Prolog

18 1 0
                                    


Haiii..... Selamat datang bagi pembaca baru 😊

Pertama-tama aku ucapin selamat datang dan selamat menikmati hasil imajinasiku ini. Cerita ini merupakan karya pertamaku yang aku post semoga bisa dinikmati semua orang.

Aku ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya untuk kalian yang sudah mampir dan meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini.  Ntah nanti kedepannya bakalan ada berapa part aku nggak bisa pastikan, karna jalan cerita yang masih suka muncul kadang nggak-nya di otakku. Mohon do’anya agar bisa istiqomah yah.

Semoga suka ya, dan betah. Mohon memberikan dukungannya. 😊

~~ Selamat Membaca ~~

•••

"Bun, kemeja biru ayah dimana sih? Udah di setrika belum?" Dimas –suamiku berteriak dari dalam kamar sibuk mencari kemeja yang akan dipakainya hari ini. Lama-lama teriakan Dimas seperti ini akan menjadi rutinitas yang harus di dengar tiap pagi. Mungkin saat ini dia sedang sibuk menyisiri setiap baju yang ada dilemari satu persatu.

"Kebiasaan deh Ayah, kalo nyari apa-apa kurang teliti. Coba dicarinya pelan-pelan, jangan grasa-grusu kayak Pasha aja." balasku sambil membalikkan telor mata sapi yang sedang kubuat untuk sarapan anak lelakiku - Pasha.

"Udah ketemu belum?" tak lama setelah kurasa ia tak kunjung menyahut.

"Dimana sih, Bun? Tolong Bunda kesini deh, cariin. Gak keburu kalo ayah sendiri yang cari, makin lama yang ada" teriaknya yang sudah geregetan sendiri karna tak menemukan kemeja yang dicarinya.

Aku yang akhirnya ikut geregetan pula dengan kebiasaan suamiku itu kini langsung meniriskan telor dan mematikan kompor. Menyusul ke kamar.

Membuka pintu, "Minggir bentar". melihat Dimas yang masih melilitkan handuk di pinggang makin membuatku mendengus. Dimas pun yang mengerti gerak-gerikku segera menyingkir, memberikan kesempatan untukku mengambil alih memilah lemari.

"Pelan-pelan kalo nyari bajunya, Sayang. Dicari yang betulan dikit, orang jelas-jelas dilemari. Dipilahnya satu-satu. Nggak mungkin kan kemeja kamu nyasar ke lemarinya Pasha? Nah, ini apa?" sambil menenteng sepasang setelan baju lengkap.

"Makanya, biar nggak grasa-grusu kayak gini, kalo dibangunin cepetan bangun, bukan cuma iya-iya aja abis itu tidur lagi." tambahku yang merasa makin kesini kebiasaan Dimas satu ini makin menjadi-jadi. Bukannya semakin bertambahnya usia semakin dewasa, Dimas ini beda cerita. Dia nih, kebiasaannya makin bertambah parah.

"Iya, iya, Nya. Heran. Pagi-pagi selalu marah-marah kamu tuh. Kalo gak gitu ngomel, atau jutek gitu. Nih kamu lagi ngomong sama suamimu, lho. Heran, ngomong depan suami gak ada manis-manisnya. Ngomong kalem dikit nggak bisa apa kamu? Gatel banget tuh mulut buat nggak ngomong jutek? Ha?"

"Ya habisnya kamu tuh tiap pagi yah kayak gini. Entah nyari baju, dasi, sepatu, dah-lah sampe cape sendiri aku jawab pertanyaan kamu tiap pagi yang seputar itu-itu aja. Dan jangan lupa, soal kebiasaanmu yang sering banget lupa naruh kunci motor dimana!" ucapku seraya mengerlingkan mata, sebel banget bilangin ni laki satu. Padahal dia tuh dah tua umur 36, tapi kelakuannya lebih pandai Pasha. Anakku itu udah pahamlah, kalo nyari sepatu pas kita mau bepergian dimana.

"Tapi suer, tadi disana udah aku obrak-abrik nggak ada, Nya. Tapi kenapa pas kamu yang cari selalu ada ya? Jangan-jangan kemejaku tuh disembunyiin sama tuyul selama ini, trus pas kamu datang, dia balikin karna takut kena semprotanmu. Jadinya pas kamu ada, segala hal yang aku cari langsung ketemu, nggak ilang lagi" celotehnya dengan semangat membara setelah mendapatkan kemeja yang dicarinya kemudian memakainya.

BersambungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang