Bagian XIX

466 57 1
                                    

Bian dan Labib masih belum percaya tentang apa yang terjadi malam ini. Reuel, yang mereka anggap sebagai bocah ingusan dan sangat suka menggoda itu ternyata memiliki bakat menyanyi. Saking tak percayanya Bian, ia rela menonton pertunjukan Reuel hingga kafe itu tutup.

Kini mereka berempat ada di dalam mobil yang sama, mobil putih milik Bian. Tujuan mereka adalah tempat makan mie ayam yang buka hingga tengah malam, mie ayam Mas Kur. Ada satu mobil yang mengikuti mereka di belakang, mobil yang dikendarai Setyo. Setyo, Farel, dan Bayu juga akan pergi ke tempat Mas Kur. Tak lupa Gala yang akan menepati janjinya pada Reuel.

Warung makan yang berada tepat di pinggir jalan itu terlihat lebih sepi, mungkin karena waktu telah menunjukan lebih dari pukul 9 malam. Dua mobil yang datang langsung memarkirkan mobilnya di lahan parkir yang tersedia.

Pria-pria itu memasuki tempat makan dan langsung disuguhkan dengan segelas air putih oleh salah satu pelayan di sana saat mereka tiba di meja. "Mau pesan berapa porsi, mas?" tanya si pelayan itu setelah selesai menyimpan air minum untuk ke-8 pria yang duduk memenuhi meja panjang.

"Delapan, mbak." Posisi Setyo yang memang berada tak terlalu jauh dari pelayan itu mengatakan pesanannya.

"Ditunggu ya, mas."

Posisi duduk mereka yang terbagi menjadi dua dan saling berhadapan membuat mereka menjadi lebih dekat serta dapat berinteraksi lebih mudah.

"Mas, saya mau satu porsi ya." Labib mengenali suara orang yang memesan itu, kepala Labib mendongak dan menoleh ke belakang mencari keberadaan si pemesan.

Badan tegap Labib segera berdiri dan berjalan mendekati orang itu tepat setelah kedua matanya berhasil menemukan posisi si pemesan yang berjarak 2 meja dari mejanya.

"Mau kemana, Kak?" Si kakak tak mengacuhkan pertanyaan adiknya, ia malah membiarkan Bian kebingungan.

Sesampainya di meja itu, Labib langsung menepuk pundak orang yang tengah membelakingnya hingga membuat orang itu tersentak. "Bang Ezar?" Orang yang tadinya sedang duduk sambil memainkan ponselnya menatap ke arah Labib.

"Eh... Labib. Lagi ngapain lo di sini?" Ezar berdiri dan merangkul tubuh Labib yang tingginya memang tak berbeda jauh dengannya.

"Makan lah, sama adek gue." Pandangan Labib menuju pada Bian yang sedang anteng duduk dengan yang lainnya.

"Adek lo sebanyak itu? Bukannya cuma satu?"

"Itu temen-temennya, adek gue yang rambutnya cokelat. Lo sendirian?"

"Iya gue sendiri, ga usah ngatain gue jomblo." Perkataan Ezar membuat Labib tertawa hingga kedua matanya terlihat semakin kecil. Labib dan Ezar memang akrab sejak Labib tahu bahwa Ezar itu ternyata kakak sahabatnya. Mereka juga kerap bertemu beberapa kali di rumah sakit saat Labib mengantar Lakesh ke sana.

Mungkin diantara teman-teman Lakesh yang lain, hanya Labib yang mengetahui fakta bahwa Lakesh memiliki kakak tiri.

Ezar itu sebenarnya orang yang mudah bersosialisasi, begitupun dengan Labib. Tentu saja mereka dapat dengan mudah untuk bisa dikatakan akrab walau hanya baru kenal beberapa bulan.

"Gabung aja, biar ga keliatan kaya jomblo ngenes."

"Orang-orang ga akan percaya kalo gue jomblo, muka gue ga mencerminkan seseorang yang jomblo. Apalagi ngenes," ucap Ezar dengan bangga lalu melipat kedua tangannya di depan dada. Ezar masih memakai setelan kemeja rapih lengkap dengan sepatu pantofel hitam di kakinya.

"Iya in deh, ga boleh durhaka sama yang tua. Lo baru pulang?"

"Kurang ajar, beda tiga taun doang kita. Lagian muka gue awet muda, kata suster di RS aja gue keliatan kaya masih SMA. Iya gue baru pulang dari RS, belum sempet makan malem jadi mampir dulu ke sini." Keduanya sudah berjalan ke arah meja yang panjang dan ramai itu, Ezar lalu menarik satu kursi untuk didudukinya. Semua pandangan orang yang ada di sana tertuju langsung ke arah Ezar.

Chrysanthemum [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang