Papa, kita lanjut cari jamur tiram sama shiitake." ucapnya seraya menarik tangan William. William menghela napas, lelah menemani putrinya berbelanja. ***

William melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 10.28. "Kita pergi belanjanya lama banget." komentarnya pada Elizabeth yang masih membereskan barang belanjaan di kursi bagian tengah mobil. "Kalau sudah selesai, ayo cepat naik."

Jujur, ia khawatir untuk meninggalkan Danielle di rumah dalam waktu yang lama. Memang Danielle tidak sendirian di rumah, ada anak-anak mereka, tapi, kalau misalnya ada sesuatu yang buruk terjadi pada mereka, mereka susah mendapat bantuan dari penduduk desa lainnya karena rumah mereka terletak di bukit yang agak terpencil dari desa.

The BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang