Kata orang-orang, sebelum meninggal, kita akan mendapati diri kita sedang 'melihat' kehidupan kita dalam sekejap. Tapi, Elizabeth tidak mengalaminya. Ia berpikir hidupnya terlalu pendek untuk dilihat—karena itu ia tidak mengalami lintas kehidupan.
Setelah kehilangan kesadaran dalam kebakaran itu, ia berapa di tempat yang gelap. Tempatnya berpijak hanya memiliki sedikit cahaya. Sisanya gelap. Elizabeth menunggu-nunggu malaikat maut, tapi malaikat itu tidak datang-datang.
Setelahnya, Elizabeth maklum, mungkin saja malaikat maut sibuk. Pasti banyak jiwa yang harus diambil, maka ia akan mengantri dengan sabar. Ia tidak tau sudah berapa lama waktu berlalu, yang jelas terkadang kesadarannya hilang dan ia merasa seperti tertidur.
Tapi kini agak berbeda. Kegelapan itu terusik oleh sebuah suara. Intensitas suara tersebut bertambah, membuat Elizabeth memaksa diri untuk mengumpulkan kesadarannya. Begitu sadar yang ia lihat adalah sebuah selang. Ya, selang infus.
Pandangannya beralih ke samping. Hanya warna putih—ya, sebuah gorden berwarna putih. Ia berusaha menoleh ke samping kanan, dan mendapati pemandangan yang sama.
Terdengar suara percakapan orang. Lalu, terdengar suara langkah kaki. Elizabeth membuka mata lebar-lebar bertepatan dengan seorang dokter membuka gorden pembatas. Alih-alih terkejut, sang dokter malah tersenyum ramah.
"Syukurlah, akhirnya kau sadar." Ucap dokter tersebut dalam bahasa Prancis.
Elizabeth kebingungan. Siapa yang menyelamatkannya? Apakah dokter ini merupakan malaikat maut?
"Monsieur Glenn yang membawamu ke sini. Sekarang beliau sedang makan malam bersama kakakmu di bawah."
Elizabeth terbelalak, 'Om Glenn? Dia benar-benar menyelamatkan kami?!'
Sang dokter tersenyum, "Saya akan mengecek keadaan Nona sebentar ya. Setelah itu, Nona bisa makan.""Oh, iya." Elizabeth agak terkejut mendengar suaranya sendiri. Sedikit serak. Oke, mungkin itu bukti kalau ia benar-benar selamat dari kebakaran itu... Tapi, bagaimana nasib ibu dan adik-adiknya?
"... Anda sudah lebih baik dari sebelumnya."
"Hah? Apa?" Elizabeth tersadar dari lamunannya. Dokter itu menatapnya dengan lembut, dan kembali mengulang penjelasannya, membuat Elizabeth sedikit malu. Ia terlalu sibuk melamun sehingga melewatkan penjelasannya si dokter.
"Sebentar lagi akan ada perawat yang datang untuk mengantarkan makananmu. Nanti habiskan makanannya supaya cepat sembuh ya."
"Baik Dokter. Terima kasih."
Sepeninggalan dokter itu, Elizabeth hanya termangu. Ia selamat, tapi ayahnya... 'Tidak mungkin.' Elizabeth menggelengkan kepalanya, 'Coba berpikir yang benar... Hanya sedikit orang yang bisa selamat dari tembakan seperti itu.' Ia tau ayahnya itu kuat, tapi akan lebih baik jika ia tidak membangun harapan palsu.
Pintu terbuka, dan seorang perawat membawakan makanan untuk Elizabeth. Perawat itu pergi setelah Elizabeth mengucapkan terima kasih. Ia mengambil sendok, dan mulai mencoba menyendok.
Sekujur tubuhnya terasa sakit, tapi tak apalah untuk mencoba makan sendiri. Lalu, ada seseorang kembali datang. Tirai pembatas terbuka, dan yang muncul adalah Brian. "Lizzy! Akhirnya kamu sadar juga!"
"Memangnya sudah berapa lama...?"
"Sekitar dua minggu! Sudah lama tau!" mata Brian nampak berkaca-kaca.
Elizabeth tertawa kecil. "Kau menangis?"
"Ti-tidak..." Brian segera menghapus air matanya. "Oh ya, Om Glenn akan menyusul ke sini sebentar lagi."Elizabeth mengangguk, melanjutkan makannya. Tak lama kemudian, Glenn datang, dan menyapanya, "Halo, Lizzy. Bagaimana kabarmu?"
Elizabeth tersenyum, "Tangan kananku terasa masih sakit Om."
"Yang lainnya bagaimana? Karena dokternya berhenti memberikan painkiller sekitar 3 hari yang lalu."
"Hanya sedikit nyeri, tapi tak apa-apa. Aku bisa menahannya."
"Anak yang baik." Glenn mengelus-elus kepala Elizabeth, "Habiskan makananmu ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bride
Romance"Pembalasan dendamku mungkin sudah selesai. Tapi, dia ternyata hidup bahagia, dengan anak dan istri yang cantik sepertimu." "Lalu, apa... yang kau inginkan?" "Menikahlah denganku." *** Permintaan Tristan Finn disertai dengan ancaman. Pria itu mengan...